5. Dinner With Agnan

62 2 0
                                    

Khalisa mematut dirinya di cermin. Sudah ada dua puluh menit, yang ia lakukan hanya diam seraya menatap tampilannya dengan mengenakan gaun pemberian Agnan. Selama itu dirinya melamun, membayangkan makan malam seperti apa yang akan Agnan siapkan untuknya? Apakah terkesan romantis dan manis? Atau terkesan romantis namun bergairah?

Gelengan kepala berulang-ulang ia lakukan. Ia terkesan seperti ingin sekali bahwa Agnan akan melakukan sesuatu padanya. Namun, pemikiran itu segera ia enyahkan begitu saja. Kenapa pikirannya begitu kotor ketika ia memikirkan Agnan? Apakah ia sudah masuk ke dalam pesonanya?

"Udah gila gue!"

Khalisa memilih untuk meneruskan memoles wajahnya dengan riasan yang terkesan seksi nan glamour. Entah kenapa, malam ini ia harus dapat tampil dengan menarik. Setelah semuanya selesai, ia mulai menuruni anak tangga dengan high heels yang terpasang dengan indah di kakinya.

"Lisa, kamu mau ke mana?" tanya Wendy, saat Khalisa baru saja mencapai anak tangga terakhir.

"Aku mau dinner bareng Agnan. Gak apa-apa 'kan, Ma?"

Wendy tersenyum seraya mengusap lengan Khalisa pelan. "Gak apa-apa, Lis. Selagi dia gak macam-macam sama kamu, Mama gak masalah. Yang penting, jaga diri kamu baik-baik! Mama selalu khawatirin kamu atau pun Yaya. Kedua putri Mama gak boleh terluka di luaran sana."

"Thanks, Mom." Wendy menganggukkan kepalanya dengan cepat.

Suara pintu terketuk dari luar, dan Khalisa tersenyum menatap Wendy. Sepertinya tamunya sudah datang untuk menjemputnya. Namun sebelum mencapai daun pintu, sudah ada Zaldy yang membukanya dengan cepat.

"Papa." Khalisa berujar dengan pelan. Ia takut akan respon Zaldy terhadap Agnan nantinya. Apakah akan ada interogasi yang panjang? Atau sebuah pertanyaan singkat namun menusuk?

"Tenang, Lis. Papa gak sejahat itu. Dia cuma mau memastikan kalau putrinya pergi dengan laki-laki yang bertanggung jawab." Khalisa mengangguk atas ucapan Wendy. Ia berusaha tenang untuk menghadapi ini. Sepertinya pikirannya terlalu buruk mengenai sang papa.

"Selamat malam, Om." Agnan menyapa Zaldy dengan senyum yang terpatri.

"Malam. Dengan siapa? Ada perlu apa malam-malam begini?"

"Saya Agnan, Om. Saya teman akrab Khalisa sejak kuliah. Kedatangan saya kemari, ingin mengajak Khalisa makan malam di luar. Apa Om berkenan untuk mengizinkan kami berdua pergi?"

Khalisa harap-harap cemas dengan dua orang yang masih berdiri di daun pintu itu. Papanya juga seakan enggan untuk menitah Agnan masuk. Beruntungnya, Agnan dapat menyikapi itu semua dengan baik dan santai.

Zaldy membalikkan tubuhnya menghadap Khalisa. Putrinya itu telah siap dan rapi dengan setelan gaun malam yang indah di tubuhnya. Belum lagi, ia melihat raut Khalisa seakan cemas dengan penyambutannya terhadap Agnan. Padahal hanya sebuah pertanyaan biasa, namun Khalisa seolah menanggapi itu dengan kecemasan. 

"Lisa, benar dia teman kamu? Dia yang memang ingin mengajak makan malam di luar?"

Khalisa menatap Zaldy lekat. Ia mengangguk cepat dengan pertanyaan Zaldy. "Iya, Pa, benar."

Zaldy membalikkan tubuhnya menghadap Agnan kembali. Bibirnya menyunggingkan senyum dengan tangan yang mendarat di bahu Agnan. Ia menepuknya dua kali, bahwa ia telah mempercayai Khalisa padanya malam ini.

"Saya izinkan kamu pergi dengan Khalisa. Tapi ingat, jangan macam-macam, pulang jangan terlalu larut, dan bawa putri saya kembali ke sini dengan keadaan baik seperti awal!"

"Baik, Om. Terima kasih sudah mempercayai saya dan mengizinkan kami berdua untuk pergi bersama malam ini."

Seusai dengan percakapan tersebut, Khalisa dan Agnan terbebas dengan suasana tegang yang diciptakan oleh Zaldy. Mereka merasa lega, karena tak ada sebuah pertanyaan yang lebih panjang untuk mengulur waktu mereka pergi. Atau lebih parahnya lagi, tidak diizinkan sama sekali.

Kesalahan Cinta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang