Jangan pernah merasa kamu sendirian, kamu masih punya Tuhan untuk mengadu kesengsaraan, sekaligus mendapat kekuatan.
***
Pagi-pagi sekali seorang perempuan sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ia tengah mematutkan diri di depan cermin sembari memastikan semua keperluan sudah dipersiapkan.
Ketukan pintu disertai seorang perempuan paruh baya memasuki kamar.
“Kak, udah siap? Yuk turun, sarapan dulu,” ucap perempuan paruh baya itu, tak lain merupakan Zahra, ibunda Assya.
“Iya, Bunda. Assya udah siap, yuk, turun.” Sembari menggendong tasnya di pundak kanan, Assya menggandeng lengan ibunya untuk keluar dari kamar.
“Hallo, selamat pagi, Ayah,” sapa Assya dengan senyum manis yang tertuju pada ayahnya, keduanya sudah berada di meja makan.
“Ekhem, gue enggak disapa nih, Kak?” sewot Rizal menatap sinis kakak perempuannya.
“Oh, ada adekku, tohh. Wkwk bercanda, pagi juga,” ledek Assya disertai kekehan kecil.
“Udah, udah. Ayo makan.” Mereka berempat mulai menyantap makanan yang tersedia. Sesekali Assya meledek adiknya yang terlihat sangat cuek padanya.
“Assya, gimana hubungan kamu sama Shaka?” tanya Aziz setelah menyelesaikan makannya.
Assya terkejut. “Ayah tau soal hubungan Assya?” tanyanya melirik sang ibu.
“Iya, Kak. Ayah tau, mana mungkin Ayah enggak tau apa-apa soal anak-anak Ayah,” jawab Aziz dengan tenang.
“Bunda yang kasih tau Ayah, lagian Assya ditungguin buat cerita, malah enggak cerita-cerita,” sambung Zahra membuat Assya meringis.
“Hehehe, maaf, Ayah Bunda. Soalnya Assya takut cerita, nanti yang ada Ayah marahin.” Aziz menggeleng. Zahra yang tau kondisi, segera membereskan alat makan.
“Ayah sama sekali enggak marah, selagi Assya mau terbuka sama orangtua, dan pacaran dalam batas wajar, kenapa enggak? Jadiin lawan jenis yang Assya suka sebagai motivasi buat Assya,” pesan Aziz, Assya menghampiri ayahnya, memeluk sang ayah dengan erat.
Laki-laki yang menjadi cinta pertamanya. Menjadi support utama di kehidupannya. Beruntungnya ia disaat yang lain kekurangan kasih sayang, dan karena itu, ia harus banyak-banyak bersyukur bukan?
***
“Woi, Sya!” Panggilan dari seseorang menggelegar di koridor kelas.
Assya menoleh dan mendapati kedua sahabatnya yang tengah berjalan menuju dirinya.
“Kok kalian berangkat bareng?” tanya Assya setelah mereka sejajar.
“Enggak kok, kita ketemu di gerbang depan, jadi sekalian.” Assya mengangguk mendengar penuturan sahanatnya, Nesya.
“Tumben lo berangkat siang, Sya?” Tanya Alhena, mereka berjalan beriringan menuju kelas.
“Enggak juga, semenjak kelas tiga, Assya berangkat di jam-jam segini kan, dua puluh menitan sebelum bel.”
Waktu terus berjalan, tiba saatnya bel istirahat berbunyi.
“Kantin, kuy?” ajak Nesya menghampiri kedua temannya yang berada di depannya.
Assya dan Alhena mengangguk, membereskan buku dan alat tulis masing-masing.
Seperti biasa, keadaan kantin sangat ramai. Untung saja masih terdapat bangku kosong untuk mereka duduki. Saat tengah menunggu pesanan tiba, beberapa gerombolan laki-laki memasuki kantin. Bisik-bisik terdengar di telinga Assya, Alhena, dan Nesya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SHAKA
RomanceAssya, seorang anggota pramuka bantara penegak yang melakukan tugasnya demi menjalankan darma yang kedua, kasih sayang sesama manusia. Ia dan beberapa temannya ditugaskan untuk mensosialisasikan terkait pentingnya menaati peraturan lalu lintas saat...