3

506 60 0
                                    

Sudah seminggu lebih Jimin hidup sebagai Jizi, selama itu juga ia belum pernah keluar rumah sekalipun ke halaman depan maupun belakang. Ia masih terlalu pusing dengan adaptasi yang tiba-tiba, serta denah rumah yang dengah mudah membuatnya tersesat.

"nona, satu jam lagi guru tata kramamu akan datang, maka bersiaplah" ucap Taehyung memberi tahu.

Jimin hanya mendengarkan tanpa niat untuk menjawab, ia sudah sangat nyaman dengan posisinya sekarang. Tidur terlentang di atas kasur dengan kepalanya menggantung di bawah.

Jujur saja Jimin sudah mulai muak, dalam satu minggu sudah terhitung empat kali mereka melakukan pertemuan. Apakah Jizi ini memang tidak memiliki tata krama atau saking bodohnya membuatnya sulit menerima pelajaran sampai dia harus bertemu guru itu lima kali dalam seminggu?

Ia sudah tak tahan lagi, apalagi guru wanita itu selalu memukul tangan dan kakinya serta sering kali merendahkannya saat mereka melakukan sesi latihan.

Bahkan dirinya masih mendapat pukulan meski dirinya sudah melakuakn dengan benar, ia merasa harus ada yang tidak beres di antara Jizi dan guru tata kramanya.

"di mana ayah?" tanya Jizi

"tuan Park sedang di berada di ruang kerjanya, nona"

"antar aku menemui ayah"

Jizi segera bangkit dan mengikuti Taehyung dari belakang. Sepanjang jalan ia selalu melihat foto dirinya dan keluarganya yang terpajang di dinding, keluarga ini sangat hangat.

Kini mereka berdiri di depan pintu kayu dengan ukiran abstrak di luarnya, yang dapat Jimin kenali dari banyaknya ukiran itu hanyalah ukiran permata yang berada tepat di depan matanya.

"itu adalah alexandrite, lambang kebesaran keluarga dan kota ini. Tuan Park adalah tokoh pemimpin kota Alexandrite dan nona adalah orang yang akan meneruskannya suatu hari nanti" semenjak nonya sadar dan kehilangan sebagian ingatannya, Taehyung kerap kali menjelaskan suatu hal saat nonanya terlihat bingung atau tidak tahu.

Satu lagi yang Jimin baru tahu, Jizi adalah calon pemimpin di kotanya. Dari novel itu ia hanya tahu bahwa Jizi anak orang berada dan tersohor, kurang lebih ia adalah bangsawan. Lalu bagaimana bisa dia sebodoh itu jika dia adalah calon pemimpin di masa depan, apakah kota ini akan menjadi kota gula-gula saat Jizi menjabat?

"nona? Nona tidak apa-apa? apakah ucapanku tadi mengganggu nona?" Pria itu khawatir apabila ucapannya membuat nonanya tidak nyaman, sebab gadis itu hanya diam menatap ukiran permata yqng berada tepat di depan matanya.

"tidak Taehyung, terimakasih sudah memberitahuku"

Jimin mengetuk pintu itu beberapa kali, sampai terdengar perintah masuk dari dalam ruangan. Jimin melangkah masuk mengamati setiap hal dalam ruangan itu. Ruangan ini cukup bagus, dengan banyak batu permata berbagai ukuran tersimpan rapi di dalam almari di pojok ruangan.

"ada apa sayang?" tuan Park langsung menghentikan pekerjaannya saat melihat putrinya lah yang datang menemuinya.

"selamat siang ayah, maaf mengganggu waktu ayah. Apakah ayah sedang sibuk? Aku berniat ingin membuat teh hijau dan menikmatinya bersama ayah, jika ayah memiliki sedikit waktu senggang apakah ayah berkenan mencoba teh buatanku?"

Jizi membungkuk sopan saat menyapa sang ayah. Tuan park sedikit terkejut dengan perubahan sikap putrinya, kini ia terlihat sangat sopan, sangat verbeda dengan putrinya dulu, bahkan tidak ada kalimat rengekan yang keluar dari bibir kecil itu sejak dirinya sadarkan diri.

"tentu sayang, mari kita ke halaman samping"

Jizi dengan hati-hati membawa teh hijau buatannya untuk dirinya dan ayah serta mamanya yang tak ingin ketinggalan. Jizi meletakkan gelas itu dengan hati-hati di atas meja lalu duduk di depan kedua orang tuanya.

Lentera Ke Dua  [Yoonmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang