Seokjin berlari menuju atap sekolah, ia berlari sekencang mungkin tidak peduli panggilan dari Yoongi yang melihatnya dari sudut koridor.
Keringat bercucuran deras dari dahi Seokjin, keringat lelah bercampur panik, takut hal yang tidak dia inginkan terjadi.
Sesampainya di atap, ia segera menarik tangan Joohyun untuk turun, dan langsung memeluknya, "Kamu udah gila ya?" Suara Seokjin sedikit meninggi pasalnya ia sangat khawatir dengan yang telah Joohyun lakukan.
"Seokjin? Kenapa di sini?" Tanya Joohyun dengan polosnya.
"Harusnya aku yang tanya, kamu kenapa di sini? Bahaya tahu nggak!"
"Aku cuma lagi cari udara segar aja, ga ngapa-ngapain." Jawab Joohyun seadanya.
Seokjin melepaskan pelukannya kemudian menatap Joohyun, mencari kebohongan dari ucapannya, namun tidak ia temukan.
"Beneran?"
"Iyaa, aku ga segitu frustasinya sampai mau bunuh di—" belum sempat Joohyun melanjutkan kalimatnya, Seokjin langsung memeluknya lagi.
"Jangan, bahkan jangan sampai kepikiran buat kayak gitu, kamu harus mikirin orang tua kamu, bang Minho, dan aku." Ucapnya.
Joohyun menggeleng kemudian membalas pelukan Seokjin, "Aku masih waras, dan masih bisa berpikir jernih ya, aku cuma lagi meratapi nasib aja, kamu malah ganggu." Joohyun berusaha bercanda.
"Apaan pake acara meratapi nasib segala." Keluh Seokjin.
Joohyun lagi-lagi melepaskan pelukan mereka, "Kamu udah gak marah sama aku?"
Seokjin segera menggeleng, "Sejak kapan aku bisa marah sama kamu?" Protesnya.
"Buktinya, kamu ga ada inisiatif buat ngajak ngobrol, padahal aku pengen banget ngobrol sama kamu." Joohyun menunduk.
Seokjin menatap Joohyun lembut, "Aku selalu jagain kamu, walaupun ga bisa ada disamping kamu, tapi aku selalu mastiin kamu baik-baik aja, cuman aku ga mau aja ganggu belajar kamu."
Joohyun jongkok lalu menutup wajahnya, bahunya bergetar, ia baru sadar jika selama ini dia terlalu egois, terlalu berambisi untuk nilai, hingga mengabaikan orang-orang disekitarnya, "Maaf." Ungkapnya.
Seokjin ikut berjongkok lalu merangkul tubuh Joohyun, "Udah ah, ga ada yang perlu di maafin, kamu gak salah, aku ngerti perasaan kamu, semua udah berlalu kan? Aku juga udah lupa."
Joohyun belum berhenti menangis.
"Mau es krim?" Tanya Seokjin.
Joohyun menatap Seokjin dengan mata sembabnya.
"Mau nggak? Aku traktir."
Joohyun mengangguk dengan lucu. Seokjin yang gemas langsung mencubit pipi Joohyun, "Masih mempan aja disogok es krim." Seokjin terkekeh.
Joohyun mulai mengingat sesuatu "Tapi aku lagi diet."
Seokjin menatap Joohyun dengan tajam, "Ngga ada diet diet, badan udah kurus begini."
Joohyun manyun, ia tahu Seokjin paling tidak suka jika Joohyun diet, alhasil Seokjin menarik tangan Joohyun mengajaknya beranjak dari atap.
"Terus sekolah gimana?" Tanya Joohyun.
"Bolos lah, besok kan udah libur, jadi ga penting-penting amat kan hari ini?"
Joohyun mengangguk kemudian mengikuti langkah Seokjin. Tanpa Seokjin sadari Joohyun tersenyum memperhatikan Seokjin dari belakang, ternyata yang ia butuhkan bukanlah nilai yang paling tinggi atau pengakuan orang lain, namun bersama orang yang disayanginya begitu sudah cukup.
Kalau dipikir-pikir mama sama papa gak pernah nuntut aku buat dapat nilai tertinggi di sekolah, Seokjin juga bilang nilai ga selamanya penting di hidup ini, punya nilai tinggi tapi gak bahagia buat apa?
Sekarang aku paham semuanya, wawasanku tentang pendidikan juga berubah, aku mau belajar seperti Seokjin, belajar tanpa memaksakan diri, belajar sesuai porsinya, tidak berlebih pun tidak berkurang, secukupnya.
Karena belajar memang sangatlah penting, namun tidak selalu harus jadi yang utama sampai melupakan diri sendiri, refreshing sesekali juga gapapa, namanya juga hidup, pasti ada lelahnya, kalau dipaksakan? Yang ada jatuh sakit.
________
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Never Changes (Revisi)
Teen FictionCeritanya beda dari sebelumnya. 🔥JINRENE AREA🔥 Proses revisi, ceritanya berbeda ya dari sebelumnya... Sinopsis : Pernah ngerasain punya tetangga jail, suka usil, dan ga pernah seharipun ga gangguin lo? Joohyun merasakan hal itu, hampir setiap hari...