Kasus Keduapuluhsembilan

73 16 1
                                    


 

1980-an

Hidangan makanan yang tersaji di depan empat orang di sana, habis tak bersisa. Phia membuatkan the dari daun the yang ia petik sendiri, untuk Cleo.

“Coba dulu.”

Cleo menyesapnya. Kesegaran itu sangat berbeda. Keduanya tadi sempat bersama-sama memetikteh di kebun belakang rumah sang anak lurah.

“Masyaaallah, enak banget Phia.”

Phia terlihat senang, ia bertepuk tangan kecil bak anak TK yang sedang dipuji gurunya.

“Dek, besok Mas mulai tugas. Kamu ingat, jangan pergi ke mana pun tanpa Mbok Datin, Mbok Parmi, dan Pak Juwarno.”

Phia mengangguk.

“Mbak Io mau nggak nemenin adik saya di sini saja. Ya setidaknya sampai dijemput keluarganya. Karena, tugas kami kali ini cukup lama. Satu tahun.”

Cleo mengangguk tanpa berpikir. Siapa yang tidak mau tinggal di rumah sultan ala-ala ini? Dan Phia juga orang yang sangat baik. Kenapa tidak?

“Jangan sembarangan mengajak teman pulang ya? Kalau mau sedekah, kalau mau berbagi, wakilkan pada Pak Juwarno. Jangan bukakan pintu utama untuk siapapun kecuali Bapak yang rawuh. Paham?”

Kali ini Jay yang berbicara.

“Terus aku setahun kekurung di sini, gitu? Ha? Bisa lumutan aku.”

“Dek, dengerin kata Jay. Dia benar. Kamu itu perempuan, dan Mas nggak bisa jagain kamu di sini. Jadi, kamu harus bisa jaga diri.”

Phia akhirnya mengangguk. “Iya, iya. Tapi kan bosen kalau satu tahun hanya tinggal di rumah.”

“Pekarangan rumahmu saja 1 hektar lebih, Phia. Kamu gulung-gulung seharian di luar, bisa loh. Nggak perlu keluar dari rumah. Lagian, desa ini separuhnya adalah rumahmu.” Cleo menambahi.

Phia sok memasang wajah kesal. “Ih, Io, kamu kok malah ikutan belain mereka sih.”

“Mbak Io benar. Intinya kamu harus tunggu kami pulang dinas dulu. Setelah itu… Mas janji akan bawa kamu ke mana pun Mas pergi.”

Jay mendadak mengucapkan hal yang membuat Phia membuka mata lebar. “Ha?”

Aban, kakak Phia berdecih. “Nggak usah sok bodoh. Jay udah ijin sama Mas mau nikahin kamu selesai tugas nanti. Jadi, kamu harus nurut apa kata calon suamimu. Jangan pernah tinggalkan rumah ini selama kami pergi. Oke?”

Phia akhirnya mengangguk.

“Cie,” godaku sembari menyenggol Phia.

“Jaga dirimu, ya? Mas janji akan segera pulang setelah misi selesai.”

Phia pura-pura tak dengar. Ia beranjak ke arah dapur, menyingkirkan piring kotor. Ya, meski ia princess, tetapi untuk urusan rumah tangga, kadang ia melakukannya sendiri, karena bosan hanya terima jadi. Cleo dan Bang Aban tetap duduk di tempat, menikmati teh sembari menatap ke kolam koi dalam rumah.

“Bang, apa saya boleh tanya sesuatu?”

“Tentu saja, boleh.”

“Maaf, dalam perjalanan ke sini, setiap saya bertanya tentang dukuh Barung, kenapa orang di luar sana seperti bergidik ngeri? Padahal, dukuh ini sangat indah.”

Wajah Aban seperti berubah. Yang tadi berekspresi santai, kini mendadak serius dan sedikit tegang. Cleo menunggu jawaban laki-laki itu.

“Ini semua karena ramalan sialan itu.”

Desus KasusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang