Waktu berlalu begitu saja, sekarang sudah memasuki waktu-waktu genting yaitu ujian akhir yang rutin dilaksanakan setiap akhir semester kelas 3.
Seokjin dan Joohyun sudah tidak berbicara selama beberapa bulan ini, terakhir bertemu saat mama Joohyun menyuruh Joohyun mengantarkan makanan ke rumah Seokjin, itu pun mereka tidak berbicara, hanya saling memperhatikan saja, entah apa yang menahan mereka.
Jika ditanya rindu? Sudah pasti, orang yang bersama kita hampir tiap hari, tiba-tiba menjauh, tentu akan ada perasaan sesak di hati. Namun apa boleh buat, waktu berlalu hidup juga harus tetap berlanjut bukan?
Hingga sore itu, tepat hari terakhir mereka ke sekolah untuk melihat daftar kelulusan, Seokjin memberanikan dirinya mengajak Joohyun berbicara, dan untungnya Joohyun tidak menolak, ia juga merasa harus ada yang diselesaikan diantara mereka.
Di sini lah Seokjin dan Joohyun sekarang, di tepi hamparan danau, sebagai tempat yang biasanya mereka kunjungi.
"Kamu apa kabar?" Tanya Seokjin pelan.
Joohyun tersenyum tipis, "Baik." Jawabnya singkat tanpa mau menambah topik obrolan.
Seokjin tersenyum getir, "Aku tahu ini udah terlambat, tapi izinin aku buat minta maaf." Ungkapnya tulus dari hati yang terdalam.
"Kenapa baru sekarang? Dulu kemana aja?" Tanya Joohyun dengan intonasi setenang mungkin, namun tidak ada yang tahu jika hatinya sudah remuk saat itu juga.
"Maaf, aku gak bisa ngebela diri aku, aku salah karena gak hubungin kamu waktu itu, tapi kalo dipikir-pikir, semuanya gak akan ada bedanya, akhirnya akan tetap sama kan? Maafin aku Joo." Seokjin menundukkan kepalanya memikirkan kata apa lagi yang harus ia ucapkan.
"Udah berlalu, aku udah maafin." Joohyun memaksakan senyumannya, walaupun saat itu matanya sudah sangat perih, air matanya ingin segera menerobos keluar.
Seokjin menatap manik teduh milik Joohyun yang dapat dilihat sudah berkaca-kaca, seperti akan ada yang berhamburan keluar.
"Makasih." Ucap Seokjin.
Joohyun mengangguk, kemudian mengalihkan pandangannya ke depan, menatap hamparan danau, "Kuliah di mana?" Tanya Joohyun kemudian.
"USA, papa udah daftarin." Seokjin tidak berani melihat reaksi Joohyun.
Joohyun tentu saja terkejut, hatinya lagi-lagi sakit untuk kesekian kalinya, namun ia berusaha tegar, berusaha menerima jika benar ini adalah ending dari ceritanya, "Oh, bagus dong, nanti bisa jadi ilmuwan hebat."
"Aku ambil jurusan bisnis." Lagi-lagi Seokjin tidak berani menatap Joohyun.
Kali ini Joohyun menatap Seokjin dengan tatapan bertanya-tanya, pasalnya Seokjin yang ia kenal adalah seseorang yang ingin sekali menjadi ilmuwan hebat, hampir tiap hari ia berceloteh jika kelak dewasa ia akan menemukan sesuatu yang belum pernah ditemukan orang lain, dan sekarang? Ia menyerah? Kenapa? Banyak pertanyaan yang menghantui Joohyun, namun ia tidak berani bertanya.
"Kamu kuliah di mana? Masih ingin ke Jepang?" Tanya Seokjin tepat sasaran.
Joohyun mengangguk, "Hem, tinggal pemberkasan terakhir."
"Ambil jurusan apa?"
"Desain." Jawab Joohyun singkat.
Seokjin tersenyum, ternyata Joohyun masih sama, tidak berubah, mengejar mimpinya sampai ke negeri sakura untuk mengembangkan bakat mendesainnya.
"Good luck ya! Aku do'ain kamu berhasil." Ucap Seokjin.
Joohyun mengangguk, "Kamu juga."
Hening seketika setelah pembicaraan singkat itu, hingga Seokjin memecahkan keheningan mereka.
"Udah mau gelap, ayo kita pulang."
Joohyun mengangguk menyetujui. Mereka beranjak dari duduk mereka, saling berhadapan kemudian Seokjin mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, "Semoga sukses " ucap Seokjin, Joohyun membalas uluran tangan Seokjin, "Hem, semoga sukses." Jawab Irene.
Mata keduanya sudah sama-sama memerah, entah kapan air mata itu akan keluar, entah sampai kapan mereka sanggup menahannya, "Joohyun, boleh aku peluk kamu?"
Akhirnya air mata Joohyun yang lebih dahulu keluar, ia mengalah dari egonya, ia mengangguk seiring dengan air matanya yang mengalir deras. Mereka saling berpelukan cukup lama, menyalurkan rasa rindu, penyesalan, hingga rasa yang masih tersimpan di lubuk hati yang paling dalam keduanya, rasa cinta.
Seokjin melepaskan pelukan mereka, "Aku gak akan ucapin selamat tinggal, kalau kita berjodoh aku harap kita bisa ketemu lagi, dan kalau nggak, kamu harus ingat, aku akan selalu do'ain kamu dari jauh, ingat, ada seseorang yang bernama Kim Seokjin yang akan menjadi orang pertama yang ingin kamu bahagia." Seokjin juga sudah tidak sanggup menahan air matanya, dadanya sesak sekali setelah mengeluarkan kata-kata menyakitkan itu.
Joohyun juga sudah menangis dengan terisak, kenapa semuanya harus berakhir seperti ini? Jika akhirnya begini, ia lebih baik tidak memulainya saja dari awal.
Joohyun tidak bisa berkata-kata, ia hanya terisak sembari mengangguk, Seokjin memeluknya sekali lagi, namun belum sempat Joohyun membalas pelukannya, Seokjin sudah lebih dulu melepaskannya, "Aku pergi, aku takut kalau lebih lama di sini, aku gak akan bisa pergi lagi."
Joohyun mengangguk, setelah kepergian Seokjin, Joohyun menangis sejadi-jadinya, mengeluarkan segala perasaan yang sudah lama ia pendam, bahkan setelah putus pun ia tidak menangis sebegitu sakit ini karena masih mengira akan ada hari di mana Seokjin akan datang kembali kepadanya, namun hari ini, seperti benar-benar sudah berakhir.
Joohyun tidak mengharapkan ending yang seperti ini, namun beginilah adanya, hanya waktu yang dapat menjawab segalanya.
Kisah cinta semasa SMA Joohyun, berakhir di sini.
_______
TBC.
Mungkin sebentar lagi ending, kalian mau ending seperti apa? Sad ending atau happy ending, aku tunggu jawabannya ya! Hihi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Never Changes (Revisi)
Teen FictionCeritanya beda dari sebelumnya. 🔥JINRENE AREA🔥 Proses revisi, ceritanya berbeda ya dari sebelumnya... Sinopsis : Pernah ngerasain punya tetangga jail, suka usil, dan ga pernah seharipun ga gangguin lo? Joohyun merasakan hal itu, hampir setiap hari...