TSOTML : 09

32.2K 2.8K 17
                                    

"Steve! Apa yang kau lakukan?!"

"Diamlah Stela, diam dan menurut saja."

"Apa maksudmu?!"

"Shttt, kau hanya perlu diam dan menikmati..."

Kelopak mata yang semula tertutup, kini terbuka lebar. Stela mengerjapkan matanya berkali-kali, jantungnya berdebar kencang saat terbangun dari tidurnya.

Mimpi itu terasa nyata. Stela yang menangis dan Steve yang seperti kesetanan, disebuah kamar yang Stela tidak tau dimana.

"Apakah itu memang yang dialami Stela?" Jika memang benar, maka Stela juga akan merasa takut dan enggan bertemu Steve. Jelas Stela trauma, apalagi saat dengan ganasnya Steve...

Menggeleng dan menepuk-nepuk kepala, Stela mencoba menghilangkan bayang-bayang mimpi itu.

Entah kenapa dadanya tiba-tiba berdenyut sakit, matanya pun berkaca-kaca dengan bibir bergetar.

"Aku takut, tapi aku tidak ingin membenci Steve." Spontan kata itu keluar, kata yang berasal dari hati Stela yang sepertinya masih terpendam.

Stela mengatur nafasnya, mencengkram kecil ujung selimutnya. "Apa alasan mu menarik jiwaku? Aku juga memiliki kehidupanku sendiri disana." Tanyanya yang dibalas keheningan, hanya suara jam yang terdengar.

Stela itu sebenarnya penakut, tapi ia juga penasaran, siapa taukan yang mengeluarkan kata tadi itu Stela?

"Tolong, jika kau hanya mempermainkan ku, kembalikan lah aku pada dunia asalku." Stela menutup wajahnya menggunakan tangan, bayangan pria berambut coklat itu hadir kembali setelah beberapa saat terlupakan.

"Aku merindukan Pak Hendy... Aku ingin bertemu dengannya."

"Kau akan menyesal jika kembali. Jadi aku mohon, tetaplah disini dan hidup dengan tenang sesuai keinginan mu."

Lagi-lagi Stela mengeluarkan sebuah kata secara tidak sadar.

"Apa maksudmu? Bagaimana dengan alur asli novel ini?" Bak seperti orang gila, Stela membalas perkataannya sendiri.

"Semuanya sudah hancur setelah kau datang, dan itu adalah tujuanku."

"Hah?" Stela melongo, apa maksudnya?

"Hei! Kau merusak karya orang tau!" Walaupun Stela bukanlah penulisnya, tapi Stela seakan mengerti perasaan sang penulis itu saat alur buatannya hancur lebur.

"Bukan aku, tapi kau."

"Heh? Kau menyalahkanku?!!" Stela emosi, bahkan tanpa sadar berteriak. Membuat seseorang yang berada dibalik pintu kamarnya buru-buru masuk dan itu sukses mengejutkan Stela.

"Stela? Kau berbicara dengan siapa?" Steve bertanya dengan kepala memiring, alisnya terangkat seakan meminta penjelasan.

Stela menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Tentu dengan diriku sendiri." Jawabnya dengan wajah polos.

Steve semakin dibuat bingung, langkahnya mendekati ranjang dan duduk disamping Stela. "Kau tidak sedang sakit kan?" Punggung tangannya mendarat dikening Stela, mengecek suhu tubuh perempuan itu.

Steve mengira Stela tengah meracau karna demam tinggi, tapi suhu tubuh perempuan normal-normal saja. Lantas, kenapa Stela berbicara seorang diri?

Stela menggeleng, menepis pelan tangan Steve yang sudah beralih menyentuh lehernya. "Aku tidak sakit, hanya ditahap hampir gila saja." Dengan entengnya Stela berucap, mengabaikan Steve yang malah memicingkan matanya.

"Kau sedang memikirkan sesuatu?" Manik Steve menatap dalam pada Stela, menebak kira-kira apa yang tengah dipikirkan oleh perempuan itu?

Stela menggeleng dan mengangguk. "Tentu, jika aku tidak memikirkan apapun, aku sudah menjadi orang gila sejak lama."

The Sister Of The Male Lead [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang