"Steve brengsek!" Stela melenguh, matanya memejam erat dengan mencoba menjauhkan tubuh Steve diatasnya.
Stela bersumpah, ia tidak akan pernah memaafkan apa yang saat ini tengah Steve lakukan.
"Jika sampai aku hamil," matanya melotot tajam namun berkaca-kaca, dengan bibir bergetar Stela melanjutkan. "Aku akan membunuh anak itu dan diriku sendiri!!"
Duak!
"Dasar kebo, bangun Steve! Bukankah kau memiliki jadwal pagi?!!"
Pukulan dikepalanya dan suara nyaring yang sangat jelas Steve kenali, membuat pria itu membuka matanya. Bibirnya meringis, rasa sakit dikepalanya memberikan efek pening.
"Apa yang kau lakukan Stela?" Paraunya seraya mengusap kepalanya sendiri, entah apa yang Stela pakai untuk memukulnya.
Bukannya merasa bersalah, Stela malah berkacak pinggang dengan tatapan garangnya. "Bukankah kau semalam berkata memiliki jadwal pagi? Ini sudah pukul 10 Steve!" Teriaknya dengan tanga terkepal. Gemas dengan Steve yang lemot jika baru bangun tidur seperti ini.
Steve melirik jam kecil diatas nakas. Menghela nafas panjang, ternyata Stela berbohong.
Beranjak dari tempatnya, Steve berjalan menuju kamar mandi. Saat melewati Stela, ia lebih dulu memberikan kecupan manis dipipi perempuan itu lalu berkata. "Morning kiss, dan tolong siapkan pakaianku." Dan menghilang dibalik pintu.
Menutup matanya rapat, dadanya naik turun dengan tangan terkepal erat. Mimpi itu... Itu adalah kejadian dimalam itu, Steve ingat jelas. Walaupun ia tengah mabuk, tapi entah kenapa ia bisa mengingat semuanya dengan jelas.
Dan kalimat yang ada didalam mimpinya itu adalah hal yang Steve takutkan. Stela memang sungguh-sungguh dalam ucapannya. Tapi sebelum itu terjadi, Steve yang lebih dulu membuat bayi itu menghilang tanpa disengaja.
"Mungkin karna alasan itu juga yang membuat Stela beberapa kali mencoba bunuh diri, dia sudah berjanji dengan dirinya sendiri." Steve menunduk, mencengkram erat gagang pintu.
Setiap mengingat itu, Steve tidak bisa jika tidak menangis. Sungguh ia menyesal. "Maafkan aku..."
Brak... Brak...
"Steve, ponselmu berbunyi..."
Suara gebrakan pintu dengan diiringi pekikan Stela, membuat Steve buru-buru membasuh wajahnya dan keluar dari dalam kamar mandi.
Stela yang berdiri disamping pintu mendongak, lalu tangannya menunjuk ponsel pria itu yang masih berbunyi diatas ranjang.
"Nadanya bagus ya? Wiiii ahhhh... Japanizu blablablaaa... Boleh aku meminta nya?" Dengan senyuman manis, Stela menggoyangkan lengan Steve.
Alis Steve menyatu, merasa asing dengan nada dering ponselnya sendiri. "Zack sialan, berani-beraninya kau!"
Dengan kesal, Steve meraih ponselnya dan menolak panggilan itu.
Steve ingat, kemarin Zack meminjam ponselnya untuk menelepon seseorang, dan sepertinya pria itu dengan tanpa seizinnya mengganti nada dering miliknya menjadi aneh seperti ini.
"Wiii aaaaaah.... Japanizu... Jajapaneee..." Stela bernyanyi. Suara yang berasal dari ponsel Steve tadi terngiang-ngiang dikepalanya. Bahkan dengan tidak tau malunya Stela bergoyang dengan kedua tangan dibelakang kepala.
Steve menggigit bibirnya, entah kenapa tarian yang Stela lakukan terlihat seksi dimatanya. Dengan jakunnya yang naik turun, Steve berbalik dan kembali masuk kedalam kamar mandi.
"Sial!"
Sedangkan Stela, perempuan itu masih menggoyangkan pinggulnya dengan kepala yang ikut bergoyang. Berjalan keluar dari kamar Steve, turun kebawah dan meraih remote televisi diatas sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sister Of The Male Lead [END]
FantasíaHanya karna tertimpa sebuah bola, tiba-tiba jiwa Nadine berpindah. Gadis itu menempati tubuh seorang perempuan manis yang menjadi kakak kembar dari sang tokoh utama dari novel 'Love Language' yang pernah ia baca. "Bukankah sebelumnya kita pernah men...