Setelah menempuh perjalanan yang jauh dan lumayan memakan waktu lama, Steve bergegas menyelinap masuk kedalam pagar besar didepannya. Terdapat rumah mewah yang menjulang tinggi didepannya, bahkan sampai membuat Steve bertanya-tanya.
"Sialan, aku kecolongan."
Beberapa bulan yang lalu, tanah yang sekarang sudah terdapat rumah mewah itu masih kosong, dan Steve berencana membuatkan rumah masa depannya dengan Stela.
Steve hanya ingin ada mereka berdua saja didalam rumah, jauh dari keramaian dan menikmati ketenangan. Tempat yang berada didekat hutan dengan aliran sungai dibelakangnya, benar-benar cocok untuk mereka menghabiskan waktu berdua saja.
Tempat itu adalah milik Hendrix, warisan dari Kakeknya. Tapi dengan lancangnya, orang itu malah mendahuluinya.
Steve perlahan melangkah semakin dalam, dan sudah ada seseorang yang berdiri diambang pintu menunggunya.
"Lama sekali, aku yakin wanitaku sudah di apa-apakan oleh pria tua itu." Sinisnya dengan mendelik kecil pada Steve.
Steve tidak menanggapi, pria itu malah menatap jam tangannya. "Masih tersisa 15 menit untuk kita memasang bom penghancur." Katanya dengan malas. Lalu Steve langsung masuk kedalam rumah mewah itu, suasananya sangat dingin dan senyap, seperti tidak ada tanda-tanda orang yang menempati rumah ini.
"Aku sudah membereskan penjaga rumah ini, maka kau harus berlutut dan berterimakasih padaku Steve." Tanpa dipinta, pria itu menjelaskan mengapa keadaan rumah ini sangat diluar prediksi Steve.
Memutar bola matanya malas, Steve bersedekap dada. "Sebagai seorang keponakan dari pemilik rumah sakit, sepertinya aku tidak cocok berlutut padamu Dokter Dery." Ungkapnya yang membuat Dery mendengus masam.
"Walaupun kau seniorku, tapi pangkatku lebih tinggi darimu."
"Tidak berubah, selalu sombong dan angkuh." Sinisnya seraya berjalan semakin masuk kedalam. "Ayo cepat, tua bangka itu ada dilantai 5, dia sudah menyekap Stela 3 hari dan membiarkan wanitaku tertidur selama itu."
Ingin sekali rasanya Steve memberikan bogeman mentah pada wajah Dery, tapi dalam keadaan seperti ini, rasanya tidak pantas jika harus berkelahi hanya karna sebutan saja.
"Tapi kenapa baru kemarin malam dia mengirimkan pesannya?"
Dery mengedikan bahunya. "Entah, aku hanya bertugas mengawasi pergerakan kalian saja. Pria tua itu licik, dia menyuruhku mengawasi kalian, dan tidak membiarkanku menjaga wanitaku! Menyebalkan!"
Steve berekpresi datar, ia sungguh kesal mendengarnya. 'Dia wanitaku sialan!'
Keduanya melangkah semakin masuk kedalam. Menaiki lift dan berhenti tepat dilantai 4. Menyadari hal itu, Steve bertanya-tanya.
"Bukankah lantai 5? Kenapa kita berhenti disini?"
Dery hanya tersenyum kecil, kemudian kakinya melangkah keluar dan di ikuti oleh Steve dibelakangnya. Saat keduanya berbelok kearah kanan, terdapat seorang perempuan yang tengah duduk manis, perempuan itu memang seakan tengah menunggu mereka berdua.
"Wahwahwahhhh... Aku tidak menyangka, ternyata yang dikatakan pria tua itu benar. Akan ada seorang pengkhianat dan pria tampan!!"
Dery mendatarkan wajahnya. Sebutan pengkhianat sudah jelas untuknya. Namun apa-apaan pria tampan? Kenapa hanya Steve yang disebut tampan? Padahal ia lebih segalanya dari pada bocah itu.
"Yaa begitulah, aku memiliki firasat jika kau akan ikut campur tangan untuk malam ini." Dery meregangkan tubuhnya, ia akan menghadapi perempuan didepannya dan mengesampingkan dulu perihal kata 'tampan' yang menganggu gendang telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sister Of The Male Lead [END]
FantasyHanya karna tertimpa sebuah bola, tiba-tiba jiwa Nadine berpindah. Gadis itu menempati tubuh seorang perempuan manis yang menjadi kakak kembar dari sang tokoh utama dari novel 'Love Language' yang pernah ia baca. "Bukankah sebelumnya kita pernah men...