Part 10 - Martabak

232 16 0
                                    

Selamat membaca:)

PART 10 - MARTABAK

Anin hanya mendekam di kamar pagi ini. Ini masih weekdays dan ia memutuskan untuk tidak sekolah karena perutnya sakit dan punggungnya terasa akan putus. Tidak biasanya hari pertama menstruasinya semenyakitkan ini.

Angga sudah berangkat dari tadi dan Deva juga sudah berangkat ke studio. Anin hanya di rumah dengan Rania dan juga Abi yang memang libur di hari-hari terakhir menjelang perkuliahan dimulai.

Anin meringkuk di kasur seperti janin dan memeluk bantalan panas yang memang sudah ada di perutnya sedari pagi. Namun itu juga tidak meredakan rasa sakitnya. TETAP SAKIT.

Di tengah rasa sakit yang melanda tubuhnya, Anin menoleh ke arah pintu begitu mendengar ada yang membukanya dan ia mendapati Abi yang berdiri di sana sambil membawa nampan.

"Adek? Mas bawain makanan. Adek makan dulu ya." ujar Abi sembari mendekat ke arah sang adik.

"Huhuuuu nggak mau maaasss." rengek Anin.

Abi menghela napas, ia menaruh nampan di nakas, mendudukkan diri di pinggir kasur dan memijat punggung Anin dengan lembut. Sedikit banyak ia tau bahwa sakit di hari pertama menstruasi memang membuat beberapa perempuan uring-uringan. Apalagi dari Anin mendapatkan menstruasi pertamanya, memang Abi lah yang selalu merawat gadis itu. Maka dari itu Anin selalu menempel pada Abi, ia hanya mau dengan Abi, tidak mau dengan yang lain.

Anin memejamkan mata dan menikmati pijatan Abi di punggungnya. Dan tiba-tiba saja perasaannya dilanda kesedihan. Ia melirik sekilas Abi yang berada di belakangnya.

"Mas." lirih Anin.

"Hemmm? Kenapa dek?"

"Kalau mas Abi punya pacar nanti, mas bakal tetep sayang sama adek nggak?"

Gerakan tangan Abi yang memijat punggung Anin seketika terhenti. Matanya menatap sisi wajah Anin dengan kaget. Ya Tuhan pertanyaan macam apa itu. Abi terkekeh pelan sebelum melanjutkan gerakan tangannya

"Udah, adek jangan mikir aneh-aneh. Mas kan disini nemenin adek."

"Ih, jawab dong mas." protes Anin kesal.

Abi menghela napas pelan. Satu tangannya yang lain menggaruk tengkuk dengan canggung. Adiknya ini berimajinasi terlalu jauh, Abi tidak punya niatan untuk punya pacar, setidaknya saat berkuliah ia hanya ingin fokus untuk menata masa depannya, dan jodoh belum termasuk dalam rencananya saat ini.

"Mas kan disini sama adek. Adek nih mikir apa sih?"

"Jawab pertanyaan adek dong mas. Kalo mas punya pacar nanti, mas bakal tetep sayang sama adek nggak?"

Abi menghela napas. Anin akan terus memaksa jika ia tidak menjawab. Bisa-bisa adiknya itu tantrum jika ia terus menghindar.

"Ya sayang lah. Mau mas udah punya istri, punya anak sekalipun, rasa sayang mas sama adek nggak akan berubah." ujar Abi yakin.

Mendengar perkataan Abi membuat mata Anin berkaca-kaca. Ia mengerjabkan kelopak matanya dan bangun lalu beringsut untuk memeluk Abi. Ia melingkarkan tangannya ke leher sang kakak dan memeluk Abi dengan erat.

"Mas beneran bakal tetep sayang sama adek kan?" cicit Anin pelan.

Abi menghela napas pelan lalu mengangguk pelan.

"Ya tetep sayang lah dek."

"Huhuuuu adek pasti sedih kalo mas nanti punya pacar."

Abi hanya meringis pelan. Ya Tuhan, Anin dan segala tingkahnya saat PMS memang tidak akan pernah bisa Abi duga. Padahal Abi sudah bilang bahwa ia akan tetap menyayangi adiknya bahkan jika Abi punya pacar sekalipun. Namun Anin yang menolak untuk menerima pernyataannya.

OUR FAMILY!! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang