37. Memohon dan Kata Maaf

32 1 0
                                    

Sudah ke lima kalinya helaan nafas keluar dari mulut Agnan. Selepas dari rasa frustrasinya kemarin, ia bertekad untuk berkunjung ke rumah Khalisa. Rumah yang dulu sempat ia kunjungi saat berpamitan meminta izin keluar bersama Khalisa.

Ia menatap rumah besar berwarna putih tersebut dari dalam mobilnya. Ia masih diam di sana karena mencoba untuk merilekskan tubuhnya dari rasa gugup. Pun, ia ingin meminta maaf atas tindakannya yang membawa Khalisa kabur begitu saja. Semua hal yang terjadi mengenai Khalisa juga termasuk kesalahannya. Ia berperan dalam semua rencana itu. Ia lah tokoh utama yang harus disalahkan.

"Sial! Kenapa gue jadi gugup gini? Berasa mau ngelamar anak orang." Monolog Agnan dengan telapak tangan yang mengeluarkan sedikit keringat.

Setelah memantapkan hatinya, ia pun meminta satpam rumah Khalisa untuk membukakan gerbang. Mobilnya pun masuk dan terparkir di halaman dengan baik. Ia juga tak lupa mengucapkan kata terima kasih pada satpam yang berjaga.

Kakinya melangkah mendekati pintu utama yang ternyata terbuka lebar. Di sana ia menemui seorang asisten rumah tangga yang tengah menyapu lantai.

"Permisi, Khalisa dan orang tuanya ada di rumah?"

"Iya, ada Mas. Tunggu, saya kayanya kenal sama Mas-nya. Emm, kalo gak salah Mas Agnan, ya? Soalnya wajah Mas-nya saya masih hafal, meski jarang banget ke sini."

Agnan terkekeh akan ucapan asisten rumah tangga di kediaman Khalisa tersebut.

"Iya, Bi. Saya Agnan, teman Khalisa. Bibi masih ingat saya ternyata, suatu kehormatan kalo gitu, Bi."

Bi Darsih mempersilahkan Agnan duduk terlebih dahulu di depan. Pasalnya, ia akan meminta izin dulu dengan ketiga majikannya. Biar bagaimana pun, keputusan menerima tamu ada pada mereka. Ia tidak mungkin membiarkan tamu datang dengan langsung masuk begitu saja sebelum dizinkan oleh sang empunya rumah.

"Bu, maaf, ada tamu di depan." Bi Darsih berujar pada Wendy, yang kini tengah berkutat dengan peralatan dapurnya.

"Belum di suruh masuk? Eh, tapi siapa yang dateng, Bi?"

"Belum, Bu. Tapi dia duduk di depan, kok. Namanya Agnan, temennya non Khalisa."

Wendy cukup terkejut dengan ucapan bi Darsih. Karena ia sudah tahu semua cerita dari Khalisa, maka saat ini ia semakin penasaran dan ingin tahu penjelasan dari mulut Agnan sendiri. Ia ingin cerita versi Agnan yang katanya begitu memuja Khalisa sejak dulu.

Wendy buru-buru melepas apron yang melekat di tubuhnya, ia menitah bi Darsih meneruskan masakannya. Untuk menyapu lantai, biar nanti saja dilanjutnya.

Bertepatan Wendy melangkah keluar dari area dapur, Zaldy baru saja kembali dari halaman belakang dengan cangkir kosong yang tadi terisi oleh teh hangat.

"Loh, Ma, kenapa mukanya kaya kaget gitu? Papa berasa kaya hantu aja bikin kamu kaget."

"Ish, jangan bercanda dulu, Pa. Gak tepat waktunya. Kita kedatangan tamu dan kamu tau siapa?"

"Siapa emangnya?"

"Agnan, Pa, Agnan. Papa jangan marah ya, kalo ketemu dia. Mama mau tau cerita versi dia itu kaya gimana. Karena yang kita tau cerita dari Lisa, kalo dia suka sama Lisa sudah cukup lama. Bisa tahan emosinya, Pa?"

Zaldy memejamkan matanya sejenak. Ia tidak munafik bahwa ia kecewa dan cukup marah pada Agnan yang membawa Khalisa kabur begitu saja. Tapi, ia juga ingin tahu cerita versi Agnan seperti apa dan seberapa besar perasaannya itu pada Khalisa.

Ketika sudah lebih rileks, Zaldy mulai membuka matanya. Ia menatap Wendy dengan lekat, kemudian mengangguk seraya meletakkan gelas kosongnya di meja bar.

Kesalahan Cinta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang