Part 37 - Maaf

140 17 0
                                    

Selamat membaca:)

PART 37 - MAAF

Anin masih terus menangis setelah Abi memberikan kabar bahwa ia akan pergi ke Aussie sebentar lagi. Angga yang juga ada disana hanya menatap dua manusia yang saling berpelukan itu dengan lelah. Ya Tuhan Anin sudah menangis selama dua jam dan gadis itu masih belum puas juga? Angga sampai jengah.

"Nin, udah anjir nangisnya." ujar Angga lelah. Anin sama sekali tidak menjawab dan tetap memeluk Abi dengan erat. Tangisannya malah semakin keras dan kuat.

"Udah dong dek, mas kan pergi jauh buat kuliah. Kamu jangan bikin masnya berat buat pergi." tegur Deva.

"Aku kan sedih pa." ujar Anin lirih. Deva yang mendengarnya hanya menghela napas lelah.

"Udah anjir, nangis mulu lo dari kemaren-kemaren." ujar Angga lalu menarik Anin agar melepas pelukannya dari Abi. Anin yang memang sudah lemas dan lelah karena menangis hanya bisa pasrah ketika Angga menarik tubuhnya menjauh dari Abi.

"Kok lu nggak sedih sih." sinis Anin dengan suara serak, tak lupa mata sipitnya yang membengkak menatap Angga dengan tajam.

"Ngapain sedih sih. Harusnya kita bangga karena mas Abi bisa dapet proyek ke luar negeri, ntar siapa tau dapet S2 sekalian bisa dapet kerjaan bagus di sana. Karirnya bakal makin bagus, makin sukses. Udah nggak usah ditangisin!!" sentak Angga kesal.

Anin malah semakin menangis dan beralih memeluk Angga yang ada disebelahnya. Sedangkan Abi yang duduk menghadap Anin hanya menatap adiknya dengan perasaan bersalah.

"Maaf ya dek."

"Udah mas biarin aja ntar diem sendiri." sungut Angga.

Tak lama setelah Angga berucap, Anin yang memang sudah lelah mulai memejamkan mata. Apalagi ditambah elusan Abi di tangannya membuat gadis itu semakin mengantuk. Dan tak lama setelahnya gadis itu tertidur pulas dengan bersandar pada Angga.

Angga yang melihatnya hanya menghela napas lelah. Anin ini memang sangat merepotkan. Dengan sisa tenaganya di jam sepuluh malam ini, Angga menggendong Anin dan membawanya ke kamar gadis itu. Meninggalkan Abi dan Deva yang menatap kepergiannya dalam diam.

"Pa.." panggil Abi.

"Hemm?"

Setelahnya Deva berpindah dan duduk di samping Abi di sofa panjang yang ada di depan ruang keluarga. Ia merangkul Abi sebagai bentuk dukungan. Deva tau Abi pasti merasa bersalah karena membuat Anin menangis.

"Nggak papa, Anin cuma kaget aja."

"Kasian adek nangisnya sampe bengep, nggak tega."

Deva hanya tertawa pelan dan membiarkan Abi tenang dengan sendirinya.

"Nanti kalo udah di sana harus telpon papa sama mama tiap hari ya mas. Kalau nggak telpon pun kamu harus Whatsapp mama papa ya. Kasih kabar terus."

Abi kemudian menatap Deva sendu. Ia pasti akan merindukan rumah ini nanti. Sedangkan Deva mengelus rambut Abi pelan sebelum tersenyum dan mengacak-acak rambut anaknya.

"Udah nggak usah sedih, ayok tidur. Besok kamu harus ketemu mami loh."

Abi kemudian mengangguk dan keduanya segera beranjak menuju kamar masing-masing. Deva melihat Abi sampai masuk ke dalam kamarnya dan barulah ia menuju kamarnya sendiri. Deva membuka pintu kamarnya namun tidak terbuka juga. Ia mengernyitkan kening bingung.

Tok tok tok

"Ran..." panggilan Deva tidak mendapatkan jawaban apapun dari Rania.

"Ran..." panggilnya lagi.

OUR FAMILY!! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang