TSOTML : 10

31.1K 2.7K 30
                                    

"Bu, sudah berapa lama Kakak kembarku itu tidak kesini?"

Pertanyaan yang tiba-tiba dari si bungsu itu membuat Fearly yang semula tengah memasak menoleh, mematikan kompor dan menghampiri Stevan.

"Apa kau merindukan mereka? Tumben sekali." Fearly terkekeh, sedikit merasa aneh.

Stevan berdecak kecil, kepalanya menoleh kesamping, menghindari bersitatap dengan Fearly. "Aku hanya bertanya. Beberapa minggu lalu aku sudah lulus, dan aku berniat masuk kuliah dikota yang sama dengan mereka." Terangnya dengan suara pelan.

Fearly termenung, wajahnya tiba-tiba berubah murung. "Jadi kau juga akan meninggalkan Ibu? Sendiri disini?" Lirihnya.

Stevan gelagapan, bukan itu maksudnya. "Aku berencana mengajak Ibu juga, mana mungkin aku tega meninggalkan Ibu seorang diri." Lalu Stevan memeluk Fearly, menenangkan wanita itu. "Aku tidak akan meninggalkan Ibu, dalam keadaan apapun itu."

Bukan tanpa alasan Stevan ingin satu kota dengan kedua kakaknya. Disetiap malam, Stevan sering kali memergoki Fearly yang memandang foto mereka dan menangisi foto itu karna teramat rindu.

Jadi Stevan ingin membuat Ibunya dekat dengan mereka. Tidak apa walaupun berbeda rumah, setidaknya mereka satu kota dan tanpa takut terhalangan waktu jika ingin berkunjung.

Sepertinya sudah hampir satu tahun mereka tidak berkunjung. Entah masih sibuk karna pekerjaan, atau karna hal lain yang Stevan tidak tau.




•••••••••••••





Sebagai dokter bedah, jadwal Steve tidak terlalu padat beberapa hari belakangan. Contohnya saja hari ini, hanya ada pemeriksaan dan selebihnya diam didalam ruangan.

Awalnya Steve ingin bersantai dengan memainkan ponselnya, tapi kedatangan Carel bersama seorang perempuan membuat Steve berdecak kesal dalam hati.

"Ada apa?" Steve memperbaiki posisi duduknya yang semula tumpang kaki diatas meja, kini duduk lebih sopan dikarenakan ada tamu.

Carel menyengir, menghampiri Steve dan berbisik. "Deory  yang mengajak, aku hanya ikut saja."

Steve menghela nafasnya. Setelah beberapa bulan lalu menyuruh Carel menemui Deory, sampai saat ini kedua manusia itu menjadi teman yang Steve tidak tau sedekat apa.

"Aku akan keluar makan siang, kalian akan tetap disini atau pulang?" Jangan tanya kenapa Steve tidak mengajak mereka, karna siang ini rencana Steve akan mengajak Stela makan diluar dan khusus hanya berdua saja.

Jangan sampai gagal lagi seperti beberapa hari lalu.

Carel lagi-lagi menyengir. "Jika boleh sih aku memilih iku---"

"Tidak ada pilihan untuk itu. Pulang atau menunggu disini?" Sela Steve cepat. Untuk kali ini ia menolak keras apapun itu.

Deory yang sedari tadi diam berjalan maju, mendongak dan menatap wajah Steve yang malas. "Aku kesini juga ingin mengajakmu makan siang bersama Carel, tapi sepertinya kau tidak bisa ya?"

Mengangguk tegas, Steve membenarkan perkataan Deory. "Aku ada janji dengan seseorang, jadi maaf aku tidak bisa mengajak kali---"

"Hello Steve, sudah siap untuk----" suara Stela yang menyapa riang diambang pintu terhenti. Mata bulat nya mengerjap beberapa kali. "Oh hai? Sedang ada pasien ya?" Tanyanya kikuk.

Steve buru-buru menghampiri Stela saat melihat gelagat Carel yang akan mendekati perempuan itu. "Ayo pergi. Mereka bukan pasien, tapi temanku." Jelas Steve tanpa Stela minta.

"Hai, kau benar-benar temannya Steve?" Tanya Stela sembari menghampiri Deory dan menghiraukan Steve yang menarik-narik rambut merah mudahnya.

Deory yang merasa diberi pertanyaan mengangguk kecil, tiba-tiba wajahnya berubah sinis saat mengingat siapa perempuan didepannya. "Iya, ada apa?"

The Sister Of The Male Lead [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang