Di taman kediaman Alexandrite Jizi melakukan kegiatan yang sebelumnya jarang sekali atau bisa di bilang tidak pernah ia lakukan sebelumnya, yaitu membaca buku. Kini ia begitu tertarik dengan buku bersampul ungu dengan beberapa motif bunga di depannya. Bahkan Taehyung yang menjadi saksi perjalanan hidup seorang nona Jizi Alexandrite pun bisa terheran.
“ini sebenarnya cukup mudah, aku hanya perlu orang yang bisa melakukannya” Gadis itu mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuknya, membuat ekspresi tampak sedang berfikir.
“jika begitu, artinya bukan nona yang melakukannya melainkan orang lain”
“aku tahu itu Taehyung, kau diam saja”
“sekarang pikirkan siapa orang yang menueurtmu memiliki dengan niat dan tujuan yang selaras denganku, dan di mana kita bisa menemukannya?” Jizi masih berjalan mondar mandir, kesana dan kemari otaknya mencoba berfikir keras meskipun percuma, ia juga tak menemukannya.
“Tae? Taehyung?” Jizi berbalik saat merasa Taehyung sama sekali tak bersuara ataupun meresponnya, ia mengernyit saat melihat Taehyung hanya diam sembari memeluk tiang beton.
“kau ini dengar tidak, kenapa kau hanya diam?”
“nona sendiri yang menyuruhku diam” Jizi buru-buru membuang muka lalu menarik dan membuang nafasnya kasar, memejamkan mata kuat-kuat guna meredam emosinya pada Taehyung.
“tapi jika nona bertanya siapa, ku rasa aku tahu siapa orang yang cocok, namun sangat kecil kemungkinan ajakan nona akan di respon”
“kenapa?”
“karna dia sudah menutup semua aksesnya baik itu dalam surat menyurat maupun ajakan pertemuan”
Tokk..tookk...tokkk...
Terdengar suara ketukan dari balik pintu besar berwarna hitam itu, sang pemilik yang sedang duduk di kursi besarnya hanya melirik dan bergumam ‘masuk’ dan kembali pada fokus awalnya.
“maaf mengganggu waktu anda yang mulia pangeran, saya di sini membawakan beberapa surat yang dikirim untuk anda” Hobi masuk menyerahkan beberapa surat untuk Yoongi. Semenjak pesta amal kemarin semakin banyak surat berdatangan, entah dari mana saja Yoongi juga jarang membacanya jika itu bukan urusan diplomatik.
Mata pria pucat itu memincing saat di tangan Hoseok masih ada satu gulungan surat dengan simbol huruf ‘A’ di depannya.
“kenapa itu masih kau pegang? Apa itu milikmu?” Hoseok mengikuti arah padang pangeran yang jatuh pada satu gulungan surat di tangannya.
“maaf yang mulia pangeran, surat ini bukan milik pangeran maupun saya, melainkan surat ini milik yang mulia pangeran Namjoon”
“pangeran Namjoon? Bukankah dia menutup semua aksesnya, kenapa masih ada surat yang bisa masuk? Dan kenapa kau dan bukan Jackson yang menerima surat itu?” sang pangeran menyandarkan punggungnya pada kursi besarnya, punggungnya terasa sakit karna seharian harus duduk bersama lemabaran-lemabaran yang membuat otaknya panas.
“karna yang mulia pangeran Namjoon telah menutup aksesnya maka Jackson tidak pernah lagi memeriksa bagian surat sehingga saya yang membawanya, kemudian kenapa surat ini bisa masuk, mungkin karena ini adalah surat dari bangsawan kelas atas sehingga penjaga meloloskannya. Karna bisa saja ini surat yang penting, sehingga penjaga lebih memilih meloloskannya” jelas Hoseok.
“bangsawan kelas atas?” Hoseok mengangguk.
“dari lambang di surat ini, sepertnya ini dari kediaman Alexandrite” mata pangeran itu mulai terbuka sedikit lebih lebar setelah mendengar nama yang akhir-akhir ini seperti menerornya, ia menarik punggungnya dari sandaran kursi dan kembali duduk tegap.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Ke Dua [Yoonmin]
Fiksi PenggemarJimin seorang gadis cantik yang hidup dengan penuh kesempurnaan. Harta, tahta, rupa, perhatian serta kasih sayang selalu ia dapatkan dari orang-orang di sekitarnya. Namun apa jadinya jika ia malah masuk ke dalam novel yang di tulis temannya dan men...