Selama proses pemulihan, Stela senantiasa menemani Steve dan menyemangati pria itu. Tentu Steve merasa bahagia karna Stela selalu berada disisinya, jadi dengan semangat menggebu-gebu, Steve ingin sembuh secepat mungkin.
Dan dipagi hari seperti ini, rutinitas yang biasa Stela lakukan adalah sarapan bersama Steve. Selesai dengan itu, Stela akan membantu Steve membersihkan beberapa bagian tubuhnya menggunakan handuk kecil yang sudah dicelupkan kedalam air hangat.
"Stela."
Stela hanya berdehem kecil dan menatap sekilas pada Steve, perempuan itu tengah fokus membersihkan bagian leher dan bahu pria itu.
Membasahi bibirnya sendiri, Steve bersiap bertanya walaupun dirinya tidak benar-benar siap.
"Sevior itu, siapa? Apakah dia putramu bersama... David?" Sebenarnya pertanyaan ini sudah lama ingin Steve keluarkan, namun Steve benar-benar tidak sanggup jika jawaban yang akan Stela keluarkan sama dengan jawaban yang ada dipikirannya.
Stela terdiam, begitu juga Steve yang langsung menunduk dan menunggu akan jawaban yang Stela berikan. Steve sudah siap, walaupun kedua tangannya bergetar.
Mendengar pertanyaan Steve yang aneh seperti itu tentu saja membuat Stela heran, perempuan itu lalu duduk dihadapan Steve dan menatapnya dengan intens.
"Jadi, ini alasanmu selalu mengalihkan pembicaraan saat aku membicarakan Sevior dan David?" Mengangguk beberapa kali, akhirnya Stela mengetahui alasan mengapa disetiap ia berbicara tentang Sevior dan David, wajah Steve akan masam dan mengalihkan pembicaraan mereka secara tiba-tiba.
Tentu saja Stela merasa bingung, tetapi sekarang ia mengerti. Jadi dengan kesadaran penuh, Stela menjawab.
"Iya, Sevior adalah putraku bersama David. Kami menikah disaat kau koma dan itu semua adalah perintah yang kau berikan, benarkan?" Stela sebenarnya kesal, bisa-bisanya Steve bertanya hal aneh seperti itu. Jadi untuk meredamkan kekesalannya itu, Stela akan balas membuat Steve kesal juga.
"Sevior adalah bayi yang menggemaskan, sama seperti David. Rambutnya menurun dariku, sedangkan warna matanya berasal dari David. Sungguh menggemaskan bukan?" Stela terus berkata hal-hal yang sekiranya bisa membuat Steve kesal, bahkan Stela tidak segan-segan membanggakan David dihadapan Steve.
"Dia sungguh pria idam---"
"Jika benar begitu, mengapa kau memperlakukanku seakan kau mencintaiku? Mengapa kau rela menghabiskan waktu bersamaku dan meninggalkan keluarga kecilmu?"
Mengerjap kecil, Stela merapatkan bibirnya saat melihat kedua mata Steve yang memerah dan berkaca-kaca. Bibir pria itu bergetar dengan hidung yang juga memerah. Raut wajah Steve benar-benar menyedihkan, yang mana membuat Stela merasa kasihan namun ingin tertawa karna gemas. Sejak bangun dari tidurnya, Steve memang lebih sensitif dan mudah sekali menangis seperti ini.
"Kau seharusnya tidak disini, putramu masih sangat kecil dan dia membutuhkanmu." Steve menunduk, suaranya bergetar dan air matanya tidak bisa dibendung lagi. Seharusnya ia senang, namun entah mengapa terasa menyakitkan.
Stela melakukan semua itu karna perintahnya, jadi seharusnya Steve berbahagia, bukan menangis seperti ini. Benar-benar cengeng, Steve jadi kesal sendiri dan itu malah membuatnya terisak.
Stela kalang kabut, perempuan kelimpungan dan menepuk-nepuk kepala Steve, berharap pria itu berhenti menangis.
"Steve, kau benar-benar menangis?" Semuanya sudah terlihat jelas, namun entah mengapa Stela ingin bertanya. Lalu Stela memilih memeluk tubuh telanjang Steve dan menepuk-nepuk punggung pria itu.
"Apa yang kau tangisi? Bukankah seharusnya kau senang karna aku menuruti perkataanmu waktu itu?" Akibat dari pertanyaannya, Steve semakin terisak dan merengek tidak jelas seraya memeluknya dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sister Of The Male Lead [END]
FantasyHanya karna tertimpa sebuah bola, tiba-tiba jiwa Nadine berpindah. Gadis itu menempati tubuh seorang perempuan manis yang menjadi kakak kembar dari sang tokoh utama dari novel 'Love Language' yang pernah ia baca. "Bukankah sebelumnya kita pernah men...