24 | pemimpin

47 3 31
                                    

Masih menjadi misteri entah apa yang membuat Roland yakin pada laki-laki itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masih menjadi misteri entah apa yang membuat Roland yakin pada laki-laki itu. Rahang Nata mengeras mengawasi Arkan, jelas tidak terima gadisnya, direbut? Pantaskah Nathala berkata demikian di saat ia pun memiliki rencana bejat.

Kepalan tangan melonggar ketika merasa tiada daya. Pandangannya naik melirik Naren yang masih membeku. "Iya kan? Biar makin ada kimestri gitu di antara gue sama Arkan."

"T-tapi nggak bisa gitu dong-"

"Kenapa nggak bisa? Kita dulu temenan juga kan?" tanya Arkan pada Rendra menarik alis.

"Ya tapi Nata juga udah jadi temen kita, Kan," komentar Marcell akhirnya dengan lantang.

"Agak susah. Nata udah nggak punya privasi," timpal Sendana memberatkan.

"Kita nggak masalah kok, ya kan Dev?" tanya Marcell. Devano bingung juga sebenarnya di sisi lain Nata temannya, dan Arkan? Ya sama saja sebenarnya.

"Nggak masalah sama privasi, kita bisa jadi diri sendiri," kata Kenan meyakinkan.

"Terus kalian mau Nata kesusahan nantinya?" tanya Arkan lagi melirik Nathala.

"Nggak ada." Semuanya teralih ke sumber suara. Nareina berdiri tegap perutnya kembang kempis mengatur napas. "Ayah apa-apaan sih gitu banget sama akunya?!" jerit Naren.

"Loh, Naren. Arkan kan baik juga selalu jagain kamu?" Nareina lantas menyoroti Arkan tajam tanda tidak terima. Benar mereka sering keluar dan berkumpul tapi bukan dalam rangka melakukan hal-hal positif.

"Nareina nggak mauu!" bentak Naren tersulut emosi lantas melirik Nathala dengan sorot mata tengah meminta bantuan.

"Jadi gimana? Lo mau udahan kan?"

Pertanyaan sama dilontarkan membuat orang yang memutuskannya dilanda dilema berkelanjutan. Marcell menepuk bahunya. "Kan gue udah bilang jujur aja kalau lo ada hubungan sama Nareina," katanya, justru memberatkan Nata.

Nathala beralih memandang Kenan, lagi-lagi teman yang paling dipercayai. Lelaki itu mengangguk mempercayakan sepenuhnya padanya. "Kalau iya, ya udah gampang aja," ucap Roland di satu sisi hanya ingin memahami posisi anak itu.

Semua tak berani berkomentar termasuk Nareina, namun tetap harap-harap cemas berharap dia bisa berlaku bijak memilih alasan yang tepat.

"Hm iya."

"Iya?" tanya Kenan cepat.

"Iya, udahan?" tanya Roland memastikan. Nathala beralih memandang seluruh manusia di hadapannya, berusaha menemukan sesuatu.

Penjelajahan netranya berhenti pada satu titik. Yaitu, sepasang bola mata pekat yang mungkin memang sedang menunggu-nunggu saat-saat kehancuran. Arkan, menyeringai tipis ke arahnya.

"Iya, nggak jadi."

Riuh heboh sorakan para anggota mulai membanggakan-banggakan Nathala. Kerap mendapatkan pukulan di punggung sebagai bentuk apresiasi walaupun agak berlebihan juga karena, lumayan bersemangat caranya.

Catching FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang