Saat hatimu yakin, percayalah, semua akan baik-baik saja. Percaya lah, pasrahkan semuanya, jalani dengan hati yang tenang, kebahagiaan pasti akan datang.
***
“Bun, jangan basa-basi gitu. Maksud dari omongan Bunda tadi apa? Bukan Mas Shaka pelakunya? Terus siapa lagi haha,” ujar Assya terkekeh kecil.
Dirinya masih tak mempercayai perkataan sang bunda. Zahra dan Aziz saling pandang.
“Memang kenyataannya begitu, Nak. Yang dibilang Bunda kamu benar, bukan Shaka pelakunya,” sambung sang ayah.
Kini gantian Assya dan Dika yang saling pandang. Bagaimana mungkin? Jelas-jelas polisi menangkap Shaka, atas semua bukti-bukti yang ada.
“Enggak mungkin, orang polisinya sendiri yang jelas-jelas bilang kalo Mas Shaka pelakunya, semua juga ada buktinya,” sanggah Assya.
Aziz menggelengkan kepalanya. “Baiklah, sepertinya memang kita harus mengatakan sesuatu. Jadi dulu kala, selepas kepergian Nenek, Ayah sama saudara yang lain cari tau siapa pelaku tabrak lari tersebut. Kita juga enggak langsung dapet, butuh waktu beberapa minggu buat kita ketemu orangnya.”
“Berbekal bukti rekaman dan saksi-saksi, kita bikin laporan ke kantor polisi, dan sempet mau penjarain orang tersebut. Tapi dengan berbagai pertimbangan, yang juga kebetulan orang itu adalah rekan kerja dari Papa Dika, kita berusaha buat cari jalan keluar. Selain dipenjara. Orang itu juga udah mengakui kesalahannya. Kita memutuskan jalur damai bukan semata-mata karena dia rekan kerja Papa Dika, atas persetujuan yang lain, kita menyetujui menyelesaikan jalur kekeluargaan. Mengingat anak-anaknya juga masih butuh sosok ayah. Pasangannya juga masih butuh sosok suami. Dan kita juga udah ada kesepakatan, supaya orang itu enggak mengulangi kecerobohannya.”
“Biarlah satu orang yang jadi korbannya, jangan lagi. Dan ya, setelah kejadian itu, kita semua menjadi rekan, menjadi saudara jauh. Ayah dan Bunda, serta keluarga yang lain sudah memaafkannya, Sya. Dan berarti kita sudah yakin dan mantap akan keputusan tersebut,” jelas Aziz, Assya memasang telinganya baik-baik, dirinya cukup terkejut mengetahui hal itu.
Jika bukan Shaka pelakunya. Lalu bagaimana keadaan laki-laki tersebut? Laki-laki yang tidak bersalah itu sudah dibawa ke kantor polisi. Dan ia yakin, mungkin sekarang sudah terkurung.
“Ayah tau apa yang ada di pikiran kamu, Sya. Gih ke kantor polisi, temuin Shaka, cabut tuntutannya. Jangan bermain-main dengan hukum, bisa menjadi boomerang buat kamu sendiri,” ucap Aziz tersenyum penuh arti.
Zahra yang duduk di sebelah putrinya, mengusap lengan anak pertamanya itu dengan lembut. Ia mengangguk sesaat setelah Assya menatapnya lekat.
“Yah, Bun, Assya harus gimana? Jujur Assya masih bingung,” ujar Assya meraih tangan ibunya, menggenggam jemari perempuan yang sudah melahirkannya dengan kuat.
“Sesuai sama yang Ayah kamu bilang, temui Shaka, cabut tuntutannya. Meskipun akan ada pertentangan dengan polisi, biar itu yang jadi urusan Ayah dan Bunda. Gih sana pergi,” kata Zahra sembari melepaskan tautan tangannya.
Assya mengangguk mantap. Lantas dirinya berdiri untuk berpamitan. Melangkahkan kaki meninggalkan rumahnya menuju kantor polisi.
Syukurlah, bukan Mas Shaka pelakunya. Berarti enggak ada alasan buat aku benci sama dia, ya Allah terima kasih, akhirnya orang lainlah pelakunya, batin Assya tersenyum lega.
Ia sedang dalam perjalanan ke kantor polisi bersama dengan Dika. Ya, lagi dan lagi Dika masih senantiasa menemaninya ke mana pun dan kapan pun dirinya bepergian.
“Pak? Bisa bertemu dengan Mas Shaka?” ucap Assya setelah mereka sampai pada meja yang di tempati oleh polisi yang mengurus.
Polisi itu tampak memasamkan mukanya. Tadi, sebelum sampainya Assya di tempat itu, Ayahnya sudah mengabari polisi untuk mencabut tuntutannya. Dan benar saja, dengan berbagai usaha dan juga penjelasan, mereka menyetujinya. Kesalahpahaman itu membuat mereka memaklumi, meskipun awalnya kesal.
Seorang polisi tampak mengeluarkan Shaka dari balik jeruji besi. Teman-teman Shaka yang awalnya terkejut pun memaklumi hal tersebut. Berucap syukur atas kebaikan keluarga Assya. Mereka sudah mengetahui semuanya, mulai dari perempuan yang menjadi kekasih seorang Shaka dan apa penyebab ia berada di balik benteng besi tersebut.
“Mas, maafin Assya. Assya enggak tau,” ujar Assya setelah Shaka berada tempat di depannya. Dengan pakaian yang masih sama seperti terakhir mereka berjumpa, kali ini tampak sedikit lebih lusuh.
“Enggak, itu artinya kamu penyayang. Kamu berusaha buat ngelindungi keluarga kamu. Kamu anak yang baik, enggak salah kalo Mas pilih kamu.” Deheman keras menginterupsi. Tawa seketika pecah diantara mereka.
Tak hanya Dika yang tertawa, teman-teman Shaka juga sampai tertawa terbahak-bahak. Bagaimana tidak? Seorang Shaka, yang terkenal cukup dingin, berubah menjadi lemah lembut saat bersama kekasihnya. Sangat bertolak-belakang.
“Iya deh, yang udah ada pawangnya mah bebas,” sin air teman-temannya. Mereka masih tertawa meskipun tak sekeras awalnya.
“Udah ah, yuk pergi, dari pada jadi nyamuk di sini. Beruang kutub utara lagi meleleh nih, haha.” Teman-teman Shaka meninggalkan dirinya. Hanya tertinggal Shaka, Assya dan juga Dika yang berjarak beberapa meter.
Hadeh, gue dah cocok jadi bodyguard ini mah, batin Dika.
“Maafin Mas ya? Kita masih belum berakhir kan?” tanya Shaka ragu. Dirinya benar-benar ragu. Apakah Assya masih bisa menerima dirinya untuk kembali?
“Kenapa enggak, toh bukan Mas yang bersalah.” Shaka tersenyum bahagia. Ia lantas menarik perempuan di depannya itu ke dalam pelukannya.
“Mas sayang kamu, Mas janji bakal terus jaga kamu. Mas janji enggak akan pernah ngecewain kamu. Sama Mas terus ya? Mas love you.” Assya tersipu malu. Lihat saja, pipinya sudah berubah menjadi merah.
“Assya love you too.”
“Apa? Enggak denger, coba ulangin,” goda Shaka, ia terkekeh geli. Bukan karena kalimat balasan dari Assya, melainkan hatinya yang berdebar kencang setelah mendengarnya.
***
Alhena
Sya, bisa ketemu sekarang? Aku mau bahas hal yang penting
Sebuah pesan masuk ke handphone mikiknya. Pesan dari sahabatnya, Alhena. Ia langsung membalas pesan tersebut. Mengatakan suatu tempat yang akan menjadi tempat bertemunya keduanya.
Shaka dan Assya sudah berpisah sejak beberapa jam lalu, laki-laki itu mengatakan jika dirinya memiliki sebuah urusan yang tidak bisa ditinggalkan. Dengan berbagai jurus berupa kata-kata romantis, akhirnya Assya mengiyakan. Membiarkan laki-laki itu pergi.
Kali ini Assya berangkat sendiri, ia mengatakan kepada Dika jika ia bisa sendiri. Toh hanya bermain sebentar bersama sahabatnya.
“Sya? Gue bilang sesuatu, tapi lo janji jangan marah,” ujar Alhena, keduanya telah sampai beberapa menit lalu.
“Iya boleh, kenapa emang? Insyaallah enggak marah kok, hayu mau ngomong apa.”Assya masih menampilkan sikap tenangnya meskipun dalam hatinya merasa sedikit takut, ketar-ketir.
“Sebelumnya gue ucapin makasih karena udah cabut tuntutan Abang gue, Sya. Yang jadi pelaku tabrak lari itu emang bukan Bang Shaka, tapi, Papi gue, Sya.”

KAMU SEDANG MEMBACA
SHAKA
RomanceAssya, seorang anggota pramuka bantara penegak yang melakukan tugasnya demi menjalankan darma yang kedua, kasih sayang sesama manusia. Ia dan beberapa temannya ditugaskan untuk mensosialisasikan terkait pentingnya menaati peraturan lalu lintas saat...