12. Penantian yang sia-sia✓

81 6 0
                                    

Silahkan vote

Silahkan koment.

Happy reading.

"Kamu masih ingat semua itu?". Afzhal kian bertanya pada Lasmi.

"Tentu aku ingat, bahkan aku tidak pernah melupakannya sedikit pun". Balas Lasmi.

"Tapi Lasmi. Aku tidak bermaksud untuk mengingkari semua perkataan ku waktu itu. Akan tetapi takdir kita berkata lain. Aku juga pernah mengatakan padamu jika ada orang yang mendahuluiku dan kamu senang dengannya maka terimalah dia. Dan ternyata kita tidak bisa untuk bersama, sekarang aku sudah menikah lasmi". Ucapan afzhal membuat Lasmi mematung. Perkataan laki-laki itu sungguh telah melukai perasaannya. Hatinya terasa sedang diiris ribuan pisau didalamnya.

"Apa? Kamu sudah menikah". Tanya nya masih tak percaya.
Rasa sakit yang begitu bergemuruh membuatnya tak sadar telah meneteskan air matanya berkali-kali dihadapan afzhal. Iya menunduk lantas tak berani lagi menatap pria yang sudah menjadi milik orang lain.

"Lasmi ku mohon jangan menangis, sungguh aku tidak bermaksud untuk melukai perasaan mu, tapi semua ini telah menjadi takdir kita".

"Afzhal. Aku yang menunggumu, namun orang lain yang kau jemput. Aku yang kau beri harapan, namun orang lain yang kau beri kepastian. Kita dua orang yang saling mencintai, namun tak mampu untuk memiliki". Perkataan Lasmi seketika membuat afzhal berfikir bahwa dirinya telah benar-benar melukai hati gadis tak berdosa itu. Tapi apalah daya nya sekarang yang sudah menikah dengan ayrin.

Tanpa sadari ayrin menatap mereka dari kejauhan. Gadis itu pun langsung menemui suaminya.

"Mas afzhal". Panggil ayrin sambil menuju kearah suaminya.
Ustadz afzhal tersentak saat ayrin tiba-tiba memanggilnya, dengan siagap iya pun menetralkan kembali ekspresinya.

"Ayrin, kemari lah". Ujar afzhal menyuruh istrinya mendekat.

"Ay, kenalin dia Lasmi. Lasmi dia ayrin istriku". Lagi-lagi ucapan afzhal seperti hantaman ombak yang begitu besar menghantam dirinya.

"Aku Lasmi. Sahabatnya afzhal". Walaupun sakit, terpaksa iya harus menyembunyikan semua lukanya saat ini. Namun tanpa seizinnya butiran bening itu terus keluar hingga telah membasahi pipinya.

"Mengapa kau menangis?". Ayrin binggung iya pun bertanya.

"Aaa tidak mataku hanya kemasukan debu saja". Lasmi mencari alasan.

"Heum baiklah, tapi apa perlu ku bantu tiupkan". Ayrin menawarkan bantuan. "Tidak, tidak perlu". Tolaknya Langsung. "Saya langsung pulang saja". Tanpa obrolan lagi Lasmi pun langsung pergi dari sana.

Ayrin menatap punggung wanita itu yang semakin jauh dari hadapannya. "Mas afzhal, kamu punya temen cewek ya". Ayrin menatap suaminya penuh intimidasi.

"Punya. Itu". afzhal menunjuk Lasmi yang semakin menjauh.

"Kenapa kamu gak pernah cerita, dasar Playboy". Kesal ayrin kemudian iya pun pergi dengan sedikit menghentakkan kakinya bak seperti anak kecil yang sedang merajuk.

"Sayang. Dengerin mas dulu". Afzhal mengejar istrinya dengan langkah cepat sampai iya bisa meraih tangan ayrin.

"Apaan sih pegang-pegang". Ketua ayrin.

"Jadi gak dibolehin nih..heumm". Ayrin hanya diam. Afzhal memegang kedua pipi istrinya lalu menatap mata gadis itu.

"dengerin mas ya sayang. Lasmi itu memang sahabatnya mas sejak masih SMA bahkan sampai sekarang. Tapi sekarang mas akan membatasi kedekatan mas sama dia karena mas bukan pria lajang lagi melainkan sudah jadi suami orang. Dan asal kamu tau sayang, sampai kapanpun gak akan pernah ada yang bisa gantiin posisi kamu dalam hatinya mas". Afzhal menunjuk pada bagian dadanya dengan tangan yang sebelahnya lagi masih setia mengelus pipi ayrin.

"Heuh modus". Ayrin memalingkan wajahnya.

Cup...

Tanpa aba-aba afzhal Langsung mencium ayrin tepat dibagian bibirnya. Ayrin membeku untuk sesaat, iya tidak menyangka afzhal akan melakukannya diluar rumah. Keduanya saling tertaut satu sama lain hingga beberapa detik.
Karena takut dilihat oleh orang lain, iya pun tersadar lalu melepaskan persatuan itu dengan nafasnya yang memburu.

"Kenapa?". Tanya afzhal.

"Ini diluar, nanti ada orang liat". Ujar ayrin, Karena malu iya pun berlari masuk kedalam rumah.

S
K
I
P

.........

Dengan perasaan dan hati yang kecewa, Lasmi terpaksa kembali pulang kerumah orang tuanya. Iya berjalan sendiri dijalan yang begitu sepi ditengah malam yang sudah larut. Pikiran dan hatinya terus saja memikirkan pria itu.

"Afzhal kenapa, kenapa kamu tega melakukan semua in. Setidaknya kamu bisa menghargai penantianku selama ini". Lasmi terus berteriak seperti orang frustasi, sesekali iya memukul kepalanya karena iya rasa dirinya terlalu bodoh dalam mencintai seseorang. Tepat jam dua pagi Lasmi sampai didepan pintu rumahnya.

Tok..
Tok..

"Assalamualaikum buk. Ibuu". Lasmi terus memanggil ibunya. Karena mendengar ada orang yang memanggilnya ibu Lasmi pun keluar untuk melihat siapa yang datang ditengah malam begini.

"Pak, diluar siapa". Ibu Lasmi membangunkan suaminya.

"Bapak juga gak tau, coba kita liat aja siapa yang datang". Keduanya pun langsung menuju pintu luar lalu melihat siapa yang datang".

"Astaghfirullah halazim, Lasmi. Nak kamu kenapa". Ibu Lasmi begitu panik saat tiba-tiba iya melihat anaknya yang ambruk tepat didalam pangkuannya.

"Pak cepat bantu angkat Lasmi pak". Dengan sigap orang tua Lasmi Langsung membawa putri merek masuk kedalam.
Ibunya mengoleskan minyak kayu putih di kening Lasmi serta mendekatkan minyak angin itu dekat hidung Lasmi.

Lasmi pingsan beberapa saat, hingga iya tersadar kembali. "Buuuuk, paaakk". Lirih Lasmi lemas memanggil orang tuanya.

"Maafin Lasmi. Lasmi gak dengerin kata-kata ibu sama bapak". Lasmi menyesali perbuatannya iya terus menangis sejak sadar dari pingsannya.

"Nak, sebenarnya kamu kenapa dan kamu kemana selama ini? Cerita sama ibu".

"malam ini Lasmi datang ke pesantren kyai Habil dan Lasmi lihat afzhal sudah kembali. Tapi yang bikin Lasmi sedih sekarang dia sudah menikah buk". Lasmi menangis tersedu-sedu, karena kasihan ibunya pun langsung menenangkan putrinya.

"Nak, kamu yang sabar ya. Itu artinya afzhal bukan jodoh kamu. Ibu juga udah pernah bilang sama kamu jangan terlalu larut dan mencintai seseorang".

"Ibu memang benar, tapi Lasmi tetap gak bisa buk. Lasmi gak bisa lupain afzhal. Lasmi cinta mati sama dia buk". Lasmi bersikeras dengan pendiriannya.

"Nak. Kamu gak usah mikirin dia lagi. Dia sudah punya istri dan dia pasti juga udah bahagia bersama istrinya, kamu juga harus bisa bahagia Lasmi. Ibu mohon kamu terima ya lamarannya nak Rian". Ibu Lasmi berusaha meyakinkan anaknya.

"Lasmi tetap gak mau buk. Lasmi hanya mau afzhal". Iya pun membalikkan badannya membelakangi orang tuanya.

"Buk, lebih baik kita keluar. Biarkan Lasmi istirahat dulu".

TBC


Kita dan Sang PenciptaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang