Part 31 - Bicara (2)

169 15 3
                                    

Selamat membaca:)

PART 31 - BICARA (2)

Deva mengetuk pintu kamar Angga dengan pelan. Ia langsung masuk begitu mendengar suara Angga yang mempersilahkannya untuk masuk. Deva langsung menghampiri Angga dan duduk di kasur, tepat di samping Angga yang juga sedang duduk di pinggir ranjang. Deva menghela napas sebelum mengusap rambut Angga dengan pelan, membuat Angga langsung menoleh dan menatap Deva yang berada di sampingnya.

"Sini cerita sama papa." mendengar ucapan Deva, Angga kemudian menghela napas. Ayahnya sedang mode serius sekarang.

"Sebenarnya abang tuh udah nggak akur sama Alex dari kelas sepuluh." ujar Angga membuka suara dengan setengah kesal.

"Nggak akurnya gara-gara apa?" bingung Deva.

"Biasa sih pa, gara-gara rebutan posisi di tim basket. Dia nggak mau satu tim sama aku. Seleksi ketua tim basket kemarin juga dia kalah dan nggak mau ikut turnamen karena aku ketua tim basket sekolah sekarang. Yaudah terus tantrum deh tu orang." gerutu Angga di kalimat terakhirnya.

"Tapi kenapa kamu pukulin dia sampek kayak gitu bang?" mendengar pertanyaan Deva seketika alis Angga menukik tajam.

"Pa, dari awal yang bermasalah itu si Alex. Aku gak masalah kalo dia musuhan sama aku, mau ngajakin adu jotos lah, balapan lah, atau apapun itu ke aku. Asal nggak ke Nayyara. Papa nggak tau aja Alex tuh udah ngincer Nayyara dari lama, terus aku harus diem aja?" Angga menghela napas kasar sebelum melanjutkan ucapannya.

"Aku udah kasih tau Nayyara buat nggak usah pacaran atau deket-deket sama cowok. Tapi dia nggak dengerin aku, nggak nurut sama apa yang aku bilang. Dan bener kan apa yang aku bilang, dia dimanfaatin sama Alex sekarang." jelas Angga menggebu-gebu.

"Tapi kan abang nggak perlu pukul-"

"Kalo papa mau ngobrol sama aku cuma buat nyuruh aku minta maaf sama Alex, maaf pa. Nggak akan pernah aku turutin permintaan papa yang satu itu. Ini semua salah dia dan aku nggak akan pernah maafin Alex karena udah bikin nama Nayyara jadi jelek dan kena hukuman dari sekolah. Dia pantes dapet pukulan dari abang, itu bahkan bukan apa-apa dibanding rasa sakit sama trauma yang dirasain Nayyara gara-gara dia." sahut Angga dengan cepat.

Deva hanya menghela napas, sedangkan Angga langsung menatap Deva dengan tatapan yang tidak setajam tadi. Alisnya tidak lagi menukik dengan tajam dan perlahan matanya menatap Deva dengan sendu.

"Papa harusnya tau perasaan abang, papa harusnya paham perasaan abang sekarang. Papa punya mami, papa juga punya adek perempuan, papa pasti pernah ada di posisi abang. Abang tuh marah karena dia bikin adek abang sakit hati dan malu pa. Adek abang juga harus kena hukuman gara-gara dia padahal adek abang nggak salah."

Deva menatap Angga dengan terpaku. Angga benar, Deva pernah ada di posisi Angga sekarang. Deva juga punya adik perempuan yang ia sayangi. Namun Deva ingin Angga paham dan mengerti bahwa menghadapi masalah dengan emosi dan kekerasan tidak akan menyelesaikan apapun.

"Papa paham. Papa tau rasanya jadi abang. Tapi papa cuman nggak mau anak papa jadi kaya preman di luar sana, papa nggak mau anak papa nggak bisa ngontrol perasannya sendiri, papa nggak mau anak papa jadi suka mukul orang. Biarin dia dihukum sesuai sama perbuatannya, tapi hukuman itu bukan hukuman dari kamu bang. Biar pihak sekolah yang ngehukum dia. Papa mau anak papa hidupnya tenang dan nggak nyimpen dendam ke orang lain. Abang bisa?"

Angga hanya diam dan mengalihkan pandangannya. Rasanya sulit jika harus melupakan perbuatan Alex yang kelewat jahat kepadanya dan juga sang adik.

"Abang pikir-pikir dulu." sahut Angga setelah terdiam cukup lama.

Deva kemudian mengangguk dan mengelus kepala sang anak. Ia tau, pasti sulit bagi Angga untuk melupakan perbuatan Alex, namun mau bagaimanapun Deva tidak ingin Angga hidup dengan menyimpan dendam untuk orang lain. Melihat Angga mau mempertimbangkan permintaannya sudah membuat Deva bersyukur. Setidaknya Angga akan berusaha.

"Buruan baikan sama adeknya" perintah Deva pada Angga.

"Iya nanti." sahut Angga singkat.

"Kasian itu adeknya."

"Ya lagian kalau dikasih tau nggak nurut." ujar Angga ngeyel.

"Kejadian ini kan bukan maunya adek bang. Ini semua diluar kehendak dia. Jangan marah lama-lama sama adeknya." ujar Deva berusaha memberikan pengertian pada Angga.

Angga kemudian mengangguk dan membiarkan Deva beranjak pergi dari kamarnya. Ia akan tidur saja setelah ini, hari ini benar-benar melelahkan. Angga kehabisan energi.

0_0

Jam menunjukkan pukul lima sore, dan Abi yang baru saja sampai segera masuk ke dalam rumah dengan langkah cepat. Matanya mengedar dan ia tidak melihat siapapun di ruang tamu maupun ruang tengah, laki-laki itu langsung menuju lantai dua tepatnya ke kamar Anin.

Pintu kamar Anin setengah terbuka dan tanpa mengetuknya Abi langsung membukanya dengan pelan. Abi berdiri di depan pintu dan matanya bisa melihat Anin yang duduk di ranjang dengan pandangan kosong. Abi melangkah masuk dan duduk di samping sang adik.

Setelah mendapat kabar dari Deva barusan, Abi langsung pulang begitu kelasnya selesai. Ia tidak bisa berhenti memikirkan kondisi adik-adiknya di saat seperti ini. Dan benar saja, Anin pasti sedih setelah mendapat fitnah ditambah dengan kemarahan Angga pada gadis itu.

"Dek." panggil Abi.

Anin tersentak lalu menatap Abi yang duduk disampingnya. Perempuan itu tidak mengatakan apa-apa, ia hanya menatap mata Abi dan lama kelamaan mata Anin memerah dan berlinang. Abi segera menarik Anin dalam pelukan dan membiarkan gadis itu menangis dalam pelukannya.

"Nggak papa. Adek boleh nangis sekarang. Tapi besok adek udah nggak boleh sedih-sedih lagi." bisik Abi.

"Adek malu mas." tangis Anin mengeras, membuat Abi semakin khawatir.

"Adek nggak salah. Nggak papa, dijadiin pelajaran buat kedepannya ya."

Anin mengangguk dengan sisa tangisnya. Ia masih memeluk Abi dengan erat, bahkan tangisannya semakin mengeras. Dan Abi hanya bisa mengelus punggung Anin, berusaha menenangkan sang adik.

Pelukan Anin dan Abi seketika terlepas karena mendengar pintu yang dibuka semakin lebar. Anin menatap seseorang yang berdiri di depan pintu kamarnya sambil bersedekap. Mata laki-laki itu menatapnya tajam lengkap dengan gesture angkuh dan wajah garang yang laki-laki itu miliki.

Abi yang melihat Angga seketika menghela napas, ia berdiri dan menghampiri Angga lalu menepuk lengan Angga dengan keras.

Plak!!

"Ih!! Apasih mas?!" sewot Angga.

"Jangan galak-galak kalo sama adeknya." tegur Abi.

"Enggak, orang biasa aja." elak Angga. Abi hanya menghela napas lelah. Ia sempat melirik Anin melalui ekor mata sebelum bicara dengan suara lirih pada Angga.

"Itu adeknya diajak ngomong, dipeluk." perintah Abi pada Angga.

"Dih enggak mau." tolak Angga. Abi seketika mendesis, yaampun Angga ini benar-benar.

"Terus ngapain kesini kalau nggak mau ngobrol sama yang punya kamar." ujar Abi greget.

"Berisik, suara nangisnya kedengeran sampe luar." sahut Angga menatap datar tepat di bola mata Anin.

Deg

TBC


Angga kalo lagi marah mulutnya emang jelek wkwkwkwk. Marahin ges..

Maaf ya aku ngaret updatenya, lagi musim UAS sama banyak banget tugas proyek. Makasih udah baca dan jangan lupa tinggalin jejaakk🙌💗

Love,

Esteh
12 Juni 2024

OUR FAMILY!! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang