Part 11 - Penggalan

217 16 5
                                    

Selamat membaca:)

PART 11 - PENGGALAN

Seharian ini, Abi tidak melakukan hal-hal berarti. Setelah bangun tidur ia membantu menyiapkan bekal Angga dan Anin. Setelah kedua adiknya berangkat sekolah, Abi memberi makan kelinci di halaman belakang. Tak lupa setelahnya ia menyiram bunga milik Rania yang berjejer rapi tertanam di taman samping rumah. Ia juga membersihkan kolam renang kecil yang ada di belakang rumah, menyingkirkan daun-daun kering yang ada di sana. Lalu setelahnya Abi memotong rumput yang mulai memanjang di halaman belakang. Ketika sedang berjongkok dan memotong rumput, Abi menoleh ketika suara Rania yang memanggilnya.

"Mas."

Abi menoleh dengan mata menyipit karena sinar matahari pagi yang lumayan menyengat. Ia hendak berdiri menyambut Rania sebelum tubuhnya oleng karena rasa pusing yang tiba-tiba menyerang kepalanya. Abi meringis sambil memegang kepalanya. Hampir saja tubuhnya jatuh jika tidak ditahan oleh Rania.

"Mas? Kenapa? Mas sakit?" panik Rania.

Abi tidak mengeluarkan suara apa-apa selain desisan kesakitan. Dengan pelan ia berjalan menuju teras belakang dengan dituntun Rania. Ia mendudukkan diri di kursi, matanya terpejam dan Abi hanya diam membiarkan Rania mengelus kepala dan mengusap keringatnya.

"Mas sakit? Yang mana? Kasih tau mama. Mana yang sakit?" khawatir Rania.

Rania merangkum wajah Abi dengan kedua telapak tangannya. Ia mengelus pipi anaknya dengan pelan. Memperhatikan wajah Abi yang memang lebih pucat. Abi membuka mata dan menatap mata Rania dengan sayu.

"Pusing maa." lirih Abi.

"Ke rumah sakit yaa." tawar Rania.

Abi menggeleng pertanda menolak.

"Mas cuma pusing gara-gara abis jongkok langsung berdiri maa. Bentar lagi pasti ilang pusingnya."

Rania hanya diam dan menatap Abi yang sudah bisa duduk dengan tegak. Ia kemudian berjalan masuk ke dalam rumah untuk mengambilkan air putih untuk Abi. Setelah mengisi gelas dengan air, Rania langsung berjalan tergopoh-gopoh menghampiri Abi. Lalu Rania membantu Abi untuk minum.

"Minum dulu."

Setelah menegak air putih, Abi merasa pusing di kepalanya mulai mereda. Ia kemudian menghela napas lega, mendongak dan menatap Rania dengan senyum manis.

"Udah nggak pusing lagi."

Rania kemudian menghela napas lega. Ia mengangguk lalu menarik Abi ke dalam dekapannya. Mencium kening dan sisi kepala sang anak dengan sayang.

"Jangan bikin mama khawatir mas."

Rania mengucap syukur berkali-kali karena mendapati Abi yang sudah membaik. Rania menghela napas berusaha untuk menenangkan jantungnya yang berdetak kencang. Ia melepas pelukannya pada Abi ketika mendengar suara langkah kaki mendekat. Rania menoleh dan mendapati keberadaan Deva di sana.

"Kenapa Ran?"

Deva segera mendekati Rania ketika ia tau bahwa istrinya hampir menangis sambil memeluk anak sulung mereka. Deva melirik Abi lalu kembali menatap Rania dengan cemas.

"Kenapa?"

"Abi tadi oleng, hampir pingsan karena pusing pas rapihin rumput di halaman belakang." jelas Rania sesingkat mungkin.

Deva kemudian menatap Abi dengan lekat. Ia menyentuh kening sang anak, merasakan suhu tubuh Abi yang tidak panas namun terasa lebih hangat.

"Mas sakit? Apa yang dirasain?"

"Tadi cuma pusing karena abis jongkok langsung berdiri pa. Sekarang udah nggak papa kok." jelas Abi.

"Ke dokter ya?" tawar Deva.

OUR FAMILY!! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang