SHAKA • 02

41 4 0
                                    

Pilihlah apa yang membuat hatimu merasa lega. Bukan merasa tertekan, dan pada akhirnya kamu yang pusing tujuh keliling.

***

"Kok kamu ikut pramuli juga? Bukannya tugas pradana udah cukup berat?" tanya Assya memecah keheningan melanda di antara keduanya.

Saat ini mereka sedang memesan milkshake yang berada tak jauh dari sekolah. Jam pembelajaran telah selesai dari lima belas menit yang lalu. Berhubung jarak sekolah dengan rumah mereka tak terlalu jauh, akhirnya mereka memutuskan untuk singgah sejenak membeli minuman kesukaan mereka. Ralat, lebih tepatnya kesukaan Assya. Dika yang awal mulanya tidak menyukai dan tahu-menahu ada minuman jenis itu, jadi tertular karena Assya.

"Enggak papa kok, aku juga udah minta pendapat pradana putri dan pembina. Cuma syaratnya aku harus bisa membagi waktu, antara kewajiban sebagai pelajar, sebagai makhluk ciptaan Tuhan, pradana, dan anggota pramuka peduli. Toh juga, aku enggak ikut SAKA*, jadi enggak terlalu terbebani," jawab Dika. Hingga giliran pesanan mereka yang dipanggil. "Bentar, kamu duduk aja, aku yang ambil." Dika berlalu menuju kasir.

Banyaknya pengunjung, terutama remaja sebayanya, membuat antrian memanjang.

"Yuk jalan, ke tempat biasa dulu, kah?" tanya Dika sambil memakaikan helm pada Assya.

Assya mengangguk dan membenarkan tatanan hijabnya. "Iya, enggak papa, kan? Lagian kita pulang lebih awal."

"Oke, izin dulu ke Bunda. Aku juga udah izin, nih," Dika menyodorkan layar ponselnya pada Assya, memperlihatkan roomchat dengan ibunya, bahwa ia telah diberi izin.

Assya mengangguk lagi, dan menjalankan perintah dari teman yang sedari kecil bersamanya. Setelah mendapatkan izin dari sang ayah, mereka menaiki motor sport merah milik Dika.

Membelah jalanan yang dihiasi pepohonan di kanan dan kirinya. Tibalah mereka di sebuah danau. Sebenarnya tempat ini adalah taman luas yang berada di ujung kompleks perumahan tempat tinggal mereka. Namun karena saking luasnya, terciptalah sebuah danau buatan yang cukup besar dan dalam.

Mereka saling bergandengan tangan, sembari menyusuri jembatan yang menghubungkan tengah danau dengan pinggiran.

"Huh, enak banget di sini. Sejuk. Terbebas dari hiruk pikuk jalan raya," ujar Assya dengan merentangkan kedua tangannya sambil memejamkan mata.

Dika mengangguk setuju. "Bener, coba teriak. Enggak ada orang yang mau-maunya lewat sini kok, karena mereka taunya di sini Cuma sebatas taman luas, yang cocoknya buat olahraga," saran Dika.

"Bareng-bareng, satu... dua... tiga...."

"AAAAA!!"

Setelah puas berteriak, mereka melepaskan sepatu dan kaos kaki yang melekat, menekuk serta menurunkan kedua kaki mereka hingga bersentuhan dengan air dingin.

"Assya kenapa? Tumben mau teriak-teriak?" tanya Dika setelah puas meminum minumannya.

Assya terkekeh kecil. "Enggak ada apa-apa kok. Cuma Assya lagi bingung. Kita udah kelas dua belas, penentuan nasib kita kedepannya mau gimana. Ayah sama bunda saranin Assya buat jadi dokter, tapi Assya pengen sekolah kedinasan, gimana menurut Dika?"

Dika ikut mengangguk, menatap ke depan dengan tatapan yang selalu saja sulit diartikan oleh Assya. "Kalau menurut Dika, pilihlah apa yang sesuai dengan hati nurani kamu, Sya. Coba aja keduanya. Kan seleksi masuk PTK** sama PTN*** beda. Masih ada beberapa bulan lagi. Kamu coba belajar buat UTBK**** sambil latihan fisik. Kalau SKD***** kan bisa dikebut, ya, bisa disisipin lah di jadwal belajar. Tiga bulan mendekati tes misalnya, insyaa Allah, masih bisa. Sedangkan fisik emang harus dilatih dari jauh-jauh hari. Begitu."

"Oh, iya juga. Masuk kedokteran bisa lewat SBMPTN******, toh juga pelajarannya sama kaya pelajaran sehari-hari. Jadi enggak tubrukan waktunya. Makasih ya, Dika. Udah selalu ada buat Assya," ujar Assya menatap manik Dika tulus.

"Kaya sama siapa, ih. Dari bayi, dari seorang Assya Priayi Az-Zahra pindah ke perumahan sini, kan kita selalu bareng-bareng. Main bareng, nangis bareng, ketawa bareng. Sampai-sampai ayah bunda kita berasa tukeran, hihi," ucap Dika mengusap kepala Assya pelan.

"Dika nanti mau jadi apa?" tanya Assya.

"Mau jadi... Jadi apa, ya, coba tebak."

"Jadi tentara angkatan darat!"

"Wah, kok tua?!"

"Tau, Dika, tau. Kan dulu waktu masih kecil, sekitar umur enam tahun, masih jaman TK, Dika pernah bilang katanya mau jadi tentara. Gimana, sih?!" jawab Assya dengan tidak sabarnya.

Assya Priayi Az-Zahra. Anak pertama dari pasangan suami istri yang bernama Aziz Priayi, dan Zahra Priayi. Ayahnya merupakan seorang letnan jenderal TNI AD, sedangkan ibunya merupakan pemilik sebuah toko kue. Awal mulanya, Zahra merupakan seorang lulusan IPDN yang bekerja di luar provinsi, provinsi Sumatera Utara. Namun, karena insiden keguguran, Aziz memutuskan untuk pindah ke Jawa Tengah, dimana keluarga keduanya berada. Tipikal orang yang tak suka jika terus berdiam diri di rumah, Zahra meminta pendapat suaminya, jika ia ingin membuka toko kue. Karena tidak tega melihat istrinya memohon seperti itu, akhirnya Aziz menyetujui, dan membuka tempat istrinya bekerja di dekat dengan kesatuannya berada. Masih satu daerah dengan tempat tinggal yang sekarang.

Setelah beberapa bulan menetap, mereka kembali dikaruniai seorang anak perempuan, yaitu Assya. Saat Assya masih berusia dua tahun lebih tiga bulan, ibunya kembali mengandung. Adiknya bernama Afrizal Az Priayi. Sekarang masih sekitar lima belas tahun, kelas sembilan Sekolah Menengah Pertama.

"Hehe, iya, Assya, iya. Dika minta maaf yang sebesar-besarnya," ucap Dika dengan menyatukan kedua tangannya menghadap Assya, perempuan yang sudah ia anggap adiknya sendiri.

"Aaaa, sayang Dika banyak-banyak." Assya meraih kedua tangan Dika, melingkarkan kedua tangannya di punggung tegap laki-laki di hadapannya. Dika tersenyum, tangannya tak urung ikut melingkar dan sesekali mengusap kepala Assya perlahan.

"Oh iya, Bunda sama Papa apa kabar? Bunda masih di kerja di rumah sakit Bhayangkara, kan?" tanya Assya dengan mendongakkan kepalanya, namun tak melepas pelukan.

"Masih, Bunda enggak mau jauh-jauh dari Papa, jadi gitu, deh. Berhubung Papa polisi dan ditempatkan di sini, jadi Bunda ngikut. Katanya lumayan, sekalian jadi dokter, sambil jaga suaminya kalau ada apa-apa," jawab Dika sambil tertawa, membayangkan kebucinan kedua orangtuanya.

"Bucin banget, tapi pasti bikin iri para teman-teman mereka yang jomlo. Haha," ujar Assya ikut tertawa.

"Aku juga jomlo, tapi nggak iri, tuhh," ledek Dika yang menumpulkan dagunya di puncak kepala Assya.

"Kan beda, kamu tiap hari lihat keuwuan mereka, jadi sampai bosen. Sedangkan mereka, paling Cuma waktu kerja," sinis Assya dan tanpa sadar kepalanya mendongak dengan kuat, membuat Dika meringis karena lidahnya tergigit giginya sendiri.

"Aduh, sakit."

"Hah? Eh, ada darahnya. Assya minta maaf, nggak sengaja. Nih, kumur-kumur dulu," ucap Assya sambil menyodorkan air mineral yang selalu ia bawa. Matanya sudah berkaca-kaca. Merasa bersalah melihat temannya yang terus meringis kesakitan.

"Haha, udah. Cuma kegigit kok, nanti sembuh," ujar Dika tidak terlalu jelas dengan suara seperti kakek-kakek.

"Yuk, pulang," ajaknya. Ia tak tega melihat Assya menitikkan air matanya.

***

*SAKA= Satuan Karya Pramuka (contohnya ada Saka Bhakti Husada, Saka Bhayangkara, Saka Pariwisata, Saka Wira Kartika, dan masih banyak lainnya).

**PTK= Perguruan Tinggi Kedinasan

***PTN= Perguruan Tinggi Negeri

****UTBK= Ujian Tulis Berbasis Komputer

*****SKD= Seleksi Kompetensi Dasar

******SBMPTN= Seleksi Bersama Masuk Masuk Perguruan Tinggi Negeri

***

Hallo, welcome day 2!!!!✌️

-rosseevanaa

SHAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang