Hari ke tiga sejak mendapat kotak makanan misterius. Di sini Arkan memasuki kamarnya, baru datang memuji kerapihan dan lain sebagainya. Di sinilah dia mengamati seluruh isi benda di sana. Matanya menelusuri teliti.
"Itu... Angkasa?" gumamnya menerka. Tepat setelah nama tadi disebutkan, sebuah bingkai foto terpanjang rapih di sisi ranjang. Bisa mengenali lelaki itu biar penampilannya dalam foto masih misterius. "Nggak heran Angkasa jadi bego, beneran suka sama Naren," kekehnya mendalami peran.
Peran menjadi manusia terbodoh karena cinta. Arkan segera menoleh begitu menyadari kehadiran Naren baru masuk kamar.
"Astaghfirullah, Arkan!" Naren memijat pelipis mulai pening lantaran kaget. Benar-benar tak menduga lelaki itu datang sore hari ini. "Lagian, gue bingung kenapa lo adain taruhan itu," gumam Naren betah bertumpu dagu.
"Nanti juga lo ngerti," gumam Arkan yang semakin tak dimengerti Naren.
"Yaa apa Kan?"
Pagi ini Naren menerima kiriman misterius yang baru. Yaitu, makanan ringan di dalam kulkasnya. Ia masih bingung harus menaruh curiga pada lelaki mana.
Nareina meletakkan tangan ke depan dada. Arkan duduk di tepi ranjang menatap lurus pada gadisnya. Senyuman tulusnya memudar. "Lo anggap gue pacar ngga si, Nar?" Alih-alih menjawab pertanyaan Arkan melemparkan pertanyaan lain.
Nareina menggaruk kepala kebingungan."Hm, sorry?"
Saat ia tilik raut kecewa di wajah Arkan, serasa seperti ada yang nengetuk dahinya. "Naren, kalau gua ada kurangnya tinggal bilang, okay?" Di dalam hati paling dalam sebenarnya Arkan telah mencintai Naren sepenuh hati. Rela melupakan amarah dan dendam, menguburnya dalam. "Menurut gue, seharusnya lo bisa nebak kenapa gue begini, sekali lagi maaf gue kekanak-kanakan banget dulu."
Nareina benar-benar tidak mengerti apa masalahnya, bukankah dulu mereka berteman baik? Apa jangan-jangan selama ini Arkan, cemburu? Astaga kalau iya, kedengaran kekanak-kanakan sekali.
"Gue marah... Karena gue selalu berpikir... hidup gue bisa lebih baik dari Nathala." Tuh kan, dia bawa bawa Nathala. "Fyi, meski gue sama Nata temenan pas masi kecil, tanpa nggak sadar kita sering saingan, dalam hal-hal kecil."
"Gue baru--tau." Ia hanya baru mengetahui fakta mereka teman masa kecil.
Mendekat tubuh lelaki itu bersama mata memicing dan tangan terlipat. "Nyatanya, enggak pernah lebih baik dari siapapun. Itu sebabnya gue benci sama kalian berdua, lo ngerti kan sampe sini?"
Sejujurnya, Nareina kurang nyaman berdiri di sini dengan Arkan karena gestur cowok itu terlihat gelisah sejak tadi. "Maksud lo apa sih? Gue bahkan nggak ngerti lo ngomong apaan."
Arkan ikut mematung sekian detik. "Lo anak kandung... Roland sama Tante Kirana?"Melihat gadis di depannya tampak ketakutan Arkan berdeham halus. "Tenang, gue udah nggak benci sama siapapun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Catching Feeling
Teen FictionSerangkaian kisah tentang Mahareza dan Megantara. Malapetaka berawal dari Naren, seorang mahasiswi sekaligus fotograper amatiran yang disewa oleh seorang wanita, mengambil foto dari selebriti yang namanya sedang hangat-hangatnya diperbincangkan kare...