"Stela... Ayo kembali, kau sudah terlalu lama berdiam diri disini."
Stela yang semula tengah memetik buah apel terhenti, ekspresi nya berubah cemberut dan kesal. "Aku masih mau disini Nadine, apa maksudmu menyuruhku kembali?"
Nadine menghela nafas, memijat pangkal hidungnya. "Pulang Stela... Apa kau tidak mendengar orang-orang memanggil namamu?'
Stela mendengus, memalingkan wajahnya ke samping.
Nadine menggeleng. Semenjak Stela koma, perempuan itu menetap didalam alam bawah sadarnya dengan membawa dirinya. Sudah terasa sangat lama mereka melakukan apapun sesuka hati didalam ruangan tak terbatas ini, dan Nadine bosan mendengar orang-orang memanggil nama Stela yang menyuruh perempuan itu agar cepat sadar.
"Apa kau tidak merindukan pria yang selama ini ingin kau temui?"
Stela mematung, jantungnya seperti tertusuk duri saat mengingatnya. "Aku merindukan nya, tapi... Aku tidak ingin bertemu dengannya."
Stela takut, sangat takut. Ingatan nya sudah kembali, ingatan tentang hidupnya sudah kembali. Hal yang paling Stela takutkan adalah Steve, hal yang paling Stela hindari juga Steve, dan hal yang Stela rindukan tetap Steve.
"Bisakah aku tetap disini? Aku tidak ingin melihat Steve lagi, walaupun aku merindukan nya." Gumamnya dengan menunduk.
Nadine berdecak. "Kembali lah untuk keluarga mu, bukan untuk pria itu. Kau masih memiliki seorang Ibu dan Ayah, adik dan seseorang yang menunggumu sadar juga berharap kau kembali menginganya. Apa kau tega membuat mereka khawatir terus menerus? Apa kau tidak kasihan pada mereka Stela?" Pertanyaan beruntun dari Nadine membuat Stela terdiam. Benar juga, masih banyak orang-orang yang mengkhawatirkannya. Seharusnya Stela masa bodo dengan Steve, tidak perlu memperdulikan nya.
Kepalanya mengangguk, tapi tangannya terkepal erat. "Baik! Aku akan pulang! Tapi aku ingin meminta satu hal darimu, jangan pernah menghilang dari pik---"
Ctak!
"Enak saja! Apa kau ingin membuatku terus terkurung didalam otakmu? Apa kau tidak akan membiarkan aku menjalani hidupku sendiri dengan tenang hah?!!" Nadine bertanya murka, ia juga memiliki kehidupan tersendiri walaupun awalnya Stela yang menciptakan nya. Namun anehnya, ia bisa hidup bebas jika Stela tidak mengingat tentangnya.
"Sekarang pulang, masuklah kedalam sumur itu." Telunjuknya mengarah kearah belakang pohon didepan sana, lalu mengeluarkan sebuah kotak dari dalam sakunya dan mengambil satu buah anggur. "Makan ini, setelahnya kau tidak akan mengingat tentang diriku lag---"
"Tidak mau!!" Stela menggeleng, dan itu membuat Nadine naik darah. Gadis itu menghampiri Stela, mencengkram dagunya dan memasukan anggur itu kedalam mulut Stela hingga perempuan itu menelannya bulat-bulat.
"Ohok!! Sakit bodoh!!!"
Nadine terkekeh, tidak merasa bersalah sedikitpun. "Cemen, itu hanya sebesar kuku jari kelingking, tidak akan membuat tenggorokan mu terluka."
Stela terbatuk pelan, lalu kakinya melangkah menghampiri sumur dibalik pohon itu dengan Nadine yang mengikuti dibelakangnya.
Sedikit mengintip kedalam sumur itu, Stela bergidik ngeri melihat betapa gelapnya didalam sana. "Really? Apa aku harus masuk kedalam sana?"
Nadine mengangguk. "Cepat! Jika tidak, kau akan terkena macet dan terlambat!!"
Stela berdecak. "Tapi... Jika kau ikut masuk, apakah kau akan hidup normal seperti ku?" Stela berharap ia bisa berteman dengan Nadine didunia nyata, bukan dialam bawah sadarnya seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sister Of The Male Lead [END]
FantasyHanya karna tertimpa sebuah bola, tiba-tiba jiwa Nadine berpindah. Gadis itu menempati tubuh seorang perempuan manis yang menjadi kakak kembar dari sang tokoh utama dari novel 'Love Language' yang pernah ia baca. "Bukankah sebelumnya kita pernah men...