SHAKA • 04

14 1 0
                                    

Hiduplah selayaknya engkau mati esok. Jalanilah hidup dengan penuh semangat. Iringi setiap langkah dengan doa yang tak kunjung melebur dalam dada.

***

"Eh, denger-denger kamu ikut olimpiade matematika?" tanya Dika memecah keheningan yang melanda.

Assya menghentikan makannya. "Iya, kamu tau dari mana?" tanya Assya.

"Dika juga ikut, cuy. Otak kaya dia pasti ditunjuk. Mau belajar atau enggak belajar, tetep aja pinter. Beda kaya gue," ucap Ega mendramatisir perkataannya.

"Lo mau bales dendam?!" lanjutnya dengan nada yang dinaikkan satu oktaf, akibat kepalanya ditoyor oleh Rasyid. Rasyid hanya bisa tertawa keras sembari memegangi perutnya yang sakit akibat banyak tertawa.

Jangan lupakan, mereka bertiga adalah sekumpulan laki-laki yang beda jurusan. Dika MIPA, sedangkan Ega dan Rasyid dari IPS. Sangat bertolak belakang bukan? Tapi bukankah perbedaan itu yang menyatukan?

"Serius Dika ikut?" tanya Assya tak percaya.

"Iya, Assya. Dika ikut," jawab Dika dengan lembut.

"Eh, besok jangan lupa, ada pertemuan pertama anggota pramuka peduli. Bahas tugas perdana kalau enggak salah," lanjut Dika mengalihkan atensinya pada Ega. Seakan memahami tatapan temannya, Ega berujar, "iya betul."

"Gue males ikut sebenernya, tapi, kan gue ganteng, baik hati, tidak sombong, rajin menabung, jadi inceran banyak cewek, jadi gue ikut deh. Kali aja ada yang nyantol, wkwk," gurau Ega sembari membayangkan insiden beberapa hari lalu saat dirinya tengah melakukan tanding basket. Banyak kaum hawa yang menyorakinya.

Hanya sekadar bersorak memberikan semangat, atau bahkan ada yang mengutarakan perasaan.

"Dasar pakboi, enggak like aku, tuh," balas Rasyid dengan kembali menyonor kepala Ega. Menyadarkan laki-laki itu dari dunia halusinasinya.

Belum sempat Ega membalas, Rasyid melanjutkan ucapannya, "nanti coba koordinasi lagi sama Pak Agung, di ACC atau enggaknya proposal kegiatan. Kalau semisal belum, coba revisi. Tuh, beliau udah pulang dari Jakarta." Alhena mengikuti arah pandang sang ketua, benar saja. Di ujung kantin, ada pembina OSIS yang tengah berbicara dengan kepala sekolah.

"Okey."

"Kita nelangsa banget ya, organisasi mengajarkan kita untuk siap ditolak. Biar nanti udah kebal waktu ditolak kenyataan, kalau dia diciptakan bukan untukku," ujar Ega mendramatisir. Hidupnya penuh dengan drama. Hal itu pun tak luput mendapat sorakan dari teman-temannya. Membuat mereka menjadi pusat perhatian orang-orang yang tengah berada di kantin.

"Bucin akut."

***

Hari jumat. Merupakan hari yang pendek bagi sebagian orang. Dan merupakan hari yang paling dinanti-nanti oleh semua siswa SMA Bhakti Pertiwi. Bagaimana tidak? Bila orang lain hanya ada malam minggu untuk begadang, siswa SMA Bhakti Pertiwi juga punya malam sabtu. Sekolah lima hari. Jadi, sabtu dan minggu libur. Cukuplah untuk liburan ke luar kota, misalnya.

"Yang perempuan udah salat zuhur?" tanya Dika memecah keheningan. Saat ini mereka sedang bersiap-siap untuk berangkat ke Sanggar Pramuka Kecamatan.

Mendapat jawaban jika semuanya sudah melakukan salat. Kesepuluh orang tersebut mulai menaiki kendaraannya. Maklum, kelas sebelas dan dua belas sudah diperbolehkan membawa kendaraan sendiri, berbeda dengan kelas sepuluh yang masih tidak diizinkan.

Seperti biasa, Assya nebeng pada Dika. Teman-teman perempuan yang lain pun turut serta membonceng anak laki-laki. Biar simpel dan tidak menghabiskan banyak bensin, katanya.

Di sepanjang perjalanan, Assya terus saja bercerita. Menurutnya, aneh saja jika akrab, namun di atas kendaraan malah saling diam. Malah bisa membuatnya mual. Ada yang sama?

"Hari sabtu minggu depan ada acara, Sya?" tanya Dika sedikit mengeraskan suaranya. Pasalnya wajahnya tertutup helm fullface. Assya yang duduk melangkah, bukan menyamping, mendekatkan badannya ke depan dengan menaikan kaca helmnya. "Enggak ada, kenapa?" balas Assya tak kalah meninggikan suara.

"Jalan-jalan yuk? Hitung-hitung refresing sebelum lomba hari senin di dua minggu lagi," ucap Dika melihat lawan bicaranya dari kaca spion.

"Sabii, mau-mau. Nanti izinin ke Ayah Bunda, ya! Otak Assya bunek banget, waktu buat belajar mepet, sedangkan olimpiadenya minggu depannya lagi," ungkap Assya mengerucutkan bibirnya.

Dika terkekeh, ini alasannya ia mengajak Assya liburan. "Gampang, hari minggu jangan lupa joging bareng!" ucap Dika mengingatkan, Assya membalasnya dengan hormat.

***

"Baik, semuanya sudah di sini?" tanya Kak Ninno, selaku ketua *Kwarran.

Meskipun dirinya masih terbilang cukup muda, dua puluh tujuh tahun, ia sudah menjadi ketua. Prestasinya tak bisa diragukan lagi. Menjadi anggota pramuka sejak duduk di bangku sekolah dasar, membuatnya bertekad untuk mengabdikan diri pada pramuka sampai akhir hayatnya.

"Siap, sudah, Kak," jawab mereka serempak. Daftar hadir sudah mereka isi, dan jumlah perwakilan sama dengan jumlah sekolah yang diberi undangan.

"Bagus, semoga semangat kalian tetap membara seperti ini. Tetap berpegang teguh pada Tri Satya dan Dasa Darma yang menjadi pedoman dalam kehidupan kalian. Tanamkan jiwa-jiwa patriot yang luhur dan bijaksana. Menjadi remaja yang berlandaskan Pancasila. Sembari menunggu kakak-kakak dari pramuli Kwarcab, silakan kakak-kakak DKR untuk mengisi acara. Bisa untuk perkenalan, ya. Saya keluar sebentar," pamit Ninno, sebelum benar-benar undur diri, ia memberikan sebuah salam hormat.

Selain menjadi ketua Kwarran, ia juga mengabdikan diri pada negara. Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ia pun mempunyai jabatan dalam kepolisian. Kapolres Semarang, Jawa Tengah. Walaupun masih muda, namun orang-orang tetap mendukungnya. Kebaikan, kedisiplinan, keuletan, lemah lembut, tegasnya, dan lain-lain menjadi nilai plus di mata banyak orang.

Beberapa menit setelah acara perkenalan berlangsung, seseorang didampingi oleh Ninno hadir di depan.

"Selamat datang kakak, selamat datang kakak, selamat datang kami ucapkan. Ya-ya-ya-ya, terimalah salam dari kami yang ingin maju bersama-sama. Terimalah salam dari kami yang ingin maju bersama-sama." Iringan tepuk tangan dan nyanyian mengisi seantero ruangan. Menambah semangat pada siang hari itu.

Beberapa orang tersebut turut bertepuk tangan, ada pula yang merekam kejadian tersebut. Hingga mereka duduk di bangku yang telah disediakan.

"Saya terharu, lho, sama kalian. Dari awal kami masuk, sudah disambut seperti itu. Terima kasih. Semoga kegiatan hari ini lancar sampai akhir. Siap?"

"SIAP!"

"Baik, assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang, adik-adik dan kakak-kakak sekalian. Perkenalkan kami dari Pramuli Kwarcab Semarang, yang nantinya kita akan bergabung dengan kalian di sini. Saya Kak Robbi, selaku ketua Pramuli Kwarcab, yang saat ini juga sedang bertugas mengabdi pada negara. Mohon maaf sebelumnya, saya belum berganti pakaian, masih pakai loreng, tadi ada tugas di luar kota dan langsung ke sini. Mohon maaf, nggih?"

Kegiatan terus berlanjut. Diiringi tawa yang sesekali hadir di antara mereka. Semangat mengabdi, kawan!

"Pak Robbi sama Kak Ninno keren, ya. Jadi ASN yang kerjanya mengabdikan diri bahkan nyawanya buat negara," bisik Assya pada Dika. "lebih kerennya mereka sama-sama terlahir dari pramuka," lanjutnya.

"Ayah kita juga enggak kalah kerennya, kan?" balas Dika.

"Itu mah, jelas. Assya juga mau mengabdikan diri buat negara!"

"Kita harus semangat, meskipun jadi pewaris, tapi tetep harus merintis. Biarin orang mau bilang apa, selagi langkah yang kita ambil itu baik dan enggak ngerugiin diri sendiri bahkan orang lain, ya trabas."

***

*Kwarran= Kwartir Ranting adalah satuan organisasi yang mengelola Gerakan Pramuka di tingkat Kecamatan

SHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang