"STELA!!!"
BRAK!!
Nafas Steve memburu, pintu yang baru saja pria itu dobrak terbelah menjadi dua. Kaki panjangnya melangkah cepat memasuki sebuah kamar yang menurut Dery itu adalah tempat Stela berada.
"STELA!!"
Bahkan setelah Steve menggeledah semua isi ruangan, tidak ada satupun tanda-tanda Stela diruangan ini. Jantung Steve berdetak kencang, matanya bergulir kesana kemari, dan disaat yang bersamaan, kain tipis yang menghalangi jendela berkibar, memperlihatkan jendela yang terbuka lebar.
Steve berjalan mendekat, menarik kain itu dengan emosi dan membuangnya kesembarang arah. Manik tajamnya memantau segala sesuatu diluar sana, sampai pada akhirnya Steve menemukan siluet seseorang yang masuk kedalam hutan.
"Sialan!"
Steve berlari kesetanan keluar dari rumah itu, bahkan mengabaikan pertanyaan Dery yang terlihat senang dengan kinerjanya sendiri.
'Kumohon, jangan lagi!!'
Rasa cemas, takut dan panik menjadi satu. Bahkan saking besarnya rasa itu, Steve tidak bisa membendung air matanya sendiri. Jangan sampai Steve kehilangan Stela, ia tidak ingin itu terjadi lagi.
Steve terus berlari ditengah hutan yang gelap, sampai akhirnya menemukan seseorang yang tengah berdiri dengan perempuan digendongannya. Steve berhenti, lalu menatap sekelilingnya yang perlahan bermunculan banyak pria kekar berpakaian hitam.
Tanpa berkata apa-apa, Steve perlahan melangkah mendekat dan tanpa disangka seseorang memukul kepalanya dari belakang. Steve terduduk, kepalanya menunduk dengan cairan merah yang perlahan mengalir dilehernya.
"Cih, itu hanya sebuah balok, tapi kau sudah tumbang di depanku bocah." Hendra tertawa, terlihat sekali pria itu mengejek keadaan Steve.
"Jika kau seperti itu, bagaimana kau bisa menjaga Stelaku? Kau terlalu lemah Steve, sama seperti Ayahmu." Tersenyum miring, kemudian Hendra berbalik dan hendak meninggalkan Steve dengan para anak buahnya.
Namun saat kakinya melangkah, suara tembakan menggema. Bukan hanya satu kali, tapi berkali-kali yang membuat Hendra kembali berbalik.
Hendra sedikit terkejut saat melihat semua anak buahnya terkapar dengan darah dimana-mana. Namun seringainya tetap tertahan disudut bibirnya.
"Kau? Membunuh semua bawahanku?"
Steve bergeming, tidak berniat menjawab atau bahkan menatap wajah Hendra yang terlihat busuk didepannya. Kakinya kembali melangkah, mendekati Hendra yang terlihat tidak takut sama sekali. Bahkan pria itu juga mengeluarkan sebuah pistol dan ditodongkan tepat dikepala Stela yang berada di pelukannya.
"Ayo kemari, dengan begitu kau akan melihat jelas perempuan tercintamu ini mati."
Dor!
Satu tembakan tepat mengenai tangan Hendra yang menggenggam pistol, hingga benda itu terlempar cukup jauh.
"Sialan!!" Hendra menggeram marah, darah bercucuran dari tangannya dan bahkan mengenai Stela.
Steve melangkah lagi, dengan senjata yang senantiasa berada ditangannya seraya berkata. "Sebelum kau bisa melakukan itu, kau yang akan mati lebih dulu." Ia kembali menodongkan senjatanya, kali ini membidiknya dipaha kanan Hendra.
"Kau tidak akan bisa memiliki Stela, karna dia tercipta hanya untukku."
Hendra murka, pria itu menghempaskan Stela begitu saja, lalu meraih senjata lainnya yang berada didalam saku jasnya dan kemudian mengarahkannya pada Steve.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sister Of The Male Lead [END]
FantasiHanya karna tertimpa sebuah bola, tiba-tiba jiwa Nadine berpindah. Gadis itu menempati tubuh seorang perempuan manis yang menjadi kakak kembar dari sang tokoh utama dari novel 'Love Language' yang pernah ia baca. "Bukankah sebelumnya kita pernah men...