Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝗦𝗨𝗔𝗥𝗔-𝗦𝗨𝗔𝗥𝗔 𝗦𝗔𝗟𝗜𝗡𝗚 bersahutan, meramaikan kegelapan yang tak berujung. Diikuti kilauan cahaya berbagai warna yang menyambar di detik selanjutnya.
“Camellia! Camellia! Wake up !”
Seketika kedua mata dengan pupil hijau itu terbuka sempurna, dia terbelalak.
“Camellia?”
Dia menoleh. Bibirnya terbuka tak bersuara.
“It’s okey, Camellia. Jangan bicara terlebih dahulu, aku akan membantumu bangkit, ayo,” usul laki-laki yang tampak lebih muda dengan rambut coklat. Dia, Colin Creevey.
Dan gadis yang baru saja membuka matanya itu adalah Camellia. Gadis Evans itu hanya mengangguk kepada Colin sebagai jawaban. Setelah Camellia berhasil bangkit dan duduk, Colin lalu memberikan sebotol air yang langsung diteguk hingga habis.
“Pelan-pelan saja, Camellia,” kata Colin.
“Apa yang terjadi, Colin?” tanya Camellia begitu suaranya mulai dapat keluar dari bibirnya.
Colin menghela napasnya sebelum menjawab, “Aku tak tahu, Camellia. Aku hanya pergi dari tribun penonton untuk menghilangkan rasa bosanku karena pertandingan yang tak kunjung selesai, lalu aku malah menemukan dirimu kejang di kamar mandi ini.”
“Kejang?”
Colin mengangguk.
Camellia menunduk dan menyelipkan jemarinya di sela-sela akar rambut.
Kenapa ia bisa kejang?
Camellia ingat bahwa dirinya terakhir kali bersama Shirenna yang berteriak kesakitan, lalu sebelum itu ia juga ingat bahwa dirinya berada di makam bersama Harry dan Cedric.
Tunggu ....
Makam?
“Apa kau sakit, Camellia?”
Pertandingan?
“Camellia? Oh ayolah, Camellia, jangan membuatku kembali takut. Kau tak akan kejang lagi, kan?”
Cedric!
Camellia bangkit secepat kilat setelah ia berhasil melepas jubah hitamnya yang setengah koyak itu. Dia berlari sekuat tenaga menuju ke tempat di mana takdir akan berpihak. Dia terus berlari mengabaikan beberapa bagian tubuhnya yang terluka, dan juga mengabaikan teriakan nyaring dari Colin.
“Camellia, jangan meninggalkanku!”
. . .
Sepanjang lorong Camellia terus berharap dalam hati agar rencana yang ia telah disiapkannya dapat berjalan lancar. Hanya satu yang ia inginkan sekarang. Dan harapannya hancur begitu Camellia mendengar bagaimana suara teriakan dan tangisan pilu itu masuk ke pendengarannya tepat setelah ia sampai di lapangan Quidditch.