Happy Reading!
••••
"Cikini ke Gondangdia, ku jadi begini gara-gara dia."
"Cikampek, Tasikmalaya. Hatiku capek bila kau tak setia ~~~"
"Jakarta ke Jayapura, jangan cinta kalau cuma pura-pura."
"Madura sampai Papua, jangan kau kira ku tak bisa mendua ~~~"
Nyanyian itu bersumber dari mulut Harsa yang pagi ini akan mencuci pakaian, saat ini dirinya sedang berdiri di hadapan mesin cuci. Ia menuangkan sabun cair kedalam mesin cuci, sembari menunggu airnya sedikit penuh, agar semua pakaiannya terendam seluruhnya oleh air sabun.
Dirasa sudah penuh, Harsa mematikan kran air tersebut, setelahnya dirinya langsung memasukkan semua pakaiannya setelah sebelumnya memilah-milah pakaian yang berwarna putih agar dipisahkan terlebih dahulu dengan pakaian berwarna.
"Masak, masak sendiri. Makan, makan sendiri."
"Cuci baju sendiri, tidur pun sen ---"
Tuk
Sebuah botol sabun pencuci pakaian yang sudah habis tepat mengenai kepala Harsa yang masih asik bernyanyi, hingga menimbulkan pekikan dari si korban pelemparan.
"Aws, sakit atuh Kak," protes Harsa pada Rendi yang menjadi pelaku pelemparan botol kosong tersebut.
"Ya, habisnya, lo berisik banget! Bisa diem dulu gak sih Dek, ini masih pagi lo," ucap Rendi yang saat ini sedang menjemur pakaian di dekatnya. Lebih tepatnya membelakangi dirinya.
"Ya, gak papa dong Kak, biar gak sunyi," balas Harsa seraya memencet tombol power pada salah satu dari tiga tombol di mesin cuci
Berbicara mengenai tempat, mereka saat ini sedang berada di rooftop rumah.
Ruang laundry, tempatnya memang sengaja dibuat di rooftop, dimana gentengnya terbuat dari kaca, sehingga membuat cahaya matahari masuk menyinari dan memberikan panasnya ke dalam ruangan laundry, tepat di tempat mereka menjemur pakaian.
"Nyahut aja lo." Rendi memandang sinis pada Harsa.
"Gue kan punya mulut Kak, makanya gue nyahut," balas Harsa bercanda yang dimana malah membangkitkan kekesalan dalam diri Rendi.
Selesai dengan jemurannya, Rendi berbalik, dirinya mengambil keranjang kosong bekas pakaian, lalu memakaikannya ke kepala Harsa. "Pagi-pagi udah bikin kesel aja," sinisnya seraya berjalan pergi meninggalkan Harsa yang hanya bisa mengelus dada.
"Sabar-sabar, orang sabar pacarnya cantik," gumamnya. "Lagian, Kakak gue yang satu ini susah banget kalau di ajak bercanda, bawaannya emosian aja, heran banget," lanjutnya sembari melepaskan keranjang yang masih bertengger di kepalanya.
•••
"Kenapa Dek? Mukanya kusut banget gitu?" tanya Meldi pada Rendi yang baru saja memasuki dapur dengan raut kesalnya.
Meldi saat ini sedang membantu Jauzan memasak, ah lebih tepatnya memperhatikan, mana mungkin Meldi membantu, yang ada dirinya hanya membuat masalah kalau ikut membantu atau memasak dengan Jauzan yang saat ini sedang menumis sayur kangkung.
"Gara-gara kembarannya si Jauzan tuh," jawab Rendi meminum air putih didepannya.
"Kembaran gue? Si Harsa?" tanya Jauzan berbalik, menatap Rendi sejenak sebelum kembali ke masakannya.
"Ya, siapa lagi kalau bukan dia?" balas Rendi. "Sumpah ih, pagi-pagi udah bikin gue naik darah aja."
"Udah sih, lo kayak gak tahu kelakuan si Harsa aja Kak," sahut Juan yang baru saja tiba di dapur, lalu duduk di sebelah Rendi.
"Assalamu'alaikum, selamat pagi, everybody!" pekikan seseorang dari arah ruang tamu tanpa sadar membuat Meldi, Jauzan, Juan dan Rendi mengernyitkan kening.
"Mau ngapain kalian kesini Bang, ini masih pagi lho?" tanya Juan saat melihat ketiga abang sepupunya yang datang ke rumah masih dengan wajah natural mereka yang terlihat baru saja bangun dari tidurnya.
"Jawab dulu kali salam gue," cibir Doni memperingati.
"Wa'alaikumsalam!" balas Meldi, Rendi, Jauzan dan Juan serempak.
"Oh iya, maksud kedatangan kita kesini itu mau numpang sarapan, boleh kan?" Winata membuka suara.
"Gak boleh," orang di belakang Doni, Jamal dan Winata menyahut dengan nada bercanda, itu Cakra yang sepertinya baru selesai mandi, terbukti dari rambut hitamnya yang terlihat masih basah, beserta wangi sabun yang menyeruak.
"Gitu banget lo sama gue Dek," ucap Doni memonyongkan bibirnya membuat mereka yang disana bergidik jijik, badan aja L-Men tapi kelakuan kayak bocah.
"Apasih Bang, jijik banget gue," cibir Juju yang kebetulan sudah ikut bergabung di sana, tak lupa Juju sematkan raut julid di wajahnya.
"Tahu tuh, lagian gue tadi cuma bercanda," timpal Cakra menduduki kursi yang kosong, diikuti dengan ketiga abang sepupunya dan sang kembaran.
Bertepatan dengan mereka duduk, menu sarapan terakhir mereka yaitu tumis kangkung sudah matang, dan sudah Jauzan letakkan di meja.
"Wuih, kayaknya enak nih," celetuk Jamal saat melihat menu makanan yang tersedia di meja makan. Ada ayam goreng, tempe dan tahu goreng, sambal goreng dan yang terakhir tumis kangkung.
"Pasti enak dong, kan gue yang masak," sahut Jauzan bangga sembari menduduki kursi kosong di sebelah Meldi.
"Eh, ngomong-ngomong, si Harsa mana?" tanya Doni saat tak menemukan Harsa di area dapur. "Perasaan, gue gak lihat dia deh dimana-mana."
"Lagi nyuci pakaian Bang di atas, palingan bentar lagi juga turun ke sini," jawab Rendi yang benar saja, selang dua menit kemudian, Harsa sudah ikut bergabung di meja makan.
"Wih, seru nih, rame-rame gini," ucap Harsa saat melihat ketiga abang sepupunya yang ikut sarapan bersama mereka.
"Buruan ah, kita sarapan! Gue udah laper," celetuk Juju sembari menyiapkan piring untuk abang-abangnya.
"Thanks," ucap Jamal yang diangguki oleh Juju yang sudah kembali duduk di tempatnya.
Pada akhirnya, mereka pun mulai fokus dengan sarapan mereka, tanpa ada yang bersuara sedikitpun pagi itu.
••••
TBC
[27/07/2023]
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Home [END] ✓
FanfictionADA BAIKNYA, FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!! Our Home Hanya berkisah tentang kehidupan sehari-hari 7 pemuda bersaudara di lingkungan sekitar dengan para tetangga, sahabat dan orang-orang terdekatnya. Penasaran? Langsung saja baca. Warning!! • NCT Drea...