Setelah menempuh perjalanan hampir 30 menit, akhirnya Stevan dan Fearly sampai didepan apartemen Steve. Beberapa kali memencet bel dan terbuka lah pintu itu dengan wajah bantal Stela yang melongok disana.
"Hm? Ada Ibu dan Stevan?" Stela bergumam seraya menguap. "Pagi-pagi seperti ini?"
Fearly menggeleng kecil, merasa geli melihat Stela yang berbicara seorang diri. Berjalan menghampiri anaknya itu dan membawanya kedalam pelukan.
"Ini Ibu, apakah kau terganggu dengan suara bel yang Stevan bunyikan?" Tanyanya seraya menuntun Stela masuk kedalam apartemen, lalu mendudukkan anaknya itu diatas sofa dengan masih memeluknya dengan erat.
"Aku sangat merindukan Ibu." Stela beralih menyimpan kepalanya diatas paha Fearly, menjadikan paha perempuan itu sebagai bantal.
Stevan yang melihat interaksi kedua orang tersayang nya menggeleng kecil, lalu berjalan menghampiri keduanya dan duduk diseberang mereka.
"Apa Kakak tidak merindukanku juga?"
Stela menoleh dan sedikit mengintip lewat celah matanya. "Tidak ada kata rindu untuk adik yang tidak pernah berkunjung lagi." Lalu kembali menutup rapat matanya dan tertidur lelap.
Stevan mendengus, pria itu berdecak kecil. "Padahal alasannya sudah jelas bahwa aku sibuk dengan pendaftaran kuliahku, dasar Kakak tidak pengertian." Gerutunya, lalu beranjak dari duduknya dan berjalan menuju dapur.
Fearly terkekeh, wanita itu menggeleng kecil melihat Stevan. Lalu pandangannya mengarah pada Stela, mengelus lembut rambut merah muda itu yang mengingatkan nya pada Hendrix.
"Sepertinya pria itu sudah mengetahui tentang anaknya bersama Hely." Fearly menghela nafas. "Apakah aku harus merelakan salah satu anakku diambil alih oleh pria itu? Tapi jujur saja, aku sangat keberatan dan tidak rela jika sampai Hendrix membawa salah satu anakku."
Fearly mengecup singkat kening Stela. "Entah kenapa Ibu merasa kau tidak aman jika tinggal disini Stela, Ibu takut kau mengalami hal buruk."
Sepertinya keputusan yang ia pikirkan semalam adalah jalan yang benar. Walaupun mereka sudah hidup bersama selama ini, tapi mereka bukanlah saudara kandung. Fearly takut salah satu dari mereka menaruh rasa cinta yang mana itu akan membuat mereka terobsesi dan melakukan segala cara agar bisa mendapatkan nya.
Terutama Steve. Pria itu sama seperti Hendrix, penuh obsesi dan akan mengejar apapun yang dia rasa berharga. Tidak beda jauh dengan Stela, hanya saja Stela lebih memilih mengalah jika sesuatu yang ingin perempuan itu capai tidak dapat dimiliki.
"Jika kau tidak ingin tinggal bersama Ibu, Ibu bisa membelikanmu sebuah apartemen sayang."
•••••••••••
Setelah keluar dari dalam mobilnya, Steve berjalan lunglai menuju gedung apartemen didepannya. Setelah menaiki lift dan sampai didepan pintu apartemennya, Steve langsung membukanya dan masuk kedalam tanpa berkata apapun.
Kakinya melangkah menuju kamar Stela, menarik knop pintu itu lalu membukanya. Kakinya melangkah semakin kedalam, lalu merebahkan tubuhnya diatas ranjang yang berbau khas Stela.
Ceklek
Saat mendengar pintu kamar mandi terbuka, Steve buru-buru merubah posisinya menjadi duduk tegak. Wajahnya berubah memelas saat melihat Stela berjalan melewatinya dan malah duduk didepan meja rias.
"Stela... Apa kau tidak merindukanku?" Tanyanya dengan lemas. Semalam ia tidak pulang ke apartemen dan memilih tidur dirumah sakit saja karna matanya benar-benar mengantuk sesaat setelah menerima kopi dari Dery. Entah apa yang pria itu campur kan, tapi yang jelas Steve mengantuk berat dan akan berbahaya jika dipaksakan membawa mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sister Of The Male Lead [END]
FantasyHanya karna tertimpa sebuah bola, tiba-tiba jiwa Nadine berpindah. Gadis itu menempati tubuh seorang perempuan manis yang menjadi kakak kembar dari sang tokoh utama dari novel 'Love Language' yang pernah ia baca. "Bukankah sebelumnya kita pernah men...