67 : Sisi Lain Juju

2.1K 203 12
                                    

Happy Reading!

••••


Plak

Plak

Bunyi tamparan keras itu terdengar menakutkan bagi Leo yang saat ini hanya bisa memejamkan matanya kuat-kuat.

"Itu pelajaran untuk kamu karena sudah bersikap tidak sopan dengan saya." Budiman menatap Juju dengan tajam yang langsung Juju balas dengan tatapan yang bahkan lebih tajam.

Budiman tertegun, saat dirasa tatapan yang dilayangkan Juju kali ini terlihat berbeda, seperti bukan Juju yang biasanya. Mengapa?

"Lepasin gue bangsat!" pekik Juju tiba-tiba yang membuat Leo tersentak kaget, sedangkan Lino terlihat memperhatikan Juju dengan seksama, mencoba menelaah apa yang sebenarnya terjadi dengan Juju.

"Lo tuli ya? Lepasin iketan ini anjing!" pekik Juju kembali saat Budiman malah menatapnya dengan pandangan meremehkan.

"Apa keuntungan yang akan saya peroleh jika saya melepaskan kamu?" tanya Budiman seraya menaikkan satu alisnya menatap Juju.

"Kematian," jawab Juju tanpa ekspresi.

"Wow," decak Budiman terdengar meremehkan. "Saya takut," lanjutnya sembari berpura-pura bergidik ngeri.

"Oh iya, kamu belum tahu kan alasan saya sandera kamu disini? Nih, biar saya kasih tahu. Sebenarnya target saya itu Kakak kamu yang sekarang lagi berjuang antara hidup dan mati. Sayang sekali, ternyata Kakakmu tidak jadi mati, padahal racun yang saya kasih dosisnya banyak lho."

Mendengar penjelasan tersebut, membuat raut wajah Juju menjadi dingin. Anehnya, dirinya terlihat tenang, seolah tidak merasa marah, padahal yang Budiman inginkan adalah kemarahan dari seorang Juju.

"Mau tahu alasan kenapa saya berniat bikin Kakak kamu mati?" tanya Budiman. "Alasannya, karena dia, saya gagal membuat Lino dan Leo meninggal. Hari itu, tiba-tiba saja Harsa datang ke kediaman Aditama. Padahal saat itu kami akan melakukan makan siang. Namun, karena kedatangannya, makan siang itu menjadi gagal berantakan. Padahal saya sudah menyiapkan semuanya untuk membuat Lino dan Leo meninggal."

"Sinting," ucap Juju dingin setelah mendengar penjelasan tersebut.

Bukannya merasa marah dikatai seperti itu, Budiman malah tertawa kencang. "Hahaha, itulah saya!"

•••

Di sisi lain, lebih tepatnya di rumah sakit tempat Harsa di rawat. Ketiga pemuda -Winata, Rendi dan Cakra harus kembali di buat panik sekaligus senang saat tiba-tiba saja Harsa membuka matanya. Namun, hanya beberapa detik sebelum dirinya kembali menutup mata.

"Bang!" panggil Cakra sembari memegang tangan Harsa yang tak terpasang infus. "Bangun Bang! Gue lihat tadi lo udah buka mata, kok sekarang di tutup lagi sih matanya." Cakra mengusap tangan Harsa lembut.

Winata yang berdiri di sebelahnya ikut menyentuh Harsa, dibagian kepala. Winata mengusap kepala Harsa lembut, dirinya bergumam, "Bangun! Kita disini nunggu lo bangun."

Rendi yang berada diseberang mereka, membenarkan selimut yang membalut setengah tubuh Harsa dengan pelan. Dirinya terdiam, menatap sang adik dengan pandangan dalam. Lalu tanpa berkata apapun, ia berjalan keluar ruangan.

"Kenapa itu Kakak lo?" tanya Winata heran.

"Kayaknya Kak Rendi kebelet pipis deh, soalnya mukanya kayak nahan sesuatu gitu," jelas Cakra membuat Winata mengangguk mengerti.

Our Home [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang