TSOTML : 53

4K 291 17
                                    

"Ekhem... Aaaaaaa.... Akhirnya aku bisa berbicara." Setelah beberapa pekan lalu bangun dari tidur panjangnya, kini Steve bisa kembali mengeluarkan suara emasnya. Senyumnya mengembang, akhirnya ia bisa mengobrol dengan Stela setelah sekian lama hanya menggunakan sebuah buku dan pena.

Stela datang dengan membawa nampan yang berisi makan malam Steve, lalu perempuan itu duduk disamping Steve dan mulai menyuapi pria itu.

"Bagaimana? Apakah bubur buatanku enak?" Karna fasilitas diruang rawat Steve ini sangat lengkap, bahkan layaknya sebuah hotel, Stela jadi bebas melakukan apapun dan bahkan memasak bubur seperti ini.

Kepala Steve mengangguk, lalu kembali membuka mulutnya dan dengan senang hati Stela kembali menyuapinya hingga bubur itu habis hanya dalam beberapa menit.

"Ini, minum obatnya, setelah itu kau harus tidur." Dengan telaten Stela menyiapkan obat-obatan dan satu gelas air. Setelah selesai dengan obat-obatan itu, Stela beralih memperbaiki posisi bantal Steve dan kemudian menyelimuti pria itu.

Tangannya menepuk-nepuk dada Steve, lalu mengecup kepala pria itu dengan sayang. "Kau harus tidur, jika tidak kau tidak akan sembuh." Bak seorang Ibu, Stela menasehati Steve dengan lembut, namun tetap terlihat galak agar bayi besarnya itu menurut.

Steve mengangguk kecil, lalu membalas. "Baik Mama, Steve akan tidur. Tapi, dengan satu syarat." Kedua alis pria itu naik turun, tentu saja Stela mengerti saat melihat kode yang Steve berikan.

Dengan hati-hati Stela menaiki ranjang yang tengah Steve tempat. Setelah Steve sedikit bergeser dengan sebelah tangannya yang terlentang, Stela merebahkan tubuhnya disana dan memeluk pria itu seraya terkekeh geli.

"Apa tidak masalah jika beberapa hari ini aku tidur disini? Aku takut jika luka-lukamu terbuka dan kembali mengeluarkan darah seperti pekan lalu." Stela masih ingat jelas, akibat Steve yang terlalu banyak bergerak membuat luka ditangannya terbuka dan banyak mengeluarkan darah. Alhasil Steve harus kembali merasakan jarum yang menjahit lukanya.

Mengecup gemas kening Stela, dan memeluk erat pinggangnya. "Itu karna kesalahanku, saking bahagianya bisa melihatmu baik-baik saja, aku pun juga ingin terlihat baik-baik saja didepanmu." Sudut bibirnya terangkat, tersenyum kecil menatap Stela yang juga tengah menatapnya dengan kerutan didahinya.

Ibu jarinya mengelus kerutan itu dengan lembut, lalu setelahnya menarik hidung Stela, bahkan Steve tidak segan menyumbat pernapasan perempuan itu dengan cara mengapitnya. "Kebiasaan mengerutkan itu akan membuatmu cepat tua dan keriput, jadi jangan lakukan hal itu lagi. Karna aku ingin lebih lama bersamamu, jangan cepat-cepat menjadi Kakek Nenek."

Tidak ingin kalah, Stela pun mengapit hidung mancung Steve dan menarik-nariknya. "Memangnya kenapa? Apakah aku akan terlihat jelek jika sudah tua dan keriput? Apakah kau tidak akan mencintaiku lagi jika aku keriput?" Pertanyaan beruntun yang Stela lontarkan membuat Steve gemas, apalagi ekspresi wajahnya yang terlihat marah sangat mendukung. Ingin rasanya Steve melahap perempuan di pelukannya ini sekarang juga.

"Kau akan tetap cantik dimataku, sama seperti Ibuku." Steve tersenyum, lalu meraih tangan Stela dan mencium punggung tangannya. "Aku belum memberitahumu, selama aku tertidur, aku menghabiskan waktu bersama Ibuku ditempat asing yang serba putih."

Ingatan tentang sang Ibu kembali muncul, bahkan Steve tidak bisa melupakannya barang sedikitpun. "Kau tau? Ibuku sangat cantik, benar apa yang orang-orang katakan, bahwa Ibu adalah wujud bidadari tidak bersayap. Aku menyadarinya sekarang, dan itu benar-benar nyata."

"Rambutnya pirang dengan warna mata yang sama denganku, mungkin itu sebabnya warna mataku seperti ini." Telunjuknya mengarah pada manik birunya, benar-benar indah hingga membuat Stela tidak berkedip sedikitpun.

The Sister Of The Male Lead [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang