30. Frustrasinya Agnan

30 2 1
                                    

Apartemen yang sebelumnya rapi kini telah berantakan seperti kapal pecah. Meja dekat sofa sudah terbalik, vas bunga hadiah dari ibunya pecah berserakan memenuhi lantai. Keadaan kamar pun sama, seprai serta bantal dan guling hilang dari sangkarnya. Semua benar-benar hancur tak terbantahkan.

Semua yang ia lakukan untuk Khalisa nyatanya berakhir sia-sia. Ia benar-benar seperti pria yang menjijikan.

"Arghh, shit! Kenapa semua ini terjadi sama gue? Semua udah gue korbanin tapi apa balasannya? Gue dibuang dan berakhir kaya sampah." Monolog Agnan seraya meninju dinding dekat dengan lemari yang berada di kamarnya.

Hati dan pikirannya begitu kacau. Khalisa sukses membuatnya emosi saat ini. Ia juga merasa bodoh dan terpedaya karenanya.

***

Setelah seharian Agnan melampiaskan amarahnya di unit apartemennya, kini saatnya ia kembali ke rumah yang di mana ada kedua orang tuanya di sana.

Ruangan yang berantakan seperti kapal pecah ia biarkan. Karena akan ada asisten rumah tangga yang membereskan seluruhnya.

Kakinya mulai melangkah keluar, ketika ART tersebut sudah berada di dalam unit apartemennya. Asisten tersebut memang sengaja dipekerjakan oleh Agnan di sana sewaktu-waktu. Karena dulu sebelum ada Khalisa yang datang ia memang sering tinggal di sana bersama dengan Sandy, sepupunya. Bahkan jika sedang penat dari kerjaan pun ia pasti merehatkan tubuh dan pikirannya di sana. Untuk itu, asisten tersebut memang bekerja khusus di unit apartemen milik Agnan.

ART yang memang sudah dipercaya oleh keluarganya, tentu membuatnya tenang meninggalkan unit apartemennya. Karena ia kenal dengan asisten tersebut sejak masih kecil dan banyak pula membantu keluarganya dikala butuh bantuan.

Agnan mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Suara musik yang mengalun menemani perjalanannya ke rumah orang tuanya. Kendati demikian, pikirannya masih terus tertuju oleh sosok Khalisa yang membuatnya kecewa.

Kurang lebih tiga puluh lima menit perjalanan, akhirnya Agnan sampai di kediaman tersebut. Rumah yang cukup mewah dengan halaman luas menyertainya ketika memarkirkan mobilnya di sana.

Senyuman tersungging,  kala mendapati kedua orang tuanya yang tengah duduk santai di luar dengan dua cangkir teh hangat bersama camilan ringan.

"Ma, Pa." Agnan menyapa dengan memberikan kecupan singkat di pipi pada mereka.

Agnan memang tipe laki-laki yang senang dengan kontak fisik. Meski sudah dewasa, tapi ia tak pernah sungkan memberikan sebuah bahasa cinta pada kedua orang tuanya. Kebetulan ia adalah anak tunggal, jadi mereka juga sesekali dapat memanjakannya seperti anak kecil.

"Sendirian? Biasanya sama Sandy?" tanya mamanya, dengan sesekali mengusap surai hitam yang sudah agak memanjang itu.

"Sandy lagi buat menu baru di restorannya, sibuk banget dia."

"Kamu udah makan? Mama buat masakan kesukaan kamu. Makan, gih!"

"Kebetulan laper, si. Mama sama Papa udah makan?"

"Kami udah makan, Nan. Kamu makan aja sendiri, it's okay, 'kan?" Agnan tersenyum mendapat ucapan seperti itu dari papanya. Setelahnya, ia masuk ke dalam rumah menuju meja makan.

Kedua orang tua Agnan menghela nafas mendapati Agnan yang seperti orang kacau. Entah kenapa perasaan mereka sedikit tidak enak mengenai raut wajah putra mereka yang seperti itu. Senyum yang ditampakkan begitu terlihat palsu.

"Mas, aku khawatir gitu loh, sama Agnan. Dia itu sekarang jarang cerita apa-apa juga mengenai apapun, baik kerjaan atau soal asmara."

"Jangankan kamu, aku pun sama. Umur dia udah dewasa, tapi belum pernah aku liat dia bawa wanita pujaannya ke sini. Dia terlihat begitu santai perihal soal hubungan."

"Aku pernah denger dari Sandy, katanya ada wanita yang dia sukai sejak masa kuliah. Tapi aku juga gak tau siapa wanita itu, Mas. Masalahnya, Sandy belum sempet cerita secara lengkap. Gara-gara waktu itu keburu ada telfon dari karyawannya."

Mereka hanyut dalam obrolan dan pikiran masing-masing. Putra mereka sudah memasuki umur ke-27, tapi masih juga belum mendapatkan calon istri. Paling tidak sang kekasih hati. Sejak dulu Agnan memang begitu tak peduli perihal hubungan dengan perempuan. Zaman sekolah hanya tahu main-main, menginjak bangku kuliah hanya fokus belajar dan organisasi, dan hingga memasuki masa dewasa Agnan hanya fokus perihal pekerjaan kantor.

Sudah pasti tahu lah, tabiat orang tua yang ingin segera anaknya memiliki tambatan hati karena mereka merasa begitu khawatir. Apalagi usia yang memang sudah tak lagi muda. Terlebih ini di Indonesia, budaya timur, sistem usia yang sudah menginjak 25 tahun ke atas pasti banyak tanda tanya dari masyarakat soal pernikahan. Padahal jika di luaran sana masih banyak yang usianya menginjak 30 tahun belum juga menikah. Tak ada masalah atau hujatan dari masyarakat. Dan kembali lagi soal kepercayaan dan budaya masyarakat di Indonesia memang seperti itu.

***

Seusai makan, Agnan lebih memilih memasuki ruangan khusus. Di sana banyak foto milik Khalisa. Bahkan ia memiliki lukisan tangannya sendiri di sebuah kanvas besar. Wanita dengan gaya khas mewah.

Ia merasa prihatin atas dirinya sendiri. Selama ini hanya Khalisa yang ia kejar. Hanya Khalisa yang ia tunggu untuk membalas perasaannya. Hingga ia menghasut untuk merusak pernikahan Khalisa dengan kekasihnya, Levin.

Jika sudah begini mau di apakan lagi? Apa ia harus mengejar cintanya kembali, atau merelakan dia pergi bersama semua kenangannya?

Tanpa sadar, cairan bening keluar dari kedua matanya. Ia merasa sesak bukan main mengingat semua momennya bersama Khalisa. Bokongnya mendarat di lantai dengan mata yang menyiratkan kesedihan yang mendalam. Dadanya ia pukul berkali-kali guna menghalau rasa sesak. Tapi bukannya mereda, dada itu semakin sesak. Bahkan tangisannya benar-benar terdengar pilu.

"Sakit banget, sumpah. Harus pake cara apa lagi gue ngeyakinin dia? Apa ini jalannya gue yang gak bisa bahagia bareng dia? Atau ini karma buat gue karena udah ambil milik orang lain? Tuhan, sesak rasanya."

Agnan terus menitikan air mata dengan menenggelamkan kepalanya di sela lututnya. Ia merasa begitu menyedihkan. Apa yang ia harapkan ternyata berakhir tidak berguna.

Kertas putih yang sudah tercoret tinta, kini pupus seperti terendam air. Meski kertas tersebut sudah mengering, tak ada lagi coretan tinta yang sudah tergambar sebelumnya di sana. Kosong, tanpa ada coretan apapun selain lunturnya sebagian tinta.

Lantas, apakah ia harus bangkit dan mulai kehidupan baru tanpa mau tahu lagi urusan Khalisa? Apakah ia bisa?


________

Terima kasih ❤

11-10-2023

Kesalahan Cinta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang