Kasus Ke duapuluh tiga

200 19 12
                                    

Cleo merintih pelan saat ia merasakan bagian tubuhnya nyeri pasca kejadian siang tadi. Gerakan tubuh Cleo yang membuat dipan yang ia tiduri berderit, membangunkan Buma.

“Kenapa?”

Cleo menggeleng. “Mas ini, orang gerak dikit aja kebangun.”

Buma mengusap wajahnya. Ia tidur dengan posisi bersadar di kaki meja.

“Aku nggak tidur. Cuma merem aja.”

Cleo mengembus napas. “Mas harus segera pulang. Mas harusnya biarin aku dibawa orang tadi. Katanya, ibu itu mau nolongin Mas kan? Mas balik ke sana lagi aja, Mas tanya gimana caranya Mas bisa pergi dari sini. Jangan peduliin a-“

Buma memotong kalimat Cleo.

“Diam atau aku bungkam mulutmu dengan caraku?”

Nyali Cleo menciut. Ia tak mau bertengkar di tengah malam buta seperti ini.

Remang lampu petromax yang sudah mulai kehabisan tenaga, menangkap gambaran wajah Buma yang kesal pada Cleo.

“Mas, buka matamu. Orang asing saja bisa menilaiku, jika aku bukanlah orang baik-baik. Jika aku bukan berasal dari keluarga yang setara dengan keluargamu. Padahal, mereka hanya melihat dari luar. Apa itu tidak cukup bukti kalau kita memang tidak layak bersama.”

“Persetan dengan omongan orang. Aku nggak peduli. Lagian, apa bedanya kita? Justru kamu berasal dari keluarga baik-baik. Ayah ibumu menikah dengan baik-baik. Meski mereka telah meninggal dunia, tetapi mereka tak punya cerita kelam seperti ayahku yang punya anak dengan wanita selain ibuku tanpa ikatan pernikahan. Lebih rendah mana? Aku atau kamu?”

Cleo terdiam. “Mas, ayahmu pasti juga tidak sengaja dulu. Takdirnya memang seperti itu. Toh, sekarang beliau sudah kembali ke jalan Allah.”

Buma tersenyum setengah mengejek. “Bijak sekali menilai orang lain, sementara dengan dirimu sendiri kamu dzolim.”

Lagi, Cleo terbungkam.

“Kenapa kamu berubah? Bukannya kamu sendiri yang menggodaku? Kamu sendiri yang membuatku jatuh hati. Sekarang, setelah aku menyambutmu dengan sepenuh hati, kamu justru mengusirku?”

Gadis itu membenahi letak jaketnya. Dingin begitu menusuk, membuat ngilu hingga ke sendi-sendi.

“Mas… setelah sampai di sini, aku semakin yakin jika inilah takdirku. Aku dikirim ke sini untuk mengubah nasib orang tuaku. Aku harus mengubah takdir mereka. Aku harus membuat ayah dan ibuku tidak pernah bertemu.”

“Jangan aneh-aneh kamu, Cleopatra! Kalau mereka tidak bersama, itu artinya kamu tidak akan pernah lahir.”

Cleo tersenyum. “Itu jauh lebih baik dari pada aku harus melihat orang tua dan adikku mati mengenaskan di tangan manusia iblis itu.”

“Cleopatra, jangan sembarangan bicara. Tidak akan ada orang yang bisa mengubah takdirnya. Hanya Allah yang bisa.”

“Setidaknya aku ingin mencobanya dulu, Mas. Aku harus menemukan ibu dan membawanya pergi sejauh mungkin agar dia tidak menikah dengan manusia iblis itu dan tidak juga bertemu dengan ayahku.”

“Diam dan tidurlah. Besok pagi kita cari jalan keluar dari sini. Kita harus pulang ke rumah kita. Umi dan abi pasti sudah menunggu kita.”

“Menunggumu saja.” Cleo mengoreksi sembari membaringkan tubuhnya kembali di atas dipan.

Gadis itu mencoba memejamkan mata. Dadanya terasa begitu sesak. Mengapa harus ia merasakan ini.

Kenapa Mas Buma seolah-olah serius dengan ucapannya tentang hubungan kami ini? Apa benar dia menyukaiku? Tidak mungkin. Dia hanya menyetujui hubungan main-main ini karena dia membutuhkan informasi dariku tentang sekte terlarang yang didirikan oleh moyang ayah tiriku. Hanya itu. Tidak mungkin dia menggunakan perasaannya. Aku harus pergi… tugasku akan kutuntaskan di sini saja. Aku tidak mau membebaninya. Ya Allah, bawalah dia kembali ke masa kami. Biarlah dia menuntaskan apa yang menjadi pekerjaannya. Kembalikan dia pada keluarganya.

Desus KasusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang