Kasus Kesembilan

99 15 3
                                    

Gadis bersandal jelly itu berlari ke arah gerbang samping tempat di mana dia masuk tadi. Hatinya begitu sakit dan terluka. Ya, entah kenapa, kecemburuan yang luar biasa tak bisa ia tahan saat mendengar ucapan Angkasa.

Calon mantu Umi.

Ya, ia tak siap mendengar kalimat itu.

Mbak e, mau ke mana?”

Cat calling terdengar saat Bening melewati gang sempit yang harus ia lalui pasca keluar dari gerbang samping rumah sakit. Bau asap rokok tercium begitu pekat. Bening sampai harus menahan napasnya saat melewati tempat yang kanan kirinya kini dipenuhi oleh para laki-laki yang tengah nongkrong sembari memesan kopi dari penjual angkringan di luar pagar rumah sakit.

Assalamualaikum.”

“Woo, budheg. Disalami kok ndak njawab.”

Lorong itu hanya sekitar tiga puluh meter tetapi rasanya panjang sekali. Bening mempercepat langkah kakinya.

“Ojek, Mbak? Mau pulang ke mana? Ayo gratis yok.”

“Sama saya aja Mbak, ngojeknya. Mampir taman kota wis, gratis.”

Bening dipepet dua orang laki-laki yang sudah dipastikan tak baik itu. Ya, benar memang mereka menawarkan tumpangan tetapi sepertinya mereka bukan tukang ojek sungguhan.

Gadis itu ketakutan. Ia pun berlari lebih cepat hingga tak sengaja menabrak seseorang yang keluar dari arah gerbang utama yang seharusnya sudah tertutup. “Ma-maaf, maaf.”

Suara Bening bergetar.

Mbak, ayo loh. Gratis. Jalan-jalan dulu.”

Bening merasakan tubuhnya mendadak hangat. Suara seorang laki-laki yang tegas mengusir para penganggunya membuat Bening mendongak.

“Jangan ganggu istri saya!” bentak Angkasa keras.

Angkasa juga memanggil sekuriti untuk mengurus orang-orang yang sudah mengganggu Bening. Gadis itu menangis ketakutan di pelukan Angkasa.

“Ayo pulang,” ucap Angkasa lembut.

Keduanya masuk ke dalam mobil milik Angkasa. Bening masih terisak saat di pria duduk di kursi belakang kemudi.

“Mas Asa kenapa malah pulang sama aku? Kenapa nggak di sana aja?”

“Terus kamu mau dianterin pulang sama ojek kampung tadi?”

Bening menggeleng.

“Ya udah, kalau gitu ojek langit ini yang bakal nganter kamu pulang.”

Bening mengambil tisu dan mengusap air matanya. “Terus calon mantu Umi gimana?” sengak Bening.

“Hm? Ya biar dijaga sama calon suaminya.”

Bening menatap Angkasa. “Calon suaminya?”

Keduanya bertatapan. Cukup lama sampai suara Angkasa memecah keheningan.

Wait, jangan bilang kalau kamu pikir aku yang akan nikah?”

Bening menunjukkan wajah kesalnya. “Tadi kan Mas yang bilang katanya nungguin mantannya Mas yang sakit! Terus Mas bilang kalau itu calon mantu Umi! Jelas aja aku mikir kalau itu calon istri Mas!”

Angkasa menatap lekat Bening. “Kamu… kamu nangis karena cemburu sama aku?”

“Pakai nanya! Bisa-bisanya Mas enteng banget bilang mau nikahin mantannya Mas. Dan ditelponin nggak diangkat. Beneran aku susul ke sini dan Mas bilang tentang mantunya Umi, gimana aku nggak overthinking!”

Desus KasusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang