"Heh! Perasaan kosan gue nggak lewat sini deh," protes Nareina mencubit pinggang pengemudi di depannya. Dan bukannya menggubris kalian tau apa yang dia lakukan? Cowok itu malah tertawa keras.
"WOI, COWOK GILA! TURUNIN AJA LAH GUE KALAU LO EMANG NGGAK IKHLAS ANTER PULANG!" pekiknya lagi.
"YA, MALES AH!" Tuh kan? Siapa yang tidak jengkel menghadapi cowok macam anak manusia satu ini coba? Amarah Naren kian memuncak.
"MALES, MALES, TURUNIN!" Ia bertekat untuk terus-menerus mencubit pinggang Nata bahkan lebih keras.
"AWW! SANGAR AMAT JADI CEWEK! MENDING LO GANTI KELAMIN AJA," cibirnya tulus dari hati terdalam hingga mengundang asap semakin mengepul ke atas dan melebar.
"Enak aja! Nyebelin, lo aja sana yang ganti kelamin! Ngapain nyuruh-nyuruh gue!" sungut Naren jelas masih marah. Ia tak berhenti dibuat jengkel mendengar lontaran cibiran diselingi tawa, dan kikikan menyebalkan.
"Eh, ya jangan dong.... Kalau gua ganti kelamin kan nanti kita nggak bisa hidup bersama, jadi makin ribet deh." Terserah? "Emang mau nikah sama transgender?"
BUGH!
"BENER-BENER MAU DIPATAHIN TULANG LU!" Percuma mau menggertak pakai cara apapun tak akan mempan kalau itu masih Nathala.
"Mau lihat gue jamping nggak?" sombongnya mengedipkan sebelah mata.
Nareina tak tinggal diam. Tanpa aba-aba menjotos kepalanya dari belakang. Pergerakan tanpa persiapan menimbulkan reaksi spontan. Nathala nyaris melakukan aksi nekatnya. "AAAA! IH NGGAK MAU YA, NAT."
"Nggak mati juga kok." Terdengar main-main."Lagian, apa yang gua lakuin sekarang mah nggak ada apa-apanya sama kelakuan iseng lo kemarin!" Mesti sedikit berteriak agar didengar.
"Cih, dasar pendendam ya," desisnya.
"Lo lupa? Yang pertama kali jadi pendendam siapa?" tampiknya menyudutkan. Nareina sebenarnya masih punya seribu satu cara meladeni Nata namun entah mengapa kali ini rasanya makin malas.
"Capek ah gua ngomong sama lo," katanya. Menyesali waktu terbuang sia-sia. "Udah gua ganti juga kan? Udah beres tuh motor lo, apalagi coba?" Kali ini Nareina yang mencoba mematahkan argumentasinya.
"Kemarin juga semuanya hampir selesai. Gue lihat-lihat lo masih dendam juga." Makin gencar saja dia menanggapi argumentasi Nareina sebagaimana, sebuah mainan yang dimainkan hanya saat bosan.
Sementara pendengarnya menutup kelopak mata seakan rela berbicara pada angin daripada harus meladeni cuitan Nathala. Diperhatikan lelaki itu terlihat bahagia di mana-mana, tapi siapa sangka dia tulang punggung keluarga?
Astaga. Benar, Nareina nyaris melupakan sisi terang dari anak beraura serba gelap bila berada di dekatnya. Ia mematung memandang lurus sehabis pulang kuliah selalu dalam keadaan mengantuk. Biarpun Nareina tanggungjawab dengan mengganti biaya jasa pasang roda rupanya Nathala masih punya dendam terpendam padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catching Feeling
Teen FictionSerangkaian kisah tentang Mahareza dan Megantara. Malapetaka berawal dari Naren, seorang mahasiswi sekaligus fotograper amatiran yang disewa oleh seorang wanita, mengambil foto dari selebriti yang namanya sedang hangat-hangatnya diperbincangkan kare...