Part 2 - Khawatir

502 22 0
                                    

Selamat membaca:)

PART 2 - KHAWATIR

Jam menunjukkan pukul sepuluh pagi. Abi yang baru saja mandi segera bersiap untuk menghadiri rapat bersama panitia PKKMB yang lain. Abi meraih satu stel pakaian dari lemari dan berjalan menuju kaca. Ia memakai kemeja tanpa mengancingkannya sembari menatap wajahnya sendiri, ia juga sedikit merapikan rambut sebelum beranjak dari depan cermin. Ia berjalan menuju tembok yang letaknya berseberangan dengan ranjang. Ia mendongak menatap sebuah bingkai yang menampilkan foto sepasang suami istri yang sedang tertawa bahagia, Ayah dan bundanya. Abi tersenyum dan menatap foto tersebut dengan lembut.

"Yah, bun, aku berangkat dulu. Assalamu'alaikum." pamitnya.

Setelah berpamitan Abi segera keluar untuk mencari keberadaan Rania. Di pagi hari biasanya Rania berada di halaman belakang untuk memberi makan kelinci peliharaan keluarga mereka. Abi berjalan menuju halaman belakang dan mendapati Rania sedang mencuci tangan di samping teras belakang.

"Maa, mas berangkat dulu ya."

Rania menoleh sambil mengeringkan kedua tangannya. Ia melongok ke dalam rumah untuk melihat jam.

"Udah jam sepuluh, pantesan mas udah rapi. Uang jajannya masih ada?" tanya Rania sambil mendekati sang anak.

"Masih ada kok ma." sahut Abi kalem.

"Loh, kok masih ada. Habisin dong mas. Mama tambahin ya, bentar mama ambil dompet dulu." omel Rania.

Rania yang hendak melangkah seketika berhenti karena lengannya yang ditahan oleh Abi.

"Maa, uang jajan mas masih banyak. Nggak papa nggak usah ditambahin." tolak Abi kalem.

Rania menghela napas lelah. Tangannya terangkat untuk mengelus lengan sang anak, terasa lebih kecil. Wajah Abi terlihat lebih tirus beberapa hari terakhir terakhir.

"Kamu banyak-banyak jajan dong mas. Nggak usah hemat-hemat, uang mama sama papa masih banyak. Mas nggak usah khawatir."

Rania menjeda ucapannya sebentar. Matanya tiba-tiba memerah.

"Kamu juga keliatan lebih kurusan, nggak betah ya tinggal sama mama? Atau masakan mama kurang enak? Kamu mau dimasakin apa? Mas mau makan apa?" ujar Rania yang mulai berkaca-kaca.

"Maaa, siapa bilang aku nggak betah tinggal sama mama. Mas seneng kok disini. Emang akhir-akhir ini mas lagi sibuk kegiatan kampus aja, kemarin juga beberapa kali keluar kota karena harus tampil sama anak-anak band, mama nggak perlu khawatir." ujar Abi sambil menggenggam kedua tangan sang ibu.

"Ya gimana nggak khawatir kalau anak mama makin kurus kayak begini. Abis ini mama cariin vitamin ya. Mau kan?" tawaran Rania dibalas anggukan dari sang anak.

"Iya maa mas mau. Udah yaa mama nggak usah nangis. Nanti mas ditonjok papa kalau papa tau mama nangis gara-gara mas." gurau Abi.

Abi maju untuk memeluk mamanya dan dibalas tak kalah erat oleh Rania. Sesaat setelahnya, pelukan keduanya terlepas.

"Mas berangkat sekarang ya maa. Nanti kayaknya mas pulangnya mampir ke rumah mami dulu." pamit Abi. Rania mengangguk lalu mengulas senyum.

"Iya, jangan pulang malem-malem. Kalau mau nginep disana bilang mama dulu ya. Mama sayang sama mas."

"Love you too maa, mas berangkat. Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam. Hati-hati mas."

Setelah mencium tangan Rania, Abi beranjak pergi ke cafe untuk rapat bersama teman-temannya. Meninggalkan Rania yang menatap kepergian sang anak dengan sendu.

OUR FAMILY!! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang