Part 5 - Tawaran

272 15 7
                                    

Selamat membaca:)

PART 5 - TAWARAN

Bel pulang sekolah telah berbunyi, helaan napas lega terdengar di seluruh penjuru sekolah. Para siswa berbondong-bondong keluar kelas mereka untuk segera pulang ke rumah. Tidak terkecuali Anin dan juga Syena, keduanya keluar kelas dengan lesu.

"Gue mau ke gerbang karena udah dijemput. Lu pulangnya gimana?" tanya Syena.

"Gue pulang sama abang, ini mau ke parkiran."

Syena kemudian mengangguk dan keduanya berpisah di lorong penghubung area kelas X dan XI.

Anin berjalan sambil berusaha untuk menghubungi Angga. Ia menelpon sang kakak dan panggilannya tidak juga diangkat. Karena kesal Anin beralih menghubungi Shaka, namun Shaka juga tidak mengangkat telponnya.

Sibuk dengan handphone membuat Anin tidak menyadari bahwa ia sekarang sudah berada di parkiran. Parkiran masih ramai dengan siswa yang berusaha mengeluarkan kendaraan masing-masing.

Anin celingukan mencari keberadaan Angga ataupun Shaka, namun ia tidak menemukan eksistensi kedua saudaranya. Anin mendengus dan memutuskan untuk menunggu setelah mengabari Angga bahwa ia berada di parkiran.

Anin menunggu sekitar sepuluh menit dan keadaan parkiran sudah lumayan sepi. Namun Shaka ataupun Angga belum juga muncul membuat Anin kesal. Ia hendak beranjak menuju ruang guru untuk menemui sang mami, Wina. Namun niat itu urung ketika Anin merasa ada sebuah motor besar yang berhenti didepannya. Anin hanya terdiam bingung, jelas itu bukanlah Shaka atau Angga karena Anin tidak mengenali motor dan juga helm yang digunakan laki-laki itu.

Anin diam ketika laki-laki itu mematikan mesin dan membuka helmnya. Dan pada saat itulah Anin menyadari bahwa laki-laki didepannya ini adalah laki-laki yang tadi siang membantunya di kantin.

"Ngapain disini?" tanya laki-laki tersebut.

"Emm, lagi nungguin temen kak." ujar Anin canggung.

"Mau bareng gue nggak?" tawar laki-laki itu.

Anin seketika kaget mendengar penuturan laki-laki dihadapannya. Mereka bahkan tidak saling mengenal dan laki-laki ini sudah menawarinya tumpangan?? Jika Anin sampai mengiyakan lalu Abi, Angga, dan Shaka tau Anin pulang dengan laki-laki selain keluarga mereka, entah apa yang akan saudaranya lakukan. Anin tidak mau membayangkannya. Anin hanya bisa terdiam dan berusaha berpikir mencari alasan untuk menolak tawaran dari laki-laki asing tersebut.

Melihat keterdiaman Anin, laki-laki tersebut kemudian tersenyum kecil.

"Gue Alex." ujar laki-laki tersebut sambil menyodorkan tangan.

Anin terpaku sejenak sebelum mengangkat tangannya juga. Mungkin kalau hanya sekedar berkenalan dan tau nama masing-masing tidak akan menjadi masalah. Namun belum sempat berjabat tangan dengan Alex, Anin dikejutkan dengan kedatangan Shaka yang secara tiba-tiba menggantikan tangannya untuk menjabat tangan Alex.

"Makasih tawarannya, tapi dia sama gue." sahut Shaka tersenyum kecil lalu melepaskan jabatan tangannya. Shaka kemudian menarik Anin yang masih bengong menuju motor milik Angga untuk mengambil helm gadis itu. Keduanya kemudian beranjak pergi meninggalkan Alex yang tersenyum kecil.

Setelah mengambil helm, Shaka menarik Anin berjalan menuju motor miliknya sendiri lalu mengambil jaket dari dalam tas. Diikatnya jaket tersebut di pinggang Anin sembari Anin mengenakan helm.

"Namanya siapa itu tadi?"

"Nggak tau, nggak kenal juga." ujar Anin singkat.

"Kenapa bisa ngajak kenalan adek?"

"Adek nggak tau kak."

"Pernah ketemu adek nggak sebelumnya?"

"Tadi pas di kantin sempet liat."

"Jangan sembarangan nerima tumpangan orang yang nggak dikenal dong dek." ujar Shaka disela kegiatannya.

"Belom sempet diterima kok." elak Anin.

"Belom? Berarti kalo gue nggak dateng, lo bakal pulang sama dia?" sahut Shaka.

"Ya nggak gitu kak." elak Anin.

"Ya terus?"

Anin hanya diam dan meringis. Sepupunya ini sama saja dengan kedua kakaknya. Posesif.

"Iya iyaa maaf nggak gitu lagi."

"Ya emang harusnya nggak boleh gitu." sahut Shaka cepat.

Anin hanya diam dan membiarkan Shaka menyelesaikan pekerjaannya. Kalau dibalas nanti Shaka akan lebih banyak bertanya dan mengomel.

"Abang masih ada kumpul sama anak-anak basket, makanya lo pulang sama gue." jelas Shaka.

"Muter nggak papa kak?"

"Nggak masalah, nanti mami mau ke rumah papa juga jadi gue nanti pulangnya sama mami."

Anin hanya mengangguk lalu segera naik ke atas motor milik Shaka. Keduanya melesat membelah jalanan kota Jakarta untuk pulang.

Setelah sampai di rumah, Anin masuk ke dalam dan meninggalkan Shaka yang sedang memarkirkan motor. Anin melempar tasnya begitu saja dan langsung menjatuhkan diri di sofa ruang tengah. Membiarkan seragamnya kusut dengan posisi yang kurang sopan.

Tak lama setelahnya Shaka menyusul masuk ke dalam rumah dan mendapati Anin sedang tergeletak di sofa ruang tengah. Shaka menghela napas, ia mengambil tas Anin yang ada di lantai lalu menaruhnya di sofa. Ia juga mengambil selimut kecil yang ada di ujung sofa lalu menutupi kaki Anin dengan selimut tersebut.

"Dijaga dong dek." teguran Shaka membuat Anin meringis pelan. Ia membuka mata dan menatap Shaka dengan polos.

"Kan ada kakak, abang, sama mas yang jagain adek."

Mendengar jawaban Anin membuat Shaka berdecak kesal.

"Kebiasaan banget kalo dikasih tau adaaa aja jawabannya."

Mendengar suara lain dari arah sekat antara ruang tengah dan ruang makan membuat Anin dan Shaka langsung mengalihkan atensi. Shaka yang melihat Rania disana segera mendekat dan menyalami tangan tante yang ia panggil mama itu.

Setelahnya Rania mendekat ke arah Anin dan menabok lengan sang anak. Membuat Anin seketika mendelik.

"Apa sih ma?"

"Dengerin kalo dikasih tau kakaknya." omel Rania.

"Ya ini tadi kan adek dengerin."

"Nek dikandani njawab terus!!"

(Kalo dikasih tau ngejawab terus!!)

Anin seketika meringis. Mamanya jika sudah memakai Bahasa Jawa berarti sudah kesal maksimal. Maka dari itu Anin memilih untuk mengalah.

"Iyaa iyaa maaf." ujar Anin setengah ikhlas.

Rania menghela napas. Ia kemudian beralih menatap Shaka yang duduk di sofa lain yang ada di ruang tengah.

"Kakak mau makan dulu apa bebersih dulu? Itu tadi mama udah masak banyak karena nanti mamimu mau kesini juga."

"Kakak bebersih dulu ma, belum sholat juga. Nanti makannya bareng sama yang lain aja."

Rania kemudian mengangguk dan membiarkan Shaka berlalu menuju kamar milik Wina. Memang kamar Wina di rumah ini dibiarkan kosong, kamar itu hanya ditempati Shaka jika sedang menginap disini.

Atensi Rania beralih menatap anak gadisnya yang sudah memejamkan mata. Ia kemudian mengusap keringat yang ada di dahi gadis tersebut. Rania tersenyum kecil, tidak menyangka Anin sudah tumbuh hingga sebesar ini. Tubuhnya bahkan lebih tinggi daripada Rania. Waktu berjalan dengan cepat.

TBC

Halooowww, sorry ya telat pol. Semoga suka sama part ini dan jangan lupa tinggalin jejak🤍🙌



Love,

Esteh
16 Desember 2023

OUR FAMILY!! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang