35. Tertampar Kenyataan

30 2 1
                                    

Hari ini, Khalisa masih juga belum keluar dari kamar. Yang ia lakukan hanya marah, marah, dan marah. Bahkan ia tak mengindahkan suara Wendy dan bi Darsih yang memanggilnya keluar untuk sekedar makan. Semua itu ia lakukan hanya ingin dimengerti oleh mereka, bahwa dirinya menginginkan seorang Levin kembali di kehidupannya.

Kali ini Khalisa terlihat lebih segar dari sebelumnya. Ia meraih ponsel yang tergeletak di ranjang. Tekadnya ialah untuk menghubungi Athaya. Ia mau jika Athaya menyerahkan kembali apa yang memang menjadi miliknya sejak awal.

Ketika panggilan itu tersambung, Khalisa mulai bersuara dengan nada tegas seperti tak mau dibantah. Bahkan tangan kirinya terkepal, menyalurkan segala perasaan yang ia keluarkan saat ini.

Suara Athaya yang tenang namun penuh penekanan membuatnya tahu, bahwa sebuah penolakan lah untuk permintaannya itu. Bahkan entah sudah berapa kali Athaya mengeluarkan umpatan untuknya, tapi tak ia indahkan. Karena telinganya hanya ingin mendengar sebuah kepasrahan Athaya yang menyerahkan Levin. Sayangnya hal itu tidak terjadi.

Setelah sambungan itu berakhir, Khalisa membanting ponselnya ke atas ranjang. Ia mengacak barang-barang yang terjangkau hingga berserakan di lantai kamar. Bahkan ia melempar sepatu tingginya ke luar balkon yang pintunya terbuka.

"SIAL, SIAL, SIAL!"

Sebuah umpatan akhirnya keluar dari mulut Khalisa hingga nafasnya memburu. Semua itu menandakan betapa emosinya ia saat ini karena penolakan dari Athaya. Padahal yang mengenal Levin lebih dulu itu dirinya, tapi dalam waktu singkat Athaya dapat merebut Levin darinya. Bahkan mereka tidak mau jika ada kata perpisahan dalam hubungan mereka.

"Gue bakal rebut Levin kembali. Levin itu milik gue, bukan milik lo, Ta." Monolog Khalisa dengar sorot mata yang tajam menatap langit.

***

Khalisa keluar dari mobilnya karena ia tengah melihat pemandangan adiknya, yang kini tengah membeli jajanan pinggir jalan.

Ia sengaja keluar kamar dan rumah hari ini karena ingin menegaskan pada Athaya, bahwa dirinya menginginkan Levin kembali ke pelukannya.

Panas matahari mampu membuat Khalisa semakin terbakar. Ia ingin mengungkapkan semuanya pada Athaya. Ia merasa tak rela jika adiknya itu bahagia bersama dengan Levin.

Ia menyeberang jalan, meninggalkan mobilnya yang terparkir di sisi. Lagi pula kawasan ini memang sepi akan kendaraan, karena dekat dengan sebuah danau yang dipenuhi dengan beberapa bangku sebagai pemanis.

"Ata."

Athaya tentu saja terkejut dengan suara Khalisa yang tiba-tiba datang. Ia membayar jajanan yang sudah ada di tangan, setelah itu ia menatap Khalisa kembali.

"Ada apa?"

"Gue mau bicara sama lo, tapi gak di sini." Khalisa berujar seraya mengangkat dagu, mengarahkan Athaya untuk mengikutinya ke bangku dekat danau dan banyak pepohonan. Di sana cukup sunyi untuk membicarakan hal pribadi.

Mereka mendaratkan duduknya di bangku yang cukup untuk dua orang. Beberapa menit mereka terdiam karena tengah memikirkan sebuah hal yang berbeda. Khalisa yang ingin mengungkapkan jika ia tak rela Levin bersama Athaya, sementara Athaya bingung atas kedatangan Khalisa yang menghampirinya dan ingin berbicara padanya.

"Lo mau bicara soal apa?"

"Gue mau Levin kembali sama gue, Ta. Sama kaya yang gue bilang tadi saat di telfon."

Athaya mendecih, kala mendengar penuturan Khalisa yang benar-benar tidak masuk akal.

"Levin udah milik gue, Kak. Gue sama dia gak akan pernah pisah. Lagi pula lo yang awalnya milih kabur di acara pernikahan lo saat itu. Apa sekarang masuk akal kalo elo minta Levin kembali?"

"Gue cuma mau Levin, Ta."

"Ngapain baru sekarang lo minta Levin, hah? Ke mana aja selama ini? Selama tiga bulan lo gak ada kabar pasca kaburnya lo di hari penting saat itu. Terus, sekarang dateng-dateng lo minta sesuatu yang gak akan pernah gue lepas. Gila tau, gak!"

"Gue gak mau tau, pokoknya gue mau Levin, Ta, mau Levin!"

Khalisa mendorong Athaya hingga terjatuh ke tanah. Ia kepalang kesal karena adiknya bersikukuh menolak permintaannya.

"Lo gak waras, tolol, sinting! Bisa-bisanya lo ngomong kaya gitu ke gue." Athaya berbicara dengan posisi masih terduduk di tanah.

Khalisa menampar Athaya hingga pipinya menoleh ke samping, bahkan membentur pinggiran bangku.

"Bener-bener gila!"

"Gue gak suka lo ngomong gitu, Ta. Gue gak suka lo ngumpat gue kaya gitu. Gue cuma mau Levin, harusnya itu gak sulit buat lo nyerahin Levin ke gue."

Athaya bangkit dari duduknya, ia menatap lekat Khalisa dan memberi tamparan bahkan dua tamparan sekaligus. Ia hanya ingin kakaknya itu tersadar dengan segala ucapan dan perbuatannya yang tak bisa ditolelir lagi.

"Lo sadar gak, si? Perilaku lo ini udah kelewat batas. Ini salah lo, ini perbuatan lo. Lo gak pantes minta hal itu ke gue. Lagian lo udah denger 'kan dari mulut Levin sendiri, kalo dia gak akan pernah mau ngelepas gue dan balik sama lo. Dan gue juga bingung sama lo, apa alasan lo kabur saat itu? Lo ada masalah sama siapa sampe lo senekat itu kabur di hari pernikahan lo? Jelasin, Kak!"

Khalisa menelan salivanya susah. Ia bingung harus menjelaskan semuanya dari mana. Pasalnya, ini berhubungan dengan Agnan, yang di mana dirinya selingkuh di belakang Levin. Kalau ia menceritakan hal itu, sudah pasti Athaya semakin marah dan ia takut jika semuanya terbongkar hingga ke telinga Zaldy maupun Wendy.

"Kenapa diem? Jawab dan jelasin semuanya!"

Mata Khalisa menghadap depan, menatap pepohonan dan air danau yang cukup jernih dari kejauhan. Angin yang bertiup mampu membuatnya memiliki ide bagus. Iya, dirinya akan menceritakan semuanya pada Athaya, namun ada unsur kebohongan. Semua itu ia lakukan untuk menutupi kesalahannya bersama dengan Agnan. Ia tidak mau jika Athaya sampai tahu perihal tersebut. Perselingkuhannya yang sangat kelewat batas.

Tak lama kemudian, mengalir lah cerita Khalisa yang saat itu memilih kabur bersama Agnan di hari pernikahannya dengan Levin. Ia bercerita dengan mata yang sendu. Ia merasa harus mencampuri dengan sedikit akting pada Athaya. Karena ia tahu, biarpun adiknya itu kejam dan bermulut pedas, dia tidak begitu tega padanya jika terjadi sesuatu.

Respon Athaya tentu saja geram, bahkan tangannya terkepal hingga buku jarinya memutih. Ia menahan untuk tidak menampar kakaknya kembali.

Berapa kali ada perdebatan di percakapan mereka, karena Athaya begitu emosi dengan penuturan Khalisa. Kejadian yang Khalisa alami sama persis dengan cerita yang saat ini Khalisa jelaskan. Namun, semua itu tidak tepat sasaran. Khalisa bilang, dia hampir di perkosa oleh Agnan karena alkohol yang tercampur dengan obat perangsang. Padahal kenyataannya tidak begitu. Khalisa jelas ditiduri oleh Agnan dan ia menikmati hal itu tentu saja. Tetapi karena kesal Agnan tak pakai pengaman, justru membuat Khalisa kabur dari apartemen Agnan dan memilih untuk kembali ke rumah.

Percakapan Athaya berakhir dengan sebuah telakan untuk Khalisa. Yang di mana, Khalisa harus sadar diri dengan semua yang terjadi saat ini. Karena memang sudah menjadi konsekuensinya yang tega meninggalkan pernikahannya sendiri kala itu.

Athaya juga meminta Khalisa untuk berhenti berbuat hal yang tidak wajar. Ia meminta Khalisa untuk sedikit berubah. Ia mengungkapkan isi hatinya, di mana ia sudah lelah akan semua perilaku Khalisa terhadapnya yang dijadikan tameng terus-menerus hingga mereka dewasa. Ia juga membawa nama Wendy dan Zaldy, karena selama ini ia maupun Khalisa sudah banyak membohongi mereka. Itu kenapa ia merasa sudah cukup bermain-mainnya. Sudah cukup dengan semua sikap dan perilaku Khalisa yang sangat menjengkelkan. Ia ingin kakaknya tersadar dari semua itu.

Setelah ungkapan tersebut, Athaya memilih untuk pergi. Meninggalkan Khalisa yang terdiam dan melamun.

"Apa gue harus berubah? Ata emang bener, gue udah banyak bohongin mama sama papa." Khalisa menjeda ucapannya sebentar. Ia menatap kembali pepohonan dengan daun yang tertiup angin.

"Seharusnya gue gak gini. Tapi kenapa gue belum bisa rela kalo Ata bahagia sama Levin?"

________

Terima kasih ❤

22-10-2023

Kesalahan Cinta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang