9

334 48 1
                                    

"waah lihat siapa yang sedang merias diri?"

"biarkan aku membantu menyisir rambutmu, adik sepupuku" tanpa menunggu persetujuan gadis itu segera merampas sisir itu dan mengambil alih.

"sepertinya kau sudah tumbuh dewasa, kau bahkan tidak memelukku atau menyapaku saat kita bertemu. Tapi kau malah menatap nyalang ke arahku"

"ah maaf, apakah perbuatanku tidak sopan? Aku hanya tidak ingat bagaimana wujudmu, Hana"

"tentu adikku, kau sangat tidak sopan, kau bahkan memanggilku hanya dengan namaku" Hana mulai menyisir rambut Jizi dengan kasar, bahkan ia juga sedikit menarik rambut panjang adik sepupunya.

"apa kau sengaja melakukannya? Bahkan pelayan itu harus meminta persetujuanmu untuk membukakan pintu untukku. Kau mulai sombong rupanya" lanjutnya dengan terus menyisir kasar rambut Jizi.

"aku tidak sombong, aku hanya bertidak seperti biasa, memanfaatkan dengan baik segala yang ku miliki" ia masih bisa menjawab dengan tenang meski rambutnya sudah setengah di jambak.

"kau mulai kurang ajar ternyata, anjing kecil. Bicara soal anjing, aku sedikit tidak suka dengan kalimatmu tadi"

"aku hanya bicara fakta, apa kau tersinggung?" ia mulai merasakan jambakan di rambutnya mulai menguat, walaupun begitu ia tetap tenang.

"sepertinya dewasa membuatmu menjadi lupa diri, haruskah aku menyadarkanmu kembali di mana posisimu, anjing kecilku?" Hana menarik rambut Jizi kencang hingga membuat kepala sepupunya mendongak ke atas, mereka bisa saling bertatapan dari posisi seperti ini.

"NONA!" Mina terkejut mendapati nonanya di perlakukan seperti itu, bahkan Tuan dan Nyonya Park tidak pernah berlaku kasar seperti itu kepada nona muda maupun orang lain.


Ia ingin berjalan mendekat dan menyingkirkan tangan Hana dari rambut nona mudanya, namun ia terlebih dulu mengurungkan niatnya saat melihat gesture tangan Jizi yang menyuruhnya berhenti. Mau tidak mau ia harus berhenti dan menuruti perintah.


"posisi mana yang kau maksud Kakak sepupuku?" tanyanya masih dengan tenang, namun kali ini ia sedikit menyuggingkan senyum.


Tangannya dengan cepat meraih lehar gadis di belakangnya, mencengkeramnya kuat hingga membuat membuat gadis itu terbatuk. Hal itu membuat Hana reflek melepaskan jambakannya pada rambut Jizi.


"aakhhh! uhuuk"

"APA KAU BERNIAT MEMBUNHKU?!!" teriak Hana tepat di depan wajah adik sepupunya yang kini sudah berdiri di hadapannya.


'ya, seperti kau membunuh adik sepupumu dulu. Kau memang tidak membunuh fisiknya tapi kau membunuh jiwanya'


"ku tanya sekali lagi, posisi mana yang kau maksud?"


Tidak ada jawaban dari Hana, gadis itu masih shock dan terus memegang lehernya, nafasnya bahkan masih terlihat niak turun tidak stabil.


/plakk/

Satu tamparan mendarat dengan sempurna di pipi kiri Hana. Gadis itu makin terkejut dan beralih memegang pipi kirinya yang terasa panas.


Mina menutup mulutnya dengan kedua tangannya saat terkejut melihat nona mudanya dengan enteng menampar kakak sepupunya, ia tahu nonanya kini memang memiliki kesabaran setipis embun, tapi ini terlalu tipis. Mina tidak pernah melihat nonanya menampar atau mencekik orang sejauh ini, nonanya hanya akan membentak dan mengumpat pada orang yang berbuat atau bekerja dengan tidak benar.


"KAU-!" bentak Hana tak kalah kencang dari yang tadi.

"aku bukan Jizi yang memiliki kesabaran lebih, Hana. Apa kau lupa di mana kakimu berpijak? Lihat ke sana!" sela Jizi, jemarinya menunjuk ke arah cermin yang memantulkan gambaran mereka berdua.

"kau masih tidak paham posisimu?" Jizi melangkah untuk lebih dekat dengan kakak sepupunya.

"Di mataku kau hanya seekor serangga. Jangan terlalu banyak bertingkah, aku jauh di atasmu sekalipun aku menginjakkan kaki di Horsewings" uncapnya tepat di samping telinga Hana.


Ucapan Jizi berhasil membuat Hana benar-benar mendidih, bahkan gertakan giginya dapat Jizi dengar. Matanya melirik penuh kebencian pada Jizi yang tersenyum mering ke arahnya.


Sejak kapan dia berubah menjadi gadis seperti ini, seingatnya saat terakhir mereka bertemu Jizi masih gadis yang mudah ia bodohi dan manfaatkan. Jangankan untuk menampar, hanya menatapnya nyalang saja Jizi tak akan berani, lalu dari mana gadis ini mendapatkan keberanian seperti ini? Begitu banyak pertanyaan yang muncul di benak Hana saat ini.


Terdengar suara derap langkah dari luar kamar, tak lama ketukan pada pintu kamar itu menjadi suara satu-satunya yang mengisi ruangan itu. Mina yang masih setia berdiri di samping pintu kamar segera membuka pintu tersebut.


"mama mendengar seperti suara teriakan, apa ada sesuatu Jizi?" tanya Nyonya Park dari ambang pintu, terlihat juga Bibi kim berdiri di belakangnya.

"tidak mama, kami hanya sedang bercanda. Hana banyak bercerita tentang aku saat masih kecil dan aku tidak percaya jadi kita sedikit berdebat" Jawab Jizi sembari merangkul Hana.

"bukan begitu, Hana?" Jizi menatap Hana seolah memberikan kode pada gadis itu.

"ah.. haha.. haa, itu benar Nyonya Park. Kita hanya sedang berdebat tentang masa kecil" timpal Hana dengan senyum canggungnya.


Berbeda dengan Nyonya Park, bibi Kim terlihat mengerutkan keningnya. Ia seperti merasa ada yang tidak beres, ada sesuatu yang aneh saat ia melihat raut putrinya yang tersenyum canggung dalam dekapan Jizi.


"Hana, apa kau mau membantu kami di belakang?" tanya bibi Kim pada putrinya.

"tentu ibu"

"kalau begitu segeralah menyusul" ia pun langsung melenggang pergi setelah selesai berucap diikuti oleh Nyonya Park di belakangnya.


Hana segera mencoba lepas dari pelukan Jizi dan menyusul ibunya, namun sebelum rengkuhan itu terlepas Jizi tampak membisikkan sesuatu pada telinga Hana, dan berlalu lebih dulu meninggalkan Hana sendirian.


"ingat kata-kataku, Hana. Jangan terlalu banyak bertingkah"

"Aaaaaarrrghhhhhhhhh, sialan ada apa dengan gadis bodoh itu, bagaimana bisa si bodoh itu malah balik menggertakku. Bahkan kini dia pandai bersandiwara?" gadis itu menarik rambutnya hingga membuatnya menjadi berantakan, ia bahkan melempari cermin rias itu dengan sisir yang di genggamnya tadi.

"haha.. memang apa yang akan kau lakukan jika aku bertingkah? Kau pikir siapa dirimu? Dasar bodoh, kau salah memilih lawan nona Alexandrite"


Suara dentingan alat makan mengiringi makam malam mewah di kediaman Alexandrite, seperti biasa mereka jarang berbicara saat makanan sudah tersaji di depan mereka, salah satu budaya untuk menghargai atau menghormati makanan.


"Paman, bibi, apa yang membawa kalian datang ke Alexandrite?" ya kecuali Jizi, tapi setidaknya ia bertanya pada sesi hidangan penutup.

"tentu untuk mengunjungimu, Jizi" jawab bibi Kim dengan senyum lebarnya.

"maksudku selain itu, aku yakin kalian datang ke Alexandrite karena ada tujuan lain selain mengunjungi kami" tanya Jizi tanpa basa-basi.


Sebelum acara makam malam Jizi sempat bertanya pada ayahnya, kapan terakhir keluarga Kim datang berkunjung. Ayahnya bilang mereka terakhir datang lima atau enam tahun lalu karena ada undangan pesta kerajaan selama tiga hari, sedangkan keluarga Alexandrite terakhir berkunjung ke kediaman Kim adalah saat Jizi berumur lima tahun, karena setelah itu Tuan Park mulai menjabat sebagai pemimpin kota Alexandrite jadi tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan jauh.


Sudah jelas kedatangan kali ini bukan sekedar berkunjung, tapi memang ada tujuan lain.


Terlihat nyonya Kim memandang tak suka pada pertanyaan yang baru saja Jizi lontarkan, alisnya tampak berkerut yang membuat salah satu sudut bibir yang naik ke atas.


'ada apa dengan anak ini?' ucapnya lirih.


"ya, kami datang juga untuk menghadiri acara besar kerajaan" jawab paman Kim.

"acara besar kerajaan?" Jizi sedikit memiringkan kepalanya, ia tidak mendengar apapun soal ini. Apakah mungkin karena ia terlalu sibuk menjelajahi kota bersama Taehyung?

"ohohoo... astaga, apa keluarga Alexandrite tidak dapat undangan dari kerajaan?"

"tentu kami dapat, hanya saja kami belum memberitahu Jizi karena ia terlalu sibuk mempersiapkan bekal untuk jadi pempimpin kota ini nanti, menggantikanku" jawab Tuan Park pada Nyonya Kim.


'dasar sombong' cibir nyonya Kim dalam hati.


"kerajaan akan mengadakan pesta besar, Jizi. Bahkan mama dengar mereka juga banyak mengundang orang luar"

"pesta, besar?"


Jizi atau lebih tepatnya Jimin mencoba mengingat-ingat bagian pesta besar di novel Selena. Pesta Besar? Tunggu, apakah ini adalah pesta besar untuk mencari pendamping pangeran Ke dua berkedok pesta amal?


Sesuai Novel yang di tulis Selena, di pesta inilah Jizi dan pangeran Yoongi pertama kali bertemu. Jadi ia akan segera bertemu dengan pangeran Min Yoongi?

.
.
.

.

.

.

TBC
Terimakasih sudah meluangkan waktu membaca Lentera Ke Dua 🤍
Ini buat kamu 🥜 /kacang/
Have a nice day 👋🏻

Lentera Ke Dua  [Yoonmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang