Ditemani piringan hitam yang berputar di atas turntable dan menghasilkan suara yang jernih. Lagu dari Cigarettes After Sex, berjudul Sunsezt kerap menemani di kala kantuk menyerang, namun sialnya ia pernah menyimpan nama di dalam lagu ini. Jauh melempar padang ke area kost depan kaca jendela. Sesekali memetik gitar bersenandung bersama nyanyian udara.
Sedikit-sedikit mulai merasa lebih baik, dari versi dirinya dua tahun silam.
Perihal tenang yang tak selalu berarti kesenangan. Perihal waktu yang tak selalu berarti jeda kepedihan. Harusnya Nareina membenci karya kisah hidupnya sendiri? Terkadang ada sesak di dada yang tak diketahui apa sebabnya.
"Lagu Mahareza Band yang itu, bagus juga sih," gumamnya sedang mengikuti pola petikan lagu asli. "Ah, enggak ah. Ada dia."Perlahan punggungnya rebah pada sandaran masih memangku gitarnya menikmati semilir angin tenang. Seketika kilas balik masalalu menyoraki.
Merasa hidup jauh lebih baik semenjak ikut di pihak keluarga ayah. Mereka sudah punya kebahagiaan baru dengan suasana baru, bagaimana dengan Nareina? Ia hanya tinggal menunggu pesan dari seseorang mengikis kadar bosan. Benar saja, sebuah pesan muncul menciptakan senyuman. Menjadi satu-satunya hal yang ditunggu, tapi bukan yang paling diinginkan.
-------
~Arkan~
Keluar lagi nggak?
Mau telponan sayang??
------
Entah apa yang sebenarnya ditunggu Nareina.
Salah berpikir cowok itu pekaan terhadap ada yang sebenarnya diinginkan. Setidaknya, dia sudah berusaha. Mendengar perutnya berbunyi kecil.
Ah, memalukan. Nareina menjauhkan ponsel memeriksa beras di dalam penyimpanan sebulan.
Habis. Momen paling menyusahkan hanya itu, selebihnya ya lebih suka tinggal di kostan biar diminta tinggal seatap. "Ya elah. Males banget, mana ujan mulu." Sayang sekali dia tidak memiliki seorang pun teman di sekitar area kost apalagi teman sekamar.
Nareina mengurus diri sendiri tanpa mau menyusahkan orang lain. Sebenarnya bisa saja minta tolong ke teman-teman lama Nata.
Seperti Rendra, Devano atau Marcell tetapi itu artinya ia harus menurunkan gengsi. Bukan karena mereka tidak lagi dekat justru sebaliknya, hanya saja sungguh Naren tak mau menambah beban walau sekecil sebutir nasi.
"Nggak." Menggeleng keras.
Menatap langit menyaksikan rinai hijau. Baru turun lagi setelah sekian lama Nareina bisa menadahkan tangan merasakan gemericik tepat jatuh di telapak tangan.
Ada Rendra menebarkan senyuman. Pakaiannya setengah basah seperti habis pulang dari seuatu tempat, mengejutkan Naren.
"Eh, Dra."
KAMU SEDANG MEMBACA
Catching Feeling
Teen FictionSerangkaian kisah tentang Mahareza dan Megantara. Malapetaka berawal dari Naren, seorang mahasiswi sekaligus fotograper amatiran yang disewa oleh seorang wanita, mengambil foto dari selebriti yang namanya sedang hangat-hangatnya diperbincangkan kare...