Setelah membeli makanan dari kantin, Isabel berjalan santai menuju taman belakang. Niatnya ingin makan siang disana sembari melihat taman bunga yang sangat terawat.
Memilih duduk di bangku kayu yang terdapat dibawah pohon, Isabel mulai menikmati makan siangnya dengan khidmat. Memperhatikan sekelilingnya dalam diam.
"Menaklukkan pria dingin adalah hobiku. Tapi mengapa dia sangat sulit ditaklukkan? Beberapa pria yang pernah menjadi objek hobiku hanya membutuhkan waktu 2 bulan saja, tapi entah kenapa yang ini terasa sangat sulit dijangkau?" Monolognya bingung.
Lalu Isabel berdecak kecil. "Dasar merah muda, kau membuatku malah semakin tertarik dan bertekad untuk meluluhkan mu dengan segala cara."
Mengalihkan pandangannya pada sisi kanan. Senyumnya tiba-tiba merekah saat melihat pria berambut biru tua yang tengah memotret pemandangan, warna rambut mereka hampir sama dengan rambutnya yang berwarna biru muda.
"Tapi sebelum itu, aku harus menaklukkan pria dingin nan tengil itu yang sudah menjadi incaran ku sejak lama."
•••••••••
"Makan yang banyak, lalu setelah itu minum obatnya. Kau mengerti Pangeran tampan?" Steve bertanya dengan nada lembutnya, menepuk beberapa kali puncak kepala bocah laki-laki itu.
Pangeran mengangguk, matanya menghilang saat bibirnya melengkungkan senyuman manis.
Steve yang melihatnya jadi gemas sendiri, senyuman pasiennya ini hampir sama dengan senyuman Stevan, adiknya yang kini bersama sang Ibu dikota yang berbeda dan lumayan jauh dengannya.
Isabel yang memang mengikuti Steve sedari tadi ikut tersenyum dalam diam. Ada rasa hangat saat melihat senyuman yang pertama kali ia lihat, senyum manis... Steve.
Setelah dirasa pekerjaannya selesai, Steve kembali kedalam ruangannya. Tentu dengan Isabel yang terus membuntutinya, padahal seharusnya perempuan itu bisa pergi karna tugasnya sudah selesai.
"Ada apa?" Tanya Steve dengan nada risih, ia ingin istirahat setelah beberapa kali memasuki ruangan pasiennya. Wajahnya juga sudah keruh, benar-benar membutuhkan istirahat walaupun hanya beberapa menit saja.
Isabel tersenyum kecil. "Dokter seperti sangat lelah, apa ada yang bisa saya bantu?"
Tak lama Steve mengangguk. "Ada." Jawabnya seraya mendudukkan dirinya diatas sofa, sebelah kakinya bertumpu pada lutut. Jas Dokter kebanggaan nya terlempar disisi sofa. Perlahan tangannya membuka dua kancing teratas, membuat rahangnya yang kokoh serta dadanya yang dibasahi oleh keringat terlihat dengan jelas.
Niatnya Steve ingin meminta membelikan sesuatu yang segar dikantin pada Isabel, toh perempuan itu sendiri yang menawarkan.
Isabel sampai meneguk ludahnya beberapa kali, pemandangan itu sangat menggiurkan dan menggoda. Apalagi pikiran-pikiran aneh mulai memenuhi isi kepalanya. Seperti, apakah Steve menyuruhnya untuk memanjakan pria itu agar menghilangkan rasa penatnya?
Dengan langkah pelan penuh percaya diri, Isabel menghampiri Steve setelah melepaskan sanggul rambutnya. Turut membuka dua kancing pakaiannya dan berjalan berlenggak lenggok dihadapan Steve.
Steve yang melihatnya tentu saja bingung, apa yang sedang dilakukan perempuan itu?
"Dipijat atau memijat?"
Steve memicingkan matanya, pertanyaan apa yang baru saja Isabel keluarkan?
"Kau salah makan?" Tanyanya sembari mendongak saat Isabel sudah berdiri didepannya. Alis Steve terangkat bingung, uang yang sudah berada di telapak tangan dan mengarah pada Isabel menggantung diudara.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sister Of The Male Lead [END]
FantasíaHanya karna tertimpa sebuah bola, tiba-tiba jiwa Nadine berpindah. Gadis itu menempati tubuh seorang perempuan manis yang menjadi kakak kembar dari sang tokoh utama dari novel 'Love Language' yang pernah ia baca. "Bukankah sebelumnya kita pernah men...