Bunyi hentakan musik serasa menyambut kehadiran, satu orang laki-laki dan empat gadis cantik memakai seragam formal pribadi mereka.
Lana dan Lengkara memoleskan mukanya dengan make up tipis sambil berkaca. Kalau Fauna bengong saja tak begitu memahami alat kecantikan, sementara Nareina lagi dan lagi harus bersabar menunggu biarpun ada bom yang seakan mau meledak.
Memakai setelan hitam putih. Alhasil penampilan unik mereka mencuri perhatian banyak orang, termasuk kaum adam yang kebetulan didominasi mata keranjang.
Sempat dikira anak remaja SMA, nyatanya bukan. Terbukti dari cara mereka memandang dari atas ke bawah, memusatkan kedua mata mereka pada bentuk tubuh seksi dan ideal. Arkan menatap tajam mereka satu-persatu, Nareina menariknya.
"Nggak pernah lihat cewek cantik apa," singgung Naren. Arkan terkekeh geli refleks mengubah ekpresi.
"Kalian semua cantik banget sih," godanya. Ya walau ada rasa kurang nyaman tetapi Naren cukup senang akhirnya ada sosok laki-laki di antara mereka. Setidaknya, bisa menjadi tameng nanti.
"Naren, aku takut," rengek Lengkara baru pertama kali ke tempat seperti ini.
"Lebay banget sih lo, gitu doang larinya ke Naren." Lana menyelutuk tiba-tiba. Ia menatap aneh ketika cewek itu berjalan cepat menyusul Fauna.
"Kok, Lana gitu?" tanya Lengkara bingung.
"Kan emang gitu?" kata Nareina tak ambil pusing. Setaunya gadis berdarah Jepang tadi memang sedikit sulit ditebak suasana hatinya.
"Geng kalian, ketuanya siapa?" tanya Arkan ramah.
"Geng?" tanya Naren bingung. Apa benar mereka sudah mirip gangster kali ya? Atau geng ala-ala biasa saja? "Nggak ada, alay. " Tanpa sadar ia berucap dengan intonasi tinggi.
Diam-diam menyenggol harga diri Arkan, sebagai anak yang suka mengikuti komunitas sejenis itu agar terkesan, lebih gaul.
"Lo nggak mikir itu keren?" kekehnya heran. "Lagian, gue sering banget ngelihat lo nantangin anak cowok dulu, sekarang masih?" Nareina mengibaskan rambutnya ketika berbalik.
Arkan menelan ludah. Cewek kesukaan Angkasa benar-benar cantik, sayang kalau tidak dimiliki, pikirnya. "Semakin dewasa... Gue males berurusan sama orang yang nggak ada sangkut-pautnya sama hidup gue."
"Kalau nggak ada urusan ya nggak bakal gue usik," sambungnya lagi.
Arkan senang gadis itu tumbuh dengan pemikiran yang semakin dewasa. Ah ia harus terus mengingat peraturan pertama, jangan jatuh cinta. Shit, sulit sekali. Apa yang harus ia lakukan?
Atau... Buat dia jatuh cinta padanya. "Mau nggak?" Gelas langsing disodorkan. Gadis di sebelah menggeleng menolak secara halus. Ia malah asyik menyaksikan sekumpulan orang setengah waras menari di dance floor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catching Feeling
Teen FictionSerangkaian kisah tentang Mahareza dan Megantara. Malapetaka berawal dari Naren, seorang mahasiswi sekaligus fotograper amatiran yang disewa oleh seorang wanita, mengambil foto dari selebriti yang namanya sedang hangat-hangatnya diperbincangkan kare...