I hope you like this story.
Enjoy guys!
Happy Reading!
••••
Pagi hari, disebuah rumah bergaya modern, berlantai dua, dengan halaman depan dan belakangnya yang luas, yang terletak di salah satu komplek perumahan di kota Bandung. Terdengar berisik dan rusuh dengan suara teriakan yang saling bersahut-sahutan yang bisa berpotensi membuat siapa saja yang mendengar teriakannya harus berakhir pergi ke dokter THT, untuk memeriksakan apakah gendang telinga mereka baik-baik saja atau tidak? Tapi, tidak selebay itu kok.
Mahendra Diandra Abimana, si sulung keluarga Abimana hanya bisa menghela napas, seraya tangan yang tak tinggal diam, terus memijat pelipisnya yang terasa sedikit berdenyut karena ulah adek-adeknya yang sudah seperti Tarzan.
Lagi dan lagi, batinnya.
Walaupun pagi seperti ini sudah sering terjadi, tetap saja Meldi merasa pusing. Mereka berteriak seperti tidak ada hari esok, dan pasti yang diteriaki akan balas berteriak seperti,
"Bang Harsa! Kaos kaki gue yang kemarin lo cuci, di simpan dimana?"
"Gue jemur di halaman belakang!"
Atau
"Jauzan, kenapa lo pakai hoodie gue? Itukan mau gue pakai hari ini."
"Pakai aja yang lain, jangan kayak orang susah."
"Sabar Kak, lo kayak gak tahu gimana Adek-adeknya aja." Seseorang yang baru terduduk disebelahnya mengelus bahunya pelan, mencoba menenangkan.
Meldi menoleh, menatap pada adik keduanya, Juandra Abimana. "Ya tetep aja, kepala gue rasanya mau copot pas denger mereka teriak-teriak di pagi hari gini," balasnya.
Juan hanya terkekeh menimpali keluhan kakak tersayangnya. Dirinya turut membantu Meldi menyiapkan sarapan pagi kali ini. Kalau bertanya siapa yang memasak? Tentu saja, bukan keduanya. Mereka mana bisa masak, paling juga bisanya masak air.
Oh ya, yang masak itu putra kedua keluarga Abimana, Rendi Algrafi Abimana, adeknya Meldi dan kakaknya Juan, juga keempat pemuda tampan lainnya. Setelah siap, Juan berteriak, "Kalian yang masih di kamar, turun! Sarapan udah siap."
Tak lama setelah Juan berteriak, empat pemuda dengan pakaian yang berbeda, dua pemuda menggunakan seragam SMA, sedangkan duanya lagi menggunakan baju kaos biasa, dipadukan dengan sebuah hoodie dengan warna yang sama, putih. Juga sebuah celana ripped jeans yang sedikit longgar di kaki, menghampiri Juan dan Meldi.
"Kak Rendi mana?" tanya Juan kepada adik-adiknya, memang setelah beres memasak nasi goreng, Rendi langsung kembali ke kamar, bilangnya akan siap-siap.
"Masih di kamarnya Bang," jawab si bungsu, Juazi Junandra Abimana atau Juju.
Dahi Meldi mengernyit. "Ngapain? Lama banget perasaan?" tanyanya seraya menyuapkan nasi goreng pada mulutnya.
"Lagi semedi dulu Kak di bathtub," jawab Adda Harsaka Abimana alias Harsa. Dibanding memakan nasi goreng, dirinya lebih memilih memakan roti tawar yang saat ini sedang dirinya olesi sebuah selai cokelat kesukaannya. "Lo kan tahu sendiri, Kak Rendi itu kalau mandi paling lama."
Raffael Cakra Abimana yang duduk disebelah Harsa mengangguk, menimpali ucapan abangnya. "Iya, melebihi perempuan." Setelah itu, sebuah kaos kaki melayang pada kepala Cakra dan Harsa yang sedang asik memakan rotinya.
"Asu."
Harsa dan Cakra menoleh pada sumber pelemparan. Saat melihat tatapan tajam mematikan dari Rendi yang baru sampai ruang makan, mereka berdua hanya bisa cengengesan tak jelas. "Hehe, ampun Kak!"
"Bilang gitu sekali lagi, gue lempar kalian berdua dari ketinggian, biar kepalanya bocor sekalian!" ucap Rendi tajam, setajam mulut netizen
"Digituin aja, langsung kicep," gumam Addi Jauzan Abimana a.k.a Jauzan.
•••
Cakra yang baru selesai sarapan berdiri, ia menyampirkan tas hitamnya pada bahu sebelah kanan. Matanya menoleh pada si bungsu. "Lo mau bareng gue atau bawa motor sendiri? Kalau mau bareng gue, sekarang ayo. Hari ini gue kebagian piket kelas."
Juju yang masih asik mengunyah nasi gorengnya mendongak menatap sang kakak. "Gue bawa motor sendiri aja Bang," balasnya.
"Yaudah, gue duluan." Cakra menyalami tangan kelima kakak-kakaknya. "Gue pamit duluan Kak, Bang, Ju, ada piket kelas! Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, hati-hati lo Dek!"
"Oke."
Tak lama selepas kepergian Cakra, Jauzan berdiri. Dengan tidak elitnya, ia menarik tudung hoodie yang dipakai Harsa yang masih asik dengan rotinya. "Berdiri lo! Kalau mau bareng, kita berangkat sekarang biar gak kena macet," ucapnya.
Harsa berdiri, lalu mengambil tasnya. "Biasa aja dong, gini-gini gue Abang lo ya monyet," balasnya kesal.
"Cuma beda lima menit doang," balas Jauzan santai. Sama seperti Cakra, ia dan Harsa menyalami tangan kakak-kakaknya. "Kita duluan Kak, Bang, Dek!"
Tanpa menunggu balasan dari kakaknya, Jauzan kembali menarik Harsa, kali ini dibagian pergelangan tangan. Menyeretnya ke bagian garasi rumah.
Keempat orang yang tersisa disana hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan dua kembaran itu.
"Lo sama si Cakra kembar, tapi gak gitu-gitu amat perasaan," celetuk Juan pada Juju yang masih memperhatikan kedua kakak kembarnya yang sebentar lagi menghilang dibalik pintu.
"Darahnya AB kali Bang," sahut Juju.
"Apa hubungannya?" tanya Rendi bingung dengan sahutan Juju.
"Kan katanya kalau darahnya AB, orangnya biasanya aneh."
Dengan bodohnya, Meldi, Rendi dan Juan mengangguk mendengar omong kosong yang dilontarkan Juju, sedangkan Juju hanya bisa mendengus malas melihat respon ketiga kakaknya.
"Udahlah, gue juga pamit Kak, Bang! Assalamu'alaikum." Juju berlari setelah menyalami tangan ketiganya.
"Wa'alaikumsalam!"
•••••
TBC
Segitu dulu deh, tes awalan dulu.
[30/04/2023]
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Home [END] ✓
FanfictionADA BAIKNYA, FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!! Our Home Hanya berkisah tentang kehidupan sehari-hari 7 pemuda bersaudara di lingkungan sekitar dengan para tetangga, sahabat dan orang-orang terdekatnya. Penasaran? Langsung saja baca. Warning!! • NCT Drea...