SHAKA • 24

5 1 0
                                    

Enggak ada yang salah terkait waktu. Mau mempercepat pertemuan? Belum tentu kita bisa jadi seperti sekarang tanpa yang lalu-lalu.

***

"Eh, Sya. Di pertigaan depan ada yang jualan bubur ayam kan, ya? Mau enggak?" tawar Shaka yang terlihat antusias.

Yahh, Assya udah sarapan tadi, tapi gapapa deh, toh tadi pagi makan dikit, batinnya.

"Ada, ayo ayo! Kita let's go!" ujar Assya sembari mengepalkan tangan kanannya ke depan, selayaknya superhero yang akan berangkat.

Shaka tertawa melihat kelakuan perempuan yang sudah resmi menjadi kekasihnya. "Antusias banget, mbak pacar," guraunya.

"Yuk, jalan kaki enggak papa?" tanya Shaka, ia tak membawa kendaraanya, dirinya memang sengaja lari pagi dari polres tempatnya bekerja sampai ke kompleks gadis itu.

"Enggak papa, Assya sama Dika tadi ke sininya juga jalan kaki kok."

"Sini gendong." Saat hendak membungkuk, Assya langsung menahan pergerakanya.

"Ih enggak mau, Assya jalan sendiri aja," tolak Assya menampilkan puppy eyes-nya.

"Enggak terima penolakan, Sayang." Tanpa mengindahkan kalimat dari Assya, Shaka langsung mengangkat tubuh perempuan itu ala bridal style.

Assya memukul-mukul dada bidang Shaka, menandakan penolakan darinya. Tapi hal itu tak digubris, malah Shaka tertawa melihat kelakuannya.

Laki-laki itu terus berjalan, membuat Assya yang berada di gendongannya hanya pasrah. Mau gimana lagi? Bakal kalah sama perasaan sendiri.

Perempuan itu paling mengedepankan perasaan di setiap perjalanan hidupnya, beda lagi kalau cowok. Egois si sebenarnya kalo cuma mikirin perasaan, tapi gimana lagi? Balik lagi ke spekulasi, perempuan dan perasaannya.

Lama ia berjalan, sekitar lima puluh meteran, dengan menahan beban di kedua tangannya, hingga mereka sampai di tempat tujuan.

Shaka menurunkan perempuan berpipi merah itu tepat di depan pangkalan tukang bubur. Memang sedang sepi sih, tapi kan Mamangnya kenal Assya. Huaa malu.

"Neng Assya teh sama siapa? Ganteng pisan euyy." Duar, ternyata Mang Asep masih mengenalinya padahal ia sudah mengalihkan mukanya, berusaha semaksimal mungkin agar Mang Asep tak melihatnya. Ia bahkan sampai bersembunyi di balik tubuh kekar lelakinya.

What? Tunggu dulu, lelakinya? Itu artinya ia sudah tidak menyandang status jomlo lagi? Waw, menakjubkan.

"Hehehe, Mang Asep bisa aja, ini sama te-"

Belum sempat Assya melanjutkan ucapannya, Shaka langsung menyambar.

"Saya cowoknya, Mang." Shaka memberikan bombastis side eyes-nya, tak terima.

Nah lho, mampus lo, Sya!

Assya hanya mampu meringis, mengelak pun ia tak bisa. Mang Asep menatapnya. "Hehe, iya betul, Mang."

"Wahh, semoga langgeng ya. Kalo diliat-liat kalian juga cocok eta mah, yang satu ganteng, yang satu geulis pisan atuh," goda Mang Asep membuat keduanya hanya bisa terkekeh kecil.

"Udah ih, Mang. Kita ke sini mau makan, bukan buat gibah." Karena sudah merasa cukup pergibahan yang membuatnya salah tingkah sendiri, dengan segera Assya mengalihkan pembicaraan.

"Oh iya, sampe lupa. Pesen 2 ya? Yang kaya biasa?"

Shaka menaikan sebelah alisnya. Biasanya emang gimana?

"Hafal ya, Mang. Assya kaya biasa, enggak pake bawang goreng, kalo Mas Shaka mau lengkap atau gimana?"

Oh bawang goreng toh, jadi Assya enggak suka bawang goreng? Batinnya.

SHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang