Paradoks

330 34 2
                                    

Win dengan teliti memeriksa kondisi biola yang akan ia gunakan beberapa jam lagi, semua harus sangat sempurna sama seperti pertunjukannya sebelum ini. Win selalu berusaha tanpa cela jika menyangkut penampilannya di atas panggung. Ia tak ingin tiket berharga fantastis yang dibeli oleh para penonton terasa sia-sia jika ia menampilkan sesuatu yang mengecewakan.

Win juga selalu memastikan pakaian pilihannya adalah sesuatu yang paling terbaik dan terlihat elegant, dirinya harus tampak bersinar, membius penonton dari segala aspek, musik, dekorasi panggung, tata lampu dan penampilannya yang memukau.

"Jangan terlalu gugup, kau sudah sering melakukan ini" Ujar Aldric yang sejak tadi memperhatikan Win melangkah tak tentu arah di ruang ganti.

"Semua pertunjukan besar adalah sebuah tekanan, aku akan merasakan kegugupan yang berbeda di setiap penampilanku tetapi semua masih aman terkendali"

"Aku percaya padamu, kau selalu sempurna dan tak mengecewakan"
Aldric menepuk pundak Win "Ahh... Aku lupa bertanya padamu"

"Soal apa?"

"Saat gladi bersih tadi, mengapa kau tak memainkan lagu untuk special performancemu, apa kau yakin akan baik-baik saja tanpa latihan?"

Win hanya tersenyum menanggapi managernya, ia justru mengibaskan tangan pada pria itu untuk segera enyah. Win selalu butuh waktu sendiri sebelum naik ke atas panggung, mengosongkan pikirannya dari segala hal kecuali musik. Win akan kembali bersinar malam ini, semua orang pasti menikmati alunan indah dari biolanya, mereka akan hanyut atau bahkan hingga tenggelam bersama.

***

Semenjak menginjakan kaki di gedung pertunjukan, Bright merasa sesuatu bergejolak dalam dirinya. Amber tak pernah mengatakan apa yang akan mereka tonton malam ini, sampai semua poster menunjukan sosok angkuh seorang pria sedang memegang biolanya, memenuhi jalan menuju tempat pertunjukan berlangsung.

Bright sudah terlihat rapih dengan suit tanpa dasi, ia hanya tak ingin terlihat begitu formal seperti datang ke sebuah acara pernikahan, sementara Amber sangat stunning dengan royal blue dress berbelahan paha tinggi, jangan lupakan punggung mulus yang terpampang dan membuat Bright sempat mengomel panjang lebar saat wanita itu memperlihatkan penampilannya.

"Metawin Opasiamkajorn adalah Violinist favoritku, sebenarnya aku lebih suka karena dia orang Thailand, dia begitu menginspirasi untuk bisa terkenal di seluruh penjuru dunia"

"Ya.. Dia memang hebat" Jawab Bright singkat dan rendah, karena dirinya adalah salah satu orang yang menyaksikan betapa pria itu sangat bekerja keras.

"Apa Phi Bai pernah mendengar karya-karya Khun Win?"

Seumur hidupku, Batin Bright.

"Bagaimana kalau kita masuk saja? Kakiku terasa pegal berdiri terus seperti ini" Pinta Bright dengan wajah sedikit kesal.

"Dasar orang tua" Amber segera menggandeng tangan Bright untuk masuk ke dalam gedung pertunjukan, mereka terlihat begitu serasi ketika jalan bersama. Bright yang sangat tampan memang pantas dibawa kemanapun dan diperlihatkan pada seluruh alam semesta.

"Aku sudah tidak sabar Phi Bai" Genggaman tangan Amber pada jemari Bright semakin erat.

Bright hanya bisa tersenyum melihat kelakuan wanita disebelahnya ini. Tetapi jauh didasar hatinya ia sangat gugup, ini untuk pertama kali Bright menyaksikan pria itu bermain secara live di depan wajahnya, lebih tepatnya setelah menjadi Violinist terkenal.

Selama ini ia bahkan menghindari acara televisi yang menampilkan wajah pria itu hanya untuk menjaga hatinya tetap baik-baik saja. Bright sudah banyak berusaha untuk lepas dari bayang-bayang masa lalunya, tetapi malam ini semua menjadi sia-sia saat pria itu muncul diatas panggung dengan penampilan yang begitu mempesona.

***

Win memainkan hampir semua lagu dengan luar biasa, menghipnotis semua penonton yang datang terutama ketika ia bersekutu dengan lagu cinta. Win seolah merasakan betapa besar kekuatan cinta yang ia salurkan melalui nada, ia memang pandai mengkamuflase hatinya karena jauh di dalam sana, ditempat yang tak terselami, sudah lama ia merasa sebuah kebekuan.

Pertunjukan hampir selesai dan kini giliran penampilan terakhirnya yang juga akan menjadi penyaluran jiwa dan raganya terhadap rindu. Win hampir tak pernah bicara saat pertunjukan, tetapi biarlah malam ini menjadi sesuatu yang lebih berarti karena ia sendiri yang akan menyampaikan arti lagu penutupnya.

Win berdiri menghadap penonton dengan biola ditangannya, degupan jantungnya naik berkali-kali lipat tanpa bisa ia kendalikan "Selamat malam"

Seketika seluruh gedung pertunjukan hening seolah tak berpenghuni saat sapaan Win mulai menggema.

"Kota ini sejujurnya menjadi tempat paling sentimental dari semua pertunjukan yang pernah saya lakukan, saya meninggalkan kota ini bertahun-tahun lamanya untuk menekuni musik dibelahan bumi lain, dan untuk pertama kali setelah menjadi seorang Violinist Professional saya kembali pulang dengan sebuah karya. Disambut begitu hangat disini, benar-benar penghargaan luar biasa dalam perjalanan karir saya selama ini, karena itu untuk mengapresiasi sambutan yang diberikan pada saya, secara spesial saya akan memainkan sebuah lagu baru yang belum pernah saya perdengarkan pada siapapun termasuk tim saya, ini akan menjadi kejutan tersendiri untuk semua orang yang hadir malam ini" Win kembali memposisikan biolanya untuk segera bermain "Selamat menikmati karya baru saya Paradoks"

Saat permainam Win hampir menuju nada akhir, Bright yang merasakan sakit kepala sejak pertama kali lagu tersebut mengalun dan memenuhi seluruh gedung pertunjukan, pada akhirnya ia memilih untuk menyerah dan keluar begitu saja tanpa menghiraukan Amber. Hatinya tak sanggup lagi menahan sesuatu yang ingin meledak, Win dan lagunya mampu memporak-porandakan benteng kokoh setinggi langit yang telah ia bangun setelah mampu bangkit karena perpisaham mereka.

Bright bahkan telah merapal nama alih-alih menyebut dengan kata pria itu. Rasa cintanya untuk Win ternyata tak pernah kemana-mana, bersemayam dengan baik didalam sana, hanya menungu waktu kapan rasa itu akan muncul kembali dan menjadi besar lagi seperti sedia kala.

Kepergian Bright kebelahan bumi yang berbeda dengan Win ternyata tak mampu menghapus ingatannya, betapa mencintai Win adalah kisah terbaik yang pernah ia alami. Kesendiriannya hingga kini harusnya menjadi jawaban bahwa cinta untuk Win tetap bulat sempurna dan utuh. Bright tak ingin lagi berandai-andai karena semua sudah jelas di depan matanya.

Paradoks yang Win mainkan dengan sangat baik bukan hanya sekedar alunan indah tanpa makna. Itu adalah tentang kisah Win, kisah dirinya dan kisah mereka selama menjalin romansa.

Bukankah Win terlalu kurang ajar karena menyulut lagi memori yang seharusnya sudah mereka sepakati untuk selesai? Mengapa mantan kekasihnya itu tega menenggelamkan lagi dirinya dengan ingatan cinta.
Seandainya pun Bright tak mendengar karya itu dimainkan, Win tetap saja pria tak berperasaan.

Dengan langkah gontai, Bright segera mencari  tempat duduk sebelum ia benar-benar tumbang. Bright tak ingin membuat keributan jika secara tiba-tiba tubuhnya tak lagi tertolong. Sisa tenaganya masih bisa ia pakai melangkah ke satu sudut digedung pertunjukan untuk ia menenangkan diri sebelum kembali ke Apartemen dan beristirahat. Tetapi... Bukankah seharusnya ia lari saja setelah tahu pertunjukan siapa yang ingin Amber lihat, dia memang lemah jika itu menyangkut kebahagiaan Amber, dan inilah hasilnya sekarang.


I have found the paradox, that if you love until you hurts, there can be no more hurt, only more love

Mother Theresa

Semoga yang baca semakin suka dan bisa kasih tanda bintang juga komen😊

Kalau Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang