Kasus Keduapuluhdelapan

80 18 0
                                    

Berlian, si bungsu dari kembar tiga, putri Tjandra dan Dianty, masih setia menjadi bagian dari anggota SAR. Ia yakin jika kakak sulungnya bisa ditemukan. Entah kenapa, di sujud terakhirnya semalam, ia memimpikan sebuah titik di mana ia menemukan sesuatu yang berkilau.

“Mbak Berlian, naik Mbak. Debit air sebentar lagi naik, ada kabar jika di puncak semalam sempat hujan. Biasanya, debit air di sini akan ikut bertambah.”

Berlian menggeleng. Seluruh tubuhnya sudah basah. Kepala berjilbab itu sesekali masih ia tenggelamkan untuk memastikan jika ada sesuatu yang bisa ia temukan di sana.

“Mbak, bahaya!” Yuhan kembali berteriak.

Guyuran air terjun yang letaknya 80 meter dari tempat berdiri Berlian memang mendadak jauh lebih besar guyurannya.

“Allahu akbar!”

Yuhan berusaha untuk turun dan berlari ke arah Berlian. Namun, arus yang mendadak gila itu malah membawa Berlian terseret lebih jauh.

“Astagfirullahal adzim, la hawla wa laa quwwata illa billah.”

Ucapan itu menenangkan Berlian. Ia pasrah pada Sang Pemilik Jiwa Raganya. Meski sempat terseret, Berlian merasakan ada sesuatu menahan tubuhnya jatuh ke arah sungai aliran besar. Berlian meraih benda itu dan ia terkejut saat menyadari apa yang ia temukan.

Matanya yang memang terbatas penglihatan karena air, berusaha mengenali benda di sana.

“Mas Buma!” pekiknya.

Ya, benar. Ia menemukan kakaknya.

“Kang Yuhaaaan! Paaaak! Pak polisi! Masku di sini!” teriaknya.

Seluruh lampu yang awalnya menyorot ke berbagai penjuru, kini disorotkan ke sana. Ya, fajar memang baru saja naik. Sehingga pencahayaan alam belum maksimal, membutuhkan senter-senter besar itu untuk memastikan apa yang dikatakan si gadis nekat yang sebenarnya diam-diam menyelam sendiri.

Anggota tim segera mendekat, mereka segera mengangkat tubuh Buma.

“Satu, dua, tiga, Tarik! Angkat!” Instruksi itu terdengar setelah tiga anggota turun ke air dan beberapa memilih lewat jalur batu sembari membawa tandu berwarna orange.

Netra Berlian, saat itu menemukan sebuah batu besar yang sama persis dengan apa yang ia lihat di mimpi bakda tahajudnya.

“Itu batu yang tadi,” gumam Berlian.

“Ning! Ayo naik, Ning Lian!”

Berlian mengabaikan ucapan Yuhan. Padahal sopir sang ayah itu sudah siap membantunya naik.

Berlian mendekat dan di sana, sesosok tubuh lain terlihat. Tempatnya tidak sedalam tempat keberadaan sang kakak tadi, itulah mengapa Berlian bisa menarik tubuh si pria ke atas batu.

“Kak! Kak! Bangun Kak!”

Berlian mengira laki-laki itu adalah teman Buma yang sama-sama tersesat atau terseret arus air terjun.

“Ning Lian! Itu siapa?”

“Kang Yuhan! Panggil tim lagi! Cepaaaat!” teriak Berlian.

Gadis itu berhasil menjaga tubuh di laki-laki agar kepalanya tidak tercelup di air lagi.

Ia menggulingkannya dan berhasil membaringkan tubuh laki-laki itu di atas tanah samping bebatuan pinggir aliran air.

Berlian segera memberikan pertolongan pertama. Masih ada denyut nadi dari si laki-laki. Setelah melakukan CPR ia akhirnya memberi nafas buatan untuk laki-laki itu. Dan, berhasil. Mata sipit itu terbuka seiring mulutnya mengeluarkan air yang terlalu banyak terminum.

Desus KasusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang