Chapter 9 : Mile High Argument

2.3K 54 0
                                    


Hari ke hari Eugino serta Ash sibuk menyiapkan segala kebutuhan pernikahan mereka. Meskipun sebenarnya Eugino yang mempersiapkan semuanya, namun Ash hanya membantunya sedikit dengan sangat tidak ikhlas. Rencananya Eugino dan Ash akan menikah di Italia, Ash berpikir Eugino memilih negara itu karena tempat kelahirannya selebihnya hanya Eugino yang tau.

Hingga hari ini mereka menyantap makanan di pesawat pribadi yang sepertinya baru Eugino beli, karena seingat Ash ayahnya tidak memiliki pesawat pribadi satupun. Ash menyantap steak pesanannya dengan santai sembari membaca majalah yang tersedia di pesawat tersebut. Sedangkan Eugino berada di dalam bilik kamar karena barusan ia mendapatkan telfon yang ia sebut bussiness call.

Ash tidak menyangka ia masih mudah kalah melawan Eugino, padahal hari-hari sebelumnya ia sangat kekeh untuk tidak ikut pria tersebut ke acara temannya. Ash berniat untuk menghabiskan hari-hari terakhirnya sebagai gadis bebas di rumah. Ia baru saja akan membuat rencana jadwal untuk menangisi nasibnya apabila Eugino resmi menjadi suaminya.

Sakit hati sudah tak mampu lagi bersemayam dalam diri Ash yang jauh dari kata hancur. Rasanya, tidak ada lagi perasaan-perasaan natural dalam dirinya yang membuatnya bisa merasakan rasa sakit hati, sedih, ataupun kecewa.

Mengapa ia menyetujui rencana pria itu untuk menikahinya? Setelah dipikir-pikir Ash merasa dirinya sangat bodoh karena tidak mencari tau rencana apa yang dimiliki pria itu untuknya. Ash memang tak begitu tau bagaimana cara Eugino berpikir karena ia sikap pria itu yang cukup dingin dan sangat pendiam dulunya. Namun Ash tumbuh bersama Eugino di keluarganya, ia memiliki insting erat terhadap Eugino. Namun entahlah, Ash masih merasa kalau pria itu masih cukup sulit untuk dibaca.

Pintu bilik terbuka dan menampilkan pria tampan dengan rahang yang tegas bak dewa yunani. Tubuhnya yang jenjang tinggi serta tubuh atlestis yang dibalut dengan kaos polo yang mencetak dadanya yang bidang mampu membuat wanita manapun mengeces ludah mereka.

Ash melirik pria itu. "Selesai dengan urusan telfonmu?" Ucapnya.

Eugino menghampiri kursi yang berada di depan Ash dan meletakkan bokokngnya pada bahan empuk tersebut.

"Hmm" Balas Eugino seraya menuangkan wine untuknya sendiri.

"Berapa lama lagi kita akan sampai? Aku sudah muak rasanya di pesawat ini"

Eugino menatap gadis itu sambil menyesap winenya dengan gaya yang sangat seksi. "Kita baru saja take off Ash. Dan landing masih dalam dua setengah jam, bersabarlah sedikit" Balas Eugino.

Ash membuat suara geraman jengkel seraya memutar bola matanya.

"I told you before, don't roll your eyes in front of me" Ucap Eugino dengan suara berat nan seksi itu.

Ash memajukan tubuhnya seraya memasang wajah menantang. "And don't ever think to consistently control my own fucking life. You are nothing to me and never will" Tegas Ash dengan rahangnya yang keras.

Eugino tertawa pelan. "Such a woman. Aku hanya memberikan pelajaran tata krama untukmu namun kau malah berlagak seolah kau menjadi korban terlalu banyak dikontrol"

Menahan kesal, Ash mengeraskan rahangnya. "Baiklah, maka dari itu tuan Eugino Ernest yang terhormat. Aku minta maaf atas reaksiku yang begitu berlebihan terhadap ajaran tata kramamu yang sangat amat berpengaruh untuk hidupku. Apa itu cukup memuaskanmu?" Ucap Ash dengan mengolok.

"Aku bertaruh jika aku kembali mengutarakan argumenku perdebatan ini akan berlangsung sampai kita landing" Respon Eugino santai sembari menyesap winenya.

Ash terkekeh geram. "You're full of shit" Kata-kata itu spontan keluar dari mulut Ash entah mengapa.

"You're welcome" Balas Eugino.

ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang