Meski tidak satupun suara terdengar di dalam ruangan yang sangat besar ini. Namun suasana dan aura yang mencekam nan tegang berkata lain. Hingga Ash pun tak mampu lagi menutupi wajah masamnya yang ditujukkan hanya untuk seseorang.
Tak puas, Eugino kembali menyalakan sebatang rokok yang ia punya. Tak peduli sama sekali mengenai aturan yang Ash buat, pria itu menghembuskan asap itu di ruangan dengan pendingin itu. Saking mengganggunya, salah satu pelayan bahkan tak mampu menahan batuknya kala ia menghirup udara yang bercampur rokok itu.
"Eugino. Tolong hentikan merokokmu. Kau sangat tau aturan yang telah ayah buat" Ucap Ash dengan kesal.
Eugino hanya menatap datar dan kembali menghisap batang rokok itu. Pria itu membuang napas dengan santai berlagak seolah ia adalah penguasa disekitar orang-orang yang ada diruangan ini. Setelah itu, ia buang batang rokok itu di lantai tanpa peduli dan menginjaknya. Dihadapannya terlihat jelas Ash sedang menahan emosinya mati-matian.
"Duduklah" Ucap Eugino datar sembari meletakkan tangannya yang terkepal di pipinya.
Dengan kesal Ash megambil duduk dihadapan Eugino. Dan dengan aba-aba Eugino, si pengacara langsung membuka semua dokumen-dokumen penting yang ia bawa. Banyaknya kertas-kertas yang bertumpuk membuat Albert menghabiskan waktu beberapa menit untuk mengambil dokumen yang menurutnya dapat menyimpulkas situasi warisan yang cukup kompleks ini.
Eugino berdecak kesal. "Apa kau benar-benar membutuhkan waktu selama ini Albert?" Ucapnya dengan nada suara yang jengah.
Albert keringat dingin ketika ia menyadari Eugino menatapnya dengan tatapan yang menusuk tajam. Pria itu pun mencari dan membaca dokumen-dokumen itu dengan cepat. Hingga Ash yang menyadari perubahan yang terjadi pada Albert.
"It's okay Albert take your time" Ucap Ash dengan suara yang lembut.
Terdengar suara Eugino berdeham. Pria itu kini meletakkan telapak tangannya di dahinya sendiri sembari memejamkan matanya seolah stress akan sesuatu.
"Apa kau benar-benar tidak bisa bersabar Eugino?. Memangnya apa yang kau tunggu?. Apa kau tidak sabar melihatku duduk di kursi pimpinan perusahaan menggantikkan ayah?" Ucap Ash dengan melipatkan kedua tangannya.
Eugino yang masih dengan posisi yang sama kini terlihat pria itu tersenyum miring mendengar perkataan Ash seolah itu adalah hal paling konyol yang pernah pria itu dengar. Dan itu juga merupakan hal yang pertama kali Ash lihat dari pria itu, tersenyum. Meski Ash yakin senyum itu bukanlah senyum yang memiliki pertanda baik.
Eugino terkekeh dengan sangat jelas kali ini. "Shit. shit. shit" Umpat pria itu.
Kini Eugino bersandar dengan menatap Ash dengan tatapan yang cukup dalam dan dingin. Pria itu mengangkat satu kakinya ke pahanya sendiri. Eugino menelengkan kepalanya dan menopang dahinya dengan tangannya yang dikepal.
"Kau benar-benar tidak mengetahui apapun Ash?" Ucap Eugino.
Ash mengerutkan dahinya. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud oleh pria ini. Dia pergi dan datang seolah ia memiliki tempat ini.
"Mr Leonard & Mrs Leonard. I've ready to read your father messages for both of you" Ucap Albert.
Ash semakin bingung hingga ia mengusap dahinya yang sedari tadi berkerut. "Kenapa ayah meninggalkan pesan. Ini aneh" Ucapnya.
"Just listen to him" Ucap Eugino dengan nada yang sangat Ash tidak sukai.
Albert berdeham seolah mencoba untuk menghentikan pertikaian kecil mereka ini. Dan kemudian pria itu memegang dua kertas ditangannya. "Pertama-tama ayahmu menuliskan surat yang terpisah untuk tuan dan nona. Saya akan membacakan pesan untuk nona terlebih dahulu" Ucap Albert sembari menatap Ash di kalimat terakhirnya seolah meminta izin darinya. Dan Ash membalasnya hanya dengan mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession
RomanceWARNING!! This is an explicit story. Eugino merupakan seorang anak pungut yang dibesarkan oleh Gideon Leonard. Masih menjadi misteri apa motif dibalik seorang pengusaha terkenal mau merawat anak dengan asal-usul yang tidak diketahui. Dibesarkan tanp...