38. Berdamai

35 2 0
                                    

Agnan membawa Khalisa ke tempat restoran dengan privat room. Mereka sengaja ke sana karena selain dapat mengisi asupan makanan, mereka juga bisa sambil mengobrol santai sesudahnya. Karena kebetulan perut mereka sama-sama tengah dilanda rasa lapar. Maka dari itu, Agnan segera menuju tempat makan dengan bangunan cukup luas dan mewah. Restoran ini pun memang langganannya bersama dengan Khalisa.

Seusai pesanan mereka terhidangkan rapi di atas meja, mereka segera menyantap menu yang mampu membuat mereka tergugah.

Agnan menatap Khalisa yang cukup lahap dalam makannya. Ia begitu merindukan sosok Khalisa yang sejak kemarin selalu ada bersamanya. Ia rindu dengan semua perilaku Khalisa terhadapnya. Namun ia juga tidak tahu, apakah setelah ini Khalisa akan menolaknya dengan mentah-mentah atau tidak. Pasalnya, ia telah membuat Khalisa kecewa bukan main.

Khalisa menyeruput air putihnya dan menatap Agnan dengan kernyitan dahinya. "Kenapa makanan kamu masih banyak? Tumben, gak kaya biasanya."

Agnan tersenyum di sela kunyahannya. "Aku kangen sama kamu, Kal."

"Aku tanya apa jawabnya apaan, ish." Khalisa mencebik kesal seraya memanyunkan bibirnya. Hal itu mampu membuat Agnan terkekeh.

"Dari tadi aku liat kamu makan sampe makanan aku sendiri aku anggurin. Aku seneng bisa liat kamu lagi."

Khalisa menatap Agnan dengan lekat. Ia menyelami bola mata Agnan yang kini menjadi favoritnya. Entah kenapa, ia juga bisa merasakan kerinduan itu. Sejak kemarin, yang ada di kepalanya itu selalu nama Agnan yang muncul. Apakah benar perasaannya itu hanya untuk Agnan dan bukan untuk Levin lagi?

"I love your eyes, Nan." Khalisa berujar pelan dengan kepala menunduk. Tangannya mengaduk-aduk sendok yang ada pada affogatonya.

Kali ini Agnan tersenyum lebar. Ia sangat senang dengan ucapan Khalisa. Meski Khalisa berujar pelan, namun semua itu bisa terdengar jelas ke telinganya.

"Kal, can I hug you?"

Tanpa berkata, Khalisa berdiri ke samping meja seraya merentangkan kedua tangannya. Agnan tersenyum dan segera memasuki Khalisa dalam kukungan tubuhnya.

"Aku kangen kamu. Kangen semuanya tentang kamu. I love you Khalisa."

Khalisa tidak menjawab, tetapi ia semakin mengeratkan tubuhnya didekapan hangat Agnan.

Mereka seakan menyelami tubuh mereka dengan sebuah pelukan. Meski belum ada cerita yang keluar dari keduanya, bahasa tubuh mereka seakan menjawab semuanya.

***

Agnan membawa Khalisa ke rooftop restoran yang memang sengaja dikosongkan. Mereka duduk di sofa panjang yang tersedia di sana. Terpaan angin membawa rambut mereka seakan beterbangan. Bahkan Khalisa pun memutuskan untuk menggelung rambutnya agar terhindar dari terpaan angin yang cukup kencang.

"Jadi, gimana soal tadi? Kamu mau pikir-pikir lagi? Atau emang aku udah gak punya harapan dan kita gak bisa sama-sama lagi?"

"Aku masih bingung, Nan. Aku gak mau kalo kamu cuma aku anggap pelampiasan sesaat. Aku masih mikir, sebenarnya perasaan aku itu buat siapa sekarang. Kalo aku buru-buru ambil keputusan buat kita jalanin kaya kemarin dan kita pacaran, aku takut ngerusak semuanya. Aku gak mau buat kamu kecewa lagi, Nan."

Agnan mengelus rambut Khalisa lembut, dengan telinga yang setia mendengarkan jawaban atas pertanyaannya.

"Nan, kalo kita temenan dulu aja gimana? Anggap aja kita lagi masa pendekatan kaya awal. Aku mau ngeyakinin perasaan aku lagi. Cukup kemarin aku egois sampe buat kamu kecewa. Karena Ata, mama, dan papa, buat pikiranku jadi terbuka. Makanya sekarang aku bisa mikir kaya gini. Aku juga mau fokus sama karirku. Banyak kerjaan yang harus aku selami di kantor papaku, Nan. Kamu bisa jadi support systemku. Tapi aku mau kita temenan biasa aja, bisa?"

Agnan mengecup puncuk kepala Khalisa. Kemudian netranya menatap Khalisa dengan lekat. Tangan itu terayun untuk menjawil hidung Khalisa gemas.

"It's okay, Kal. Aku mau kita temenan aja. Maaf karena aku terkesan maksa kamu buat ngejalanin hubungan sama aku. Aku bakalan berusaha untuk selalu ada di sisi kamu, Kal. Whatever that is. Maaf juga karena kesalahan aku kemarin sampe bikin kamu kecewa. Aku gak akan ngulangin kesalahan yang sama, Kal. Makasih karena masih mau nerima aku."

Khalisa mengangguk cepat dengan ucapan Agnan. Bebannya pun terasa lebih ringan. Berarti setelah ini ia harus minta maaf pada Athaya dan Levin. Dengan begitu hidupnya akan semakin damai. Ia akan fokus dengan karirnya. Apalagi perusahaan yang ia pegang itu milik papanya sendiri. Meski bukan dirinya yang mengendalikan sepenuhnya, tapi posisinya pun cukup penting di perusahaan itu.

Sikap yang selama ini membuat orang lain bahkan adiknya sendiri benci, perlahan lebur. Sejak kemarin banyak nasihat yang dilontarkan oleh Zaldy dan Wendy, supaya ia juga tersadar akan setiap kesalahannya. Awalnya ia masih belum bisa nerima semuanya. Bahkan bujukan dari Wendy maupun Zaldy untuk minta maaf pada Athaya dan Levin tak ia indahkan. Tapi sekarang semua itu berubah. Ia tak mungkin terus-terusan menjadi manusia yang egois. Ia juga manusia yang masih punya akal untuk berpikir, meski kesalahan kemarin memang membuatnya hilang akal.

"Thanks for everything, Nan."

Kini, mereka membawa kebahagiaan dengan cara masing-masing. Tak ada hubungan yang terikat, namun bisa dijalani dengan baik. Tak ada lagi sebuah kehancuran yang merugikan sebelah pihak. Menjadikannya sebuah pertemanan adalah solusi untuk keduanya.

Rasa egois dan kekecewaan kemarin seakan lebur dengan suatu tindakan yang tepat untuk mereka berdua. Karena dalam hubungan yang terpaksa, itu akan menimbulkan sebuah kehancuran. Baik salah satu atau pun keduanya. Untuk itu, lebih baik mereka membenah diri dan menjadikan awal pertemanan mereka untuk meyakinkan perasaan masing-masing. Kalau memang jodoh, sudah pasti akan bertemu dan didekatkan kembali, bukan?

________

Terima kasih ❤

27-10-2023

Kesalahan Cinta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang