“Nimas dan Dimas ini, dari mana mau ke mana?”
Pertanyaan muncul dari laki-laki yang membawa nampan dengan minuman mengepul di sana.
“Saya Antara dan ini istri saya. Kami sedang berkeliling di desa ini. Kami baru saja menikah. Ingin menghabiskan waktu bersama.”
“Oh begitu. Wayah hujan seperti ini, sebaiknya jangan mengadakan jalan-jalan. Jadi, tujuannya mau ke mana?”
Buma sedikit menjeda obrolannya. Ia ingin terlihat natural tetapi Cleo menyelamatkannya.
“Dukuh Barung.”
Suara seuatu pecah dari bagian belakang rumah terdengar. Ketiga orang itu menoleh ke arah yang sama.
“Dukuh Barung?”
Buma melirik wanita yang diaku sebagai istri tersebut.
“Jaraknya cukup jauh dari sini dan di sana tempatnya wingit. Kenapa ingin ke sana?”
“Mbah,rumah ini bagus sekali, ini dibuat tahun berapa ya?”
Pertanyan Cleo memancing reaksi sang suami bohongan.
“Sayang,” ucapnya sembari berdehem.
“Maaf, Pak, istri saya suka penasaran.”
Suara tawa terdnegar dari laki-laki dengan gigi rongah itu.
“Ini peninggalan moyang saya. Dibangun 100 tahun lalu. Tahun 1880-an.”
“Dua ratus tahun berarti, Pak.”
Cleo menyenggol kaki suaminya. “Ish, dasar bodoh. Hitung-hitung saja tidak becus.”
“Sekarang kan tahun du-“
“Tahun berapa Mbah?”
Cleo membungkam mulut Buma.
“Seribu sembilan ratus delapan puluh dua.”
“Nah, kan Sayangku. Paham kan?”
Buma menatap mata istrinya. Keduanya saling bicara tanpa suara. Hanya sorot matanya saja yang tertaut.
“Dimas dan Nimas dapat beristirahat di sini. Istri saya sudah menyiapkan tempat. Tapi, maaf seadanya ya.”
Cleo langsung mengiyakan dan berterima kasih. Perjalanan hari ini cukup melelahkan. Terlepas dari itu dia paham harus segera menyusun rencana dengan Buma. Mereka tersesat. Ya, mereka melewati tapal batas tak kasat mata yang akhirnya membuat keduanya terdampar di sini.
“Ini apa maksudnya?” bisik Buma saat ia dan Cleo mengikuti pria itu berjalan ke arah kamar yang disediakan.
Hanya ada satu ranjang. Pemandangannya cukup bagus. Namun, ada kesan lain di sana. Buma berbasa-basi dulu sebelum ia menutup pintu kamar itu.
“Cle, apa maksudnya?”
Cleo berdiri di samping jendela besar menatap ke arah luar.
“Kita… kembali ke tahun itu.”
“Ha?”
Aura sang dara mendadak berubah. Wajahnya bersinar, seiring sorot penerangan di luar. Buma mengira itu ampu petromax.
“Ini… tahun yang kita bicarakan dulu. Tahun di mana orang tua kita masih belum saling bertemu.”
“Cleo, it doesn’t make a sense.”
“but it’s real. We’re here now.”
“How come?”
Cleo melirik jamnya. Waktu di sana tak berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desus Kasus
RomanceCleopatra Dresanala, tengah dihadapkan pada kenyataan jika dirinya akan dijadikan boneka oleh mantan suami ibunya pasca kematian sang kakak tiri. Jatra, laki-laki pemimpin sekte terlarang, selalu membutuhkan bantuannya untuk mencari tumbal. Bumanta...