"Aku mencintaimu..."
Stela menggeleng, mencoba menghilangkan perkataan Steve beberapa hari lalu yang seperti kaset rusak dikepalanya. Lalu beralih menepuk-nepuk kedua pipinya yang tiba-tiba memerah saat mengingat ciuman yang Steve lakukan padanya.
Bukan hanya pada hari itu saja, Steve juga melakukan hampir setiap hari setelah berkata demikian. Perilaku Steve memang tidak jauh berbeda dengan dulu, tapi Steve yang ini lebih agresif dan memperlakukannya lebih manis juga hati-hati.
Stela juga sedikit merasa bersalah karna sudah menampar Steve. Ia terkejut, tapi juga kesal saat Steve melakukan itu. Tapi setelah mendengar pengakuannya, Stela dibuat luluh lantah. Walaupun awalnya Stela tidak mempercayai omongan pria itu.
Stela dibuat melayang, tapi terkadang juga was-was saat mengingat mimpi itu. Tapi semoga saja Steve tidak seperti yang berada didalam mimpinya.
"Stela... Kenapa kau tidak membangunkan ku?" Suara berat Steve terdengar, membuat Stela mematung dengan jantung berdegup kencang.
Steve berjalan mendekati Stela dan memeluknya dari belakang, menumpukan kepalanya diatas bahu perempuan itu dengan sesekali menggesekan hidungnya disana.
"Kau sedang apa?"
Stela gugup, tapi perempuan itu berusaha agar terlihat biasa saja. "Aku sedang membuat pasta. Minggir Steve, kau membuatku tidak bisa bergerak." Tangannya mencoba melepaskan pelukan Steve, tapi pria itu malah semakin mengeratkan tangannya. Membuat Stela menghela nafas dan mau tidak mau membiarkan Steve tetap pada posisinya.
"Semalam tidurku sangat nyenyak, bahkan lebih nyenyak dibandingkan beberapa hari lalu." Steve menyusup kan tangannya kedalam kaos yang Stela kenakan, mengelus lembut perut rata perempuan itu.
"Bagaimana? Apakah masih terasa sakit?"
Stela menggeleng dan berusaha menyingkirkan tangan nakal Steve dari balik kaosnya. "Apa yang kau lakukan? Keluarkan tanganmu Steve!"
Steve menggeleng, tapi tak ayal ia menurut dan kembali memeluk Stela dengan erat. Kepalanya mendusel manja diperpotongan leher perempuan itu.
Semalam mereka tidur disatu kamar yang sama, yaitu didalam kamar Stela. Perempuan itu terus saja mendesis kesakitan seraya meremas perutnya sendiri. Steve jelas khawatir, dan dengan paksaan akhirnya mereka bisa tidur disatu kamar bahkan satu ranjang yang sama.
Setelah bersitegang hari itu, Steve berhasil meluluhkan Stela dan mendapat maaf dari perempuan itu. Ada rasa bangga dihatinya, bahkan Steve berniat mengadakan syukuran saat Stela tidak lagi menjauhinya. Walaupun terkadang perempuan itu tiba-tiba seperti orang linglung yang memiliki banyak alasan untuk membuatnya tidak mendekat.
Sekarang Steve lega, ternyata Stela tidak memiliki rasa apapun pada David. Stela juga berniat menolak pernikahan itu bahkan disaat sebelum ia mengabaikan Stela karna rasa cemburunya. Jujur saja Steve merasa bersalah. Andai saja ia bertanya lebih dulu, mungkin ia tidak akan membuat Stela kesepian dan malah semakin dekat dengan David.
"Bodoh!"
Steve selalu saja memaki dirinya sendiri. Bodoh sekali dirinya! Steve malah memberikan kesempatan untuk David berdekatan dengan Stela. Walaupun alasannya karna Stela merasa kesepian, juga David sangat kakakable untuk Stela. Tapi Steve tetap tidak terima!
"Lebih baik kau bersiap Steve, kau harus bekerja untuk membayar sewa apartemen ini." Stela berujar seraya melepaskan lilitan tangan Steve. Perempuan itu sedikit menjauh dan menatap Steve yang masih berdiri ditempatnya.
"Cepat bersiap, aku yang akan menyiapkan sarapan."
Steve terkekeh, pria itu malah berjalan mendekat dan berdiri dihadapan Stela. Mensejajarkan wajahnya dan memberikan kecupan manis dibibir tipis perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sister Of The Male Lead [END]
FantasyHanya karna tertimpa sebuah bola, tiba-tiba jiwa Nadine berpindah. Gadis itu menempati tubuh seorang perempuan manis yang menjadi kakak kembar dari sang tokoh utama dari novel 'Love Language' yang pernah ia baca. "Bukankah sebelumnya kita pernah men...